YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Umat Islam telah melepas Ramadan. Kini tibalah Hari Raya Idul Fitri. Karena itu, untuk menyemarakannya, panitia Idul Fitri dari Muhammadiyah Jetis Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan Shalat Idul Fitri pada Jumat (21/4) bertempat di Lapangan Kopertis Bumijo Yogyakarta. Tampak antusiasme warga masyarakat sekitar memadati lokasi pelaksanaan Shalat Idul Fitri pada tahun ini dengan sukacita dan penuh kegembiraan. Adapun selaku Imam dan Khatib Ustaz H Edi Sukoco, SKep., Ns selaku Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta.
Dalam khutbahnya, Edi menyampaikan bahwa Hari Raya Idul Fitri sebagai hari raya kemenangan umat Islam. Setelah sebulan ditempa oleh bulan Puasa (ash-shiyam), umat Islam telah lahir sebagai sosok pemenang sejati. “Hari ini kita merayakan hari kemenangan itu. Rahim Ramadhan telah melahirkan sosok dan pribadi muslim yang menang dan sukses,” ujarnya.
Pribadi muslim yang menang dan sukses itu menurut Edi menampikan tiga variabel. Pertama kemenangan spiritual. Menurutnya kemenangan ini menjadi aktualisasi dari kemenangan jiwa. Jiwa yang menang merupakan pancaran dari jiwa yang bersih, jernih, suci, dan cerah. Jiwa tidak terpapar penyakit-penyakit hati seperti syirik, congkak, iri, dengki, menghujat, membenci, dan membuat kegaduhan di ruang publik.
Jiwa yang demikian itu merupakan proses penempaan diri selama Ramadan. Artinya, umat Islam yang tidak terpapar penyakit-penyakit hati di atas, maka puasa yang dijalaninya dikategorisasikan sebagai puasa yang sukses. Sebab selama Ramadan, umat Islam telah digembleng jiwanya dengan salah satu karakter luhur, karakter Nabi Muhammad Saw, yakni karakter jujur atau amanah.
“Ibadah puasa adalah ujian bagi kejujuran kita. tidak ada yang mengetahui kepastian orang yang berpuasa selain daripada Allah SWT. Kejujuran adalah salah satu kekuatan yang terdapat di dalam jiwa yang membuat pemilknya mampu melakukan tugas besar yang diembankan kepadanya. Oleh karena itu menghiasi diri dengan sifat jujur adalah salah satu tuntunan yang dibebankan kepada seluruh elemen masyarakat; pemimpin, pejabat, hakim, politikus, penguasaha, wartawan, kaum akademisi, rakyat, dan lain sebagainya,” katanya.
Kedua, kemenangan emosional. Menurut Edi, emosiaonal merupakan salah satu perilaku dan kondisi perasaan yang terdapat dalam diri seseorang. Kondisi ini bisa berupa rasa ingin marah, rasa ingin takut, rasa cinta atau keinginnan yang kuat untuk mencintai dan membenci, rasa cemas, dan lain sebagainya. “Emosi yang menang adalah apabila ia terkendali, yang dalam istilah agama disebut dengan sabar. Keterkaitan antara puasa dengan membangun kecerdasan emosional begitu sangat erat,” ungkapnya.
Konsep kecerdasan emosional berjalin-berkelindan dengan konsep kesabaran dalam ajaran agama Islam. Dijelaskan oleh Edi bahwa sabar dalam Islam bukanlah satu kelemahan, akan tetapi sabar justru merupakan salah satu kekuatan. Edi menukil salah satu hadis Nabi Muhammad Saw terkait hal ini. “Orang yang kuat bukanlah orang yang selalu menang dalam berkelahi, namun orang kuat adalah orang yang dapat menahan diri saat dia marah.” (HR Bukhari).
Ketiga, kemenangan intelektual. Ibadah Ramadan juga akan melahirkan sosok-sosok probadi muslim yang menang secara intelektual. Karena pada titik ini salah satu karakteristik yang paling menonjol adalah ditandai dengan adanya kecerdasan dalam memahami realita yang selalu dapat memberikan keseimbangan (tawazun) pada diri dan pola pemikirannya.
“Ada salah satu hal yang harus kita pahami bahwa terminologi kecerdasan intelektual dalam Islam tidak berbanding sama dengan teori kecerdasan yang dipahami oleh banyak orang. Selama ini banyak orang yang mengukur kecerdasan lawat pencapaian-pencapaian angka dalam batas tertentu. Sehingga seorang anak dapat dikatakan cerdas manakala nilai di atas rata-rata,” tuturnya.
Di akhir khutbahnya, Edi mengajak kepada seluruh jamaah untuk menyambut hari raya Idul Fitri dengan gembira dan sukacita. Dengan penghayatan spiritual yang dalam dan hati suci bertaut dengan gelombang pertobatan kolektif, jamaah diminta untuk mempertahankan kemenangan yang telah dicapai selama Ramadhan yang kini telah berlalu.
“Mari kita sambut hari kemenangan ini sebagai sandaran untuk memulai kehidupan baru dengan hati dan semangat yang baru. Maafkanlah segala kesalahan lupakan segala kekhilafan agar semua kita dapat mendapatkan rida dan maghfirah dari Allah SWT. Semoga kita semua diizinkan kembali untuk menikmati indahnya Ramadan pada masa yang akan datang,” tutupnya. (Cris)