Judul : Lebih Dekat Dengan KHA Dahlan
Penulis : M Sukriyanto AR
Penerbit : Suara Muhammadiyah
Cetakan : Februari 2023
Tebal, ukuran : xvi + 86 hlm, 14 x 21 cm
ISBN : 978-623-5303-21-5
Sudah banyak sekali karya tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan. Namun, masih selalu ada hal baru yang terus diungkap oleh penulis selanjutnya. Kedalaman pemikiran dan keteladanan Kiai Dahlan tidak pernah habis untuk ditimba. Kali ini, Sukriyanto AR, putra KH AR Fakhruddin, yang lama tinggal di Kauman, menulis sebuah buku yang kaya informasi lisan dari sumber penting lainnya.
Dari generasi awal yang hidup membersamai Kiai Dahlan, antara lain lahir karangan Kiai Sudja berjudul Cerita tentang Kiai Haji Ahmad Dahlan: Catatan Haji Muhammad Sudja. Kiai Hadjid menulis Pelajaran K.H.A. Dahlan: 7 Falsafah dan 17 Kelompok Ayat Al-Quran.
Buku lainnya yang cukup berpengaruh adalah karya Junus Salam, KH Ahmad Dahlan: Amal dan Perjuangannya. Karya Yusron Asrofi, Kyai Haji Ahmad Dahlan: Pemikiran dan Kepemimpinannya. Abdul Munir Mulkhan menulis Pemikiran KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Dalam Perspektif Perubahan Sosial. Buku Mulkhan lainnya Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan. Ada juga karya Nur Khozin dan Isnudi, Adi Nugraha, Hery Sucipto, Imron Mustofa, hingga M Anwar Djaelani. Museum Kebangkitan Nasional Kemendikbud RI menerbitkan KH Ahmad Dahlan (1868-1923). Muncul juga novel biografi Kiai Dahlan karya Haidar Musyafa, Didik L Hariri, hingga Akmal Nasery Basral.
Keseluruhan buku itu banyak sisi tentang Kiai Dahlan sebagai sosok pembaharu. Kiai menyadari bahwa cita-citanya akan lebih berhasil ketika dijalankan secara bersama melalui wadah organisasi. Mendirikan organisasi Islam pembaharu di era masyarakat yang terpengaruh takhayul, bid’ah, dan khurafat, merupakan tantangan berat. Ia menjalankan agenda pemurnian dan sekaligus pembaharuan. Berlaku prinsip bagi pembaharu, awalnya dibenci tetapi diam-diam diikuti.
Berbeda dengan buku-buku yang sudah ada, karya Sukrianto AR ini juga menarasikan sisi lain Kiai Dahlan dalam kehidupan keluarga. Bahwa Kiai Dahlan merupakan produk dari suatu zaman yang memposisikan Kiai begitu tinggi, dan masyarakat merasakan bahwa memiliki garis keturunan kiai merupakan suatu cara mendapatkan kemuliaan.
Kiai Dahlan muda (20 tahun) menikahi Siti Walidah (16 tahun), sepupunya sendiri, anak kiai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Bersama Siti Walidah, Kiai Dahlan memiliki enam anak: Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan (Jumhan), Siti Aisyah, Siti Yuharoh (Zaharah).
Kemudian Kiai Dahlan menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Pernikahan ini diawali dengan keinginan Kiai Dahlan untuk menyebarkan dakwahnya di lingkungan Keraton. Keraton mengizinkan Kiai dengan syarat menikahi perempuan Keraton. Demi kepentingan dakwah, pernikahan ini dijalankan. Sejak itu, halangan dakwah dari abdi dalem hilang.
Kiai Dahlan juga menikah dengan Nyai Rum, adik kiai Munawwir Krapyak. Mulanya, Kiai Munawir tinggal di Kauman. Di Kauman ada banyak sekali kiai, Kiai Munawir disarankan oleh Habib Said Syagaf untuk pindah ke Krapyak. Guna tetap menjaga hubungan baik kiai Kauman dan kiai Krapyak, Kiai Dahlan diminta untuk menikahi Nyai Rum.
Ada banyak cerita lainnya. (Muhammad Ridha)