YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Muhammadiyah tidak pernah melarang kadernya untuk terjun ke dunia politik, bahkan mendorong mereka berkiprah melalui jalan politik. Akan tetapi Ketua Umum Pimpinan Pusat Haedar Nashir berpesan agar jangan sampai pergumulannya di dunia politik membuat sang kader melakukan praktek-praktek ilegal seperti menggunakan simbol atau atribut organisasi untuk kepentingan politik yang prakmatis.
Haedar mengingatkan para kader untuk selalu berpegang teguh pada Khittah Muhammadiyah. Pesan tegas tersebut disampaikan Haedar pada, Ahad (30/4) di acara Silaturahmi Idulfitri 1444 H di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Pesan tersebut disampaikan Haedar Nashir agar energi Persyarikatan tidak terkuras habis hanya untuk urusan Pemilu 2024. Sebab masih banyak ladang garapan dakwah Muhammadiyah yang membutuhkan banyak energi dan perhatian. Ia mengaku bahwa PP Muhammadiyah telah memiliki mekanisme tersendiri dalam mengatur anggotanya yang masuk ke dalam tim pemenangan politik. Yang bersangkutan bisa melalui mekanisme non-aktif di organisasi. Mekanisme ini dimaksudkan untuk mendukung para kader potensial Muhammadiyah memaksimalkan potensinya berjuang di jalur partai politik, namun tetap membawa misi Muhammadiyah.
Pesta politik yang akan berlangsung beberapa bulan lagi itu menarik perhatian Guru Besar Sosiologi UMY. Ia berpesan supaya Pemilu 2024 dilaksanakan tepat waktu dan berlangsung secara bersih, jujur, adil, serta demokratis dan bermartabat. Oleh karena itu dirinya mendorong warga Muhammadiyah supaya menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2024 mendatang.
“Khusus kepada para kader dan seluruh warga Muhammadiyah yang memiliki kecenderungan berpolitik praktis, agar selalu berpegang teguh pada Khittah Muhammadiyah. Sebagai produk organisasi, Khittah Muhammadiyah wajib diikuti oleh seluruh institusi dan warga Persyarikatan,” tegas Haedar.
Meski begitu, organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan itu tidak akan pernah mengintervensi pilihan warganya terkait bakal calon presiden mana yang akan dipilih. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada warganya untuk menentukan sendiri siapa yang layak memimpin Indonesia ke depan. “Dalam membangun bangsa, jadilah petugas misi Muhammadiyah, bukan petugas partai di Muhammadiyah,” tutupnya. (ppm/diko)