Oleh: Wakhidah Noor Agustina, S.Si.
Sebagai salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan, pendidikan akan menuntun seseorang menuju ke masa depan yang lebih cerah dan baik. Pendidikan juga merupakan salah satu alat yang paling dasar untuk membentuk karakter sesorang dengan membentuk watak dan kepribadiannya. Dalam agama Islam, pendidikan merupakan salah satu hal yang paling utama untuk dijalani seseorang. Hal ini tergambarkan pada salah satu ungkapan, “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat” yang artinya, setiap orang berkewajiban untuk menuntut ilmu sepanjang hayatnya.
Belajar menjadi hal pertama yang diperintahkan Allah SWT. dalam Al-Qur’an Surat Al-‘Alaq 1-5 sebagai ayat yang pertama kali diturunkan. Dengan literasi (baca: membaca dan menulis), setiap kita merupakan pembelajar sepanjang hayat. Anak diharapkan menjadi kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Dalam penerapannya, diperlukan peran penting orang tua untuk memantau sehingga proses pembelajaran berjalan terpadu dan menyeluruh.
Kurikulum Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensinya. Kurikulum ini bertujuan agar anak-anak mencapai kebahagiaan dalam belajar, karena jika sudah bahagia, maka anak akan mudah menerima materi dalam belajarnya. Merdeka belajar merupakan langkah awal transformasi pendidikan menuju terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul. Dalam Islam, makna merdeka belajar bukan berarti bebas dari kewajiban belajar. Merdeka belajar berarti terbebas dari penjajahan dan tekanan berbagai pihak dalam belajar. Terhindar dari rasa malas dan dari perasaan puas akan ilmu yang telah dimilikinya. Salah satu langkah untuk mewujudkan merdeka belajar dapat dipenuhi dengan memahami hubungan manusia dengan sang Khaliq.
Hal penting dalam merdeka belajar bukan hanya tentang memperoleh konsep, fakta, maupun prosedur, akan tetapi yang paling utama memperoleh pengetahuan metakognitif. Semua yang diterima di sekolah dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pembelajaran di sekolah dan di rumah harus berjalan seimbang.
Dalam teori belajar konstruktivisme Vygotsy, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap peristiwa belajar. Pada pendekatan belajar berbasis siswa, anak dibantu berkembang dengan bimbingan orang yang sudah terampil di bidang tersebut. Diperlukan peran orang dewasa dan anak lain dalam memudahkan perkembangannya. Bukan berarti orang tua yang mengerjakan tugas sementara anak sama sekali tidak mmengerjakan, bahkan tidak mencoba untuk memahami tugasnya, sehingga mengakibatkan kualitas pendidikan akan menurun.
Diperlukan interaksi orang tua – anak secara intensif terkait tugas sekolahnya. Melalui interaksi tersebut, anak membangun pengetahuan secara bertahap. Konsekuensinya, kemungkinan anak dan orang tua membutuhkan waktu lebih lama dalam menyelesaikan tugas karena harus mencari, membaca, memahami, kemudian mengerjakan tugasnya. Anak akan mempunyai pengalaman belajar lebih banyak dibandingkan jika tugasnya dikerjakan orang tua. Oleh karena itu, kesabaran orang tua sangat penting dalam membantu anak membangun pengetahuannya. Orang tua yang sabar dan tenang akan memberikan hawa sejuk kepada anak, sehingga dapat mengerjakan tugasnya dengan tenang dan nyaman. Orang tua hebat saat ini bukan saja mampu menemani anak belajar, tetapi juga menciptakan rasa nyaman dan tenang kepada anaknya saat mengerjakan tugas dengan meningkatkan interaksi.
Untuk mewujudkan tujuan kurikulum merdeka, diperlukan kesiapan tiga dimensi pendukung, yaitu peserta didik (anak), sekolah, dan keluarga. Berikut peran yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam mensukseskan merdeka belajar:
Pertama, Mendampingi. Dalam penerapan merdeka belajar diperlukan peran orang tua di rumah, memantau anak sesuai dengan norma agama dan Pancasila. Dalam hal ini pada penerapan makna bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, orang tua harus memantau anak dalam menjalankan ibadahnya. Begitu juga dengan akhlak mulia, semestinya orang tua berbahasa santun, karena anak pasti meniru orang tua. Termasuk dalam hal berpikir kritis jika anak di rumah bertanya kepada orang tua, sebagai orang tua tidak boleh mematahkan.
Kedua, Bersikap Terbuka. Pendidikan akan selalu berkembang dari zaman ke zaman. Hal ini sesuai dengan pesan Ali Bin Abi Thalib, “Didiklah anak sesuai dengan zamannya karena mereka hidup pada zamannya bukan pada zamanmu”. Metode pengajaran yang kita terima di masa lalu, tidak dapat diimplementasikan di masa yang serba canggih sekarang ini. Kita harus selalu ikut belajar tentang sisi positif dari Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini dirancang oleh para ahli di bidang pendidikan dan menyesuaikan dengan perkembangan anak di zaman sekarang, terutama untuk mengatasi learning-loss setelah pandemi. Orang tua memang perlu berantipati untuk sesuatu yang baru bagi anak, namun juga tidak boleh menutup diri. Cari sisi positif Kurikulum Merdeka Belajar dengan tetap bertekun mempelajari. Ikutilah perkembangan penerapan ini, sehingga bisa memberikan masukan juga ke pihak sekolah, sehingga akan dievaluasi dan menjadi semakin baik di kemudian hari.
Ketiga, Berwawasan Kebangsaan yang Ber-Bhineka Tunggal Ika. Indonesia memiliki aneka macam suku bangsa, agama, dan budaya yang berbeda-beda. Sebagai warga negara yang baik, kita juga harus bisa menerima perbedaan-perbedaan yang ada di sekitar kita. Kompetisi di zaman sekarang tidak hanya di tingkat nasional, namun juga di kancah internasional. Jangan sampai generasi kita lebih banyak menyibukkan diri dengan perselisihan-perselisihan hanya karena perbedaan. Inilah pentingnya wawasan kebangsaan yang berbhineka tunggal ika dari orang tua, agar bisa ditanamkan kepada anak-anaknya. Agar kelak generasi muda lebih sibuk berkarya dan membuat prestasi yang bermanfaat, daripada sibuk mencari kelemahan dan menghakimi suatu perbedaan. Jangan pula menanamkan benih “tidak suka” pada anak, agar di dalam hati anak hanya ditumbuhi dengan rasa tenggang rasa, toleransi, menghormati, dan mengasihi sesama.
Keempat, Melek Teknologi. Mengapa sekarang lembaga Kemendikbud berubah menjadi Kemendikbudristek? Mengapa namanya tidak lagi Kemendikbud “saja”? Perubahan nama Kementrian ini tentu saja ada alasannya. Salah satunya karena pendidikan dan teknologi merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan. Sumber informasi dan pengetahuan bisa ditemukan di mana pun dan kapan pun. Produk-produk yang dikerjakan dan dihasilkan anak dalam proses belajar tidak hanya berwujud benda nyata atau “hard-copy”, namun juga bisa berwujud “soft-copy” yang bisa dibuat dan di simpan menggunakan perangkat komunikasi. Orang tua perlu menambah wawasan dalam berteknologi, agar bisa mendukung program pemerintah dalam men-sukseskan Kurikulum Merdeka Belajar, yang mana banyak memanfaatkan perangkat teknologi.
Kelima, Mendoakan. Allah SWT memberikan keistimewaan melalui doa orang tua terhadap anaknya, yang termasuk dalam tiga doa yang diijabah. “Tiga orang yang tidak akan tertolak (doanya), yaitu: doa orang tua bagi anaknya, doa orang yang berpuasa, dan doa musafir”. (HR. Al-Baihaqy). Karena Allah SWT menjamin terkabulnya doa orang tua untuk anak, sebagai orang tua harus senantiasa mendoakan kebaikan dan diberikan kemudahan dalam menuntut ilmu, yang dapat dipanjatkan bahkan saat anak masih di dalam kandungan. Walau pun Kurikulum ini bernama “Kurikulum Merdeka Belajar”, namun tentu saja anak-anak harus tetap patuh pada norma, hukum, dan aturan yang sudah disepakati. Maka pendampingan orang tua sangat diperlukan, agar bisa membimbing, menasihati, dan membantu memberi solusi. Apalagi anak-anak akan sangat akrab dengan perangkat teknologi yang sangat rentan dengan pengaruh-pengaruh negatif. Pastikan anak menggunakan perangkat komunikasi untuk belajar dan membuat karya yang bermanfaat, dan tidak terpengaruh oleh kata-kata kurang sopan, adegan kekerasan, dan hal-hal yang tidak mengedukasi anak.
Keenam, Berkomunikasi dengan Pihak Sekolah. Kurikulum Merdeka Belajar adalah sesuatu yang baru. Tentu saja seorang guru juga membutuhkan waktu untuk benar-benar bisa menerapkan kurikulum ini. Guru tidak hanya membutuhkan pelatihan dan seminar namun yang tidak kalah penting adalah mengaplikasikan hasil pelatihan dan seminar yang pernah diikuti kepada anak didiknya. Evaluasi dan diskusi antara guru dan orang tua sangat dibutuhkan, agar Kurikulum Merdeka Belajar ini benar-benar bisa diterapkan dengan baik, dan bisa menunjukkan perkembangan kognitif, karakter, dan ketrampilan anak yang optimal. Jangan ragu pula untuk mengadakan seminar bersama orang tua tentang aplikasi Kurikulum Merdeka Belajar, agar ada kesinambungan pengetahuan antara pihak sekolah dan orang tua demi kesuksesan kurikulum ini bagi perkembangan anak didik.
Dapat disimpulkan bahwa orang tua hebat tidak akan membiarkan anaknya belajar sendiri tanpa ditemani. Dia peduli dengan tugas anaknya dan juga terlibat dengan kegiatannya, sehingga suasana keakraban juga akan terbangun. Di samping menerapkan teori belajar kondisional dan kognitif, teori yang paling cocok dengan kurikulum Merdeka adalah teori konstruktivisme, yang memungkinkan anak menjadi pekerja keras melalui bantuan orang tua karena dia secara langsung terlibat dalam setiap kegiatan penyelesaian tugas. Dengan kata lain, anak mendapatkan pengalaman belajar yang lebih dengan banyak berinteraksi dengan orang tuanya.
Wakhidah Noor Agustina, S.Si, Sekretaris Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan PDA Kudus dan Guru SMAN 2 Kudus