Korelasi dan Relevansi Surah Ar-rum Ayat 38 Dengan Tingkat Kemiskinan

Korelasi dan Relevansi Surah Ar-rum Ayat 38 Dengan Tingkat Kemiskinan

Korelasi dan Relevansi Surah Ar-rum Ayat 38 dengan Tingkat Kemiskinan

Oleh: Sakila Ghina Athifa Eka Bhavani

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada tahun 2002 Yogyakarta mendapatkan predikat sebagai kawasan atau daerah termiskin di pulau Jawa. Kemiskinan yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik itu kemiskinan yang ukurannya semata-mata adalah belanja perkapita perhari. Maka berapa tingkat pengeluaran per hari perorang itu menjadi ukuran tingkat kemiskinan. Pada kesempatan kali ini ustadz Riduwan (Kepala Kantor Urusan Bisnis dan Investasi UAD) selaku penceramah tarawih yang ke-16 hari Kamis (06/04).

فَاٰتِ ذَا الْقُرْبٰى حَقَّهٗ وَالْمِسْكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ ۖوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang mencari keridaan Allah. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ar-Rum: 38)

Beliau menjelaskan bahwa jika memahami dari ayat tersebut, karena ingin mendapatkan keberuntungan dalam banyak hal dan berbagai aspek kehidupan itu, maka syaratnya adalah menyampaikan atau memberikan hak kepada tiga kelompok orang sebagaimana yang disebutkan dalam ayat tersebut. Memang tidak mudah bagi seseorang untuk melakukan pendekatan terhadap orang-orang miskin dan anggaran negara sudah banyak digelontorkan untuk kepentingan orang miskin. Tapi hal itu tidak diketahui apakah hanya sekedar pencitraan atau kebenaran. Banyak juga anggaran tersebut digunakan untuk acara-acara seminar dan rapat sehingga tidak banyak menyentuh kepada hajat hidup masyarakat miskin.

“Jika kita mau melakukan upaya pemberdayaan terhadap masyarakat miskin. Maka kita juga harus kembali melihat lebih detail apa yang menjadi penyebab mereka menjadi miskin. Umpamanya seperti dokter kalau ingin mengobati pasiennya ia harus mendiagnosisnya terlebih dahulu itu apa penyakitnya. Sehingga dapat ditemukan jenis penyakitnya dan kira-kira apa obat atau resep yang cocok untuk diberikan kepada pasiennya.” Jelasnya.

Adapun faktor-faktor penyebab kemiskinan yaitu, pertama faktor strutktural. Biasanya menyangkut dengan kebijakan pemerintah atau kebijakan pembangunan yang tidak tepat, dalam mengelola negara ini, sehingga mendorong pemicu naiknya angka kemiskinan. Oleh karena itu perlu mendorong sebuah pembangunan dari desa terlebih dahulu. Kedua, faktor kultural ini merupakan faktor nilai budaya. Contohnya pada slogan jawa yang terkenal yakni mangan ora mangan sing penting ngumpul. Hal ini dapat menjadi sebuah persoalan jika mereka tidak ingin berpindah atau hijrah ke tempat yang prospeknya lebih tinggi dan hanya menetap di Yogya saja dan hal itu membuatnya tidak ada perkembangan dan angka kemiskinan semakin tinggi.

Salah satu faktor kultural juga menganggap bahwa kemiskinan itu adalah takdir. Sebagian masyarakat menikmati kemiskinan, karena mereka menganggap kemiskinan adalah takdir Allah. Apabila pikiran atau mindset ini belum berubah maka akan sulit untuk merubahnya. Oleh karena itu perubahan dari segi keagamaan juga diperlukan sebagai bentuk ikhtiar dari kelompok miskin dari dalam. Faktor ketiga adalah faktor natural atau faktor bawaan lahir, contohnya para penyandang disabilitas. Oleh karena itu, tiga penyebab kemiskinan ini mestinya menjadi pendekatan umat Islam untuk memperhatikan apa penyebab kemiskinan itu terjadi.

 

Exit mobile version