Ngaji Maqashid Syariah dalam HBM Cabang Tarub Belangsung Guyub
TEGAL, Suara Muhammadiyah – Ahad pagi suasana Masjid At-Taqwa desa Setu, Kec. Tarub tampak lebih “guyub” dari hari-hari sebelumnya. Sesampai waktu Dhuha, semua panitia sudah siap dan jama’ah sudah siap menerima hidangan wedang, gedang godog dan snack lainnya. Namun bukan hanya itu, ada hidangan yang sangat ditunggu sebenarnya, apakah itu?, Ya, hidangan “ilmu dan keberkahan” dalam pengajian “HBM Cab. Tarub, Kab. Tegal”. Ke-guyub-an para jama’ah ini adalah aura positif yang terpancar dari semangat mereka dalam ber-Muhammadiyah (05/02).
Di awal acara, al-Ustadz Muhammad Sofwan, S.Pd. I selaku Pimpinan Ranting Muhammadiyah Desa Setu memberikan wejangan penyemangat untuk bergerak dan menggerakkan AUM di ranting Setu. Ditegaskan kembali, oleh al- Ustadz Drs. Tarkamah sebagai Pimpinan Cabang Muhammadiyah Tarub bahwa esensi utama dalam Muhammadiyah adalah “bergerak dan bergerak.”
Berdiri sebagai narasumber dalam HBM Cab. Tarub bulan ini ialah al-Ustadz Alvin Qodri Lazuardy, S. Ag salah satu pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Ahmad Dahlan Kab. Tegal sekaligus kader muda Muhammadiyah. Dalam wejangannya beliau menyampaikan beberapa hal penting mengenai “Maqashid as-Syar’iyyah ”. Beberapa uraiannya sebagai berikut; syariat yang ditawarkan Islam kepada manusia selalu seimbang dalam masalah urusan dunia (muamalah duniawiyah) dan urusan akhirat (ukhrowiyah) terjalin menjadi dua hubungan erat hubungan dengan manusia (hablum minannas) dan Allah (hablum minallah) kedua hubungan ini pun saling terikat dan mengikat. Lebih dalam mengenai syariat, untuk menegaskan ini para ‘Ulama merumus kan lima rumusan, tujuan dari syariat Islam (maqasid syariah).
Pertama, syariat untuk menjaga agama (Islam) dalam bahasa arab dapat disebut hifdzud diin, menjaga agama dengan menanamkan rasa iman dan ihsan dalam diri, ini disyariatkan dengan kewajiban bersyahadat dan mendirikan sholat, karena sholat adalah tiang utama Agama.
Kedua, syariat mempunyai fungsi untuk jiwa manusia, tuntunan yang ditetapkan dalam syariat yaitu untuk menjaga diri setiap manusia agar tetap istiqomah (konsisten) dalam kebaikan di ranah lahir maupun batin, salah satu contoh dalam dimensi lahir adalah memakan makanan yang halal dan baik (thoyyib) serta merawat diri dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar, dalam dimensi batin syariat melarang untuk menggunjing, memfitnah, berbohong-membohongi, menebar aib dan lain sebagainya, disebutkan dalam bahasa lain hifdzun nafs.
Ketiga, syariat pun mempunyai andil dalam menjaga akal manusia, agar akal manusia itu sehat serta jernih pikirannya. Sebagai contoh, yaitu mewajibkan bagi seorang Muslim untuk menuntut Ilmu agar menjaga akalnya dari kebodohan (al-jahl) dan menuntut dirinya menjadi seorang yang adil dan baik. Ini disebut dengan hifzul ‘aql.
Keempat, syariat bertujuan untuk menjaga keturunan agar eksistensi manusia teratur dan terarah serta tidak menimbulkan kekacauan maka syariat mengambil andil di dalamnya salah satunya dengan menentukan hukum pernikahan (an-nikah), ini diungkapkan dengan hifdzun nasl.
Dan yang kelima, syariat ditetapkan bertujuan untuk menjaga harta agar terjaga dan terbagi rata sesuai haknya, maka syariat menerapkan hukum zakat, infaq dan shodaqoh, Ini diungkapkan dengan hifdzul maal. Uraian lima ini jika diresapi dengan jernih, akan mengungkapkan kesepaduan Islam dalam sisi agama dan kemanusiaan, yang mana fungsi Islam bukan sekadar amalan privat namun menyentuh ranah keberlangsungan hidup manusia yang baik secara kolektif. Dalam ungkapan lain, kebaikan seorang muslim bukan untuk sendiri melainkan diaplikasikan kepada sesama manusia dengan perilaku atau akhlak. Demikian narasumber menyampaikan dengan jelas dan tegas. (Jurnalis Darwisy)