Islam Berkemajuan Bukan Madzhab Baru, Aktualisasi Gagasan Islam

Islam Berkemajuan Bukan Madzhab Baru, Aktualisasi Gagasan Islam

Islam Berkemajuan Bukan Madzhab Baru, Aktualisasi Gagasan Islam

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Islam sejatinya adalah kesempurnaan yang mengandung segala hal tentang kemuliaan. Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi darinya. Maka Islam berkemajuan bukan madzhab baru. Ia serupa strategi yang tak terlampaui kedahsyatannya. Berkemajuan yang ditempatkan setelah kata Islam merupakan aktualisasi gagasan Islam yang agung demi kehidupan yang bahagia, baik di dunia maupun akhirat. Seiring dengan hal itu Islam juga terus menunjukkan relevansinya di tengah kehidupan, berkembang seiring dengan ruang dan waktu. Semakin lama, semakin besar pengaruh kepada kehidupan umat manusia.

Begitupun dengan Muhammadiyah, sebagai gerakan yang mengemban misi Islam berkemajuan, ia tumbuh dan berkembang melalui berbagai arus pemikiran yang ada waktu itu, mulai dari Ibnu Taimiyah dan Abdul Wahab yang cenderung literal dan puritan. Kemudian Jamaluddin Al-Afghani, pemikir Islam yang menghendaki persatuan umat Islam secara global. Hingga pemikiran Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha yang berpandangan bahwa kemunduran umat Islam lebih disebabkan karena umat Islam kurang menghargai akal melalui jalan-jalan ijtihad.

Agung Danarto, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan, meski Muhammadiyah sering diidentikkan dengan gerakan Islam tertentu, Muhammadiyah memiliki garis tegas terkait Islam yang dibawanya melalui pendekatan teologis dan teleologis. Ada beberapa titik singgung dan simpang antara Muhammadiyah dengan Salafi. Pertama, sumber ajaran Islam adalah al-Qur’an dan Sunnah, Muhammadiyah memahaminya dengan menggunakan akal pikiran yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dan salafi memahaminya secara literal.

“Iman seseorang tidak sempurna jika tanpa akal,” ujar Agung dalam Pengajian Ramadhan 1444 H yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Sabtu, 25 Maret 2023.

Kedua, Muhammadiyah adalah gerakan Islam modern, menerima kemodernan dan melakukan modernisasi. Sedangkan Salafi menolak modernisasi, namun menerima produk dari  modernisasi. Ketiga, terkait dengan pandangannya terhadap Budaya Barat, Muhammadiyah menerima Budaya Barat yang sesuai dengan prinsip dan nilai ajaran Islam. Salafi secara tegas menolak Budaya Barat.

Dan yang terakhir berkaitan dengan budaya local. Muhammadiyah secara terang menerima budaya local dan melakukan Islamisasi terhadap budaya local yang tidak sesuai. Sedangkan Salafi menolak budaya local dan memilih mengacu pada budaya Arab yang tergambar dalam hadist.

Saad Ibrahim, Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Tabligh mengatakan bahwa tagline Islam Berkemajuan yang diusung Muhammadiyah sudah sangat tepat. Pasalnya Islam secara genetik sangat berkemajuan. Hal ini dapat dipahami melalui beberapa istilah yang sudah sangat familiar bagi kita seperti Al-Islam At-Taqaddumiy, Al-Hadlarah Al-Islamiyah, Al-Tsaqafah Al-Islamiyah, dan lain sebagainya.

“Dimensi teologisnya ada di QS. Al-Baqarah: 30, Al-Isra: 1, Al-Anbiya: 30, 104. Al-Naml: 40, Al-Hadid: 25,” ujarnya. (diko)

Exit mobile version