Mencari Nafkah yang Halal

Mencari Nafkah yang Halal

Oleh: Tito Yuwono

Dalam mengarungi kehidupan

Mencari nafkah adalah kewajiban

Untuk memenuhi kebutuhan

Jangan abai dan bermalasan

 

Berbekal ilmu dan taat

Bekerja dengan semangat

Rejeki yang didapat

Bermanfaat dunia akhirat

 

Bismillah, Alhamdulillah, washolatu wassalaamu ‘alaa Rasulillah. Puji syukur kehadirat Allah Ta’ala yang telah menciptakan kita sebagai manusia yang merupakan sebaik-baik penciptaan. Bersyukur juga, Allah Ta’ala memberikan petunjuk kepada kita dalam mengarungi kehidupan ini. Sehingga berjalan dengan selamat dan tidak tersesat. Salah satu petunjuk agama adalah berkaitan dengan bagaimana manusia menjaga keberlanjutan kehidupannya dengan baik.

Karena kasih sayang-Nya, Allah Ta’ala menyediakaan sumber-sumber di dunia ini untuk kehidupan manusia. Juga menciptakan siang untuk mencari nafkah serta malam untuk istirahat. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Annaba ayat 10 dan ayat 11.

وَجَعَلْنَا ٱلَّيْلَ لِبَاسًا

Artinya: “Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian”,

وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًا

Artinya: “Dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan”,

Allah Ta’ala juga berfirman dalam Quran Surat Al-A’raf ayat 10.

وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.

Juga para Nabi adalah orang yang sangat rajin bekerja dengan berbagai profesi Beliau. Nabi Adam berprofesi sebagai petani, Nabi Nuh berprofesi sebagai tukang kayu, Nabi Idris berprofesi sebagai penjahit, Nabi Ibrahim dan Nabi Luth sebagai petani, Nabi Shalih sebagai pedagang, Nabi Daud sebagai pandai Besi serta Nabi Musa, Syu’aib dan Nabi Muhammad sebagai pedagang dan penggembala.

Demikianlah keteladanan Nabi dan Rasul, Selain Beliau berdakwah, Beliau masih tetap mencari nafkah. Hal ini menjadi teladan bagi kita, jangan sampai kita meninggalkan kewajiban mencari nafkah dengan alasan menjalankan dakwah atau ibadah yang lainnya. Sehingga akibatnya kita bisa menganiya kita sendiri ataupun keluarga kita.

Dalam kitab mukhtashor minhajul qashidin disampaikan bahwa ketika Imam Ahmad ditanya berkaitan dengan seorang laki-laki yang hanya tinggal di masjid dengan asumsi bahwa rejeki akan datang sendiri. Beliau menyampaikan bahwa orang tersebut tak berilmu, bukankan Rasulullah bersabda Sesungguhnya Allah menjadikan Rejekiku di bawah lindungan tombakku. Juga Rasulullah bersabda ketika melihat burung, ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali pada sore hari dalam keadaan kenyang. Sehingga nafkah ini perlu dikhtiarkan. Bukan ditunggu-tunggu dan berpangku tangan.

Hal yang perlu mendapatkan perhatian utama dalam mencari nafkah adalah berkaitan dengan kehalalannya. Sehingga nafkah yang dihasilkan menjadi nafkah yang halal dan barakah. Kelak diakhirat akan ditanyakan bagaimana harta didapatkan dan bagaimana membelanjakannya. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ

Artinya: “Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu): tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan”. (HR Imam Tirmidzi).

Berkaitan dengan ini kita harus mengetahui dan membedakan pekerjaan yang halal dan pekerjaan yang haram. Juga pendapatan yang halal dan pendapatan yang haram. Jika pekerjaan kita haram, maka segera berhijrah/pindah ke pekerjaan yang diridhoi. Atau jika jenis pekerjaan kita sebenarnya halal namun dalam perbuatan di dalamnya mengandung unsur haram seperti rasuah, riba dan lain-lain, maka perbuatan yang model seperti ini kita jauhi.

Daging yang tumbuh dari yang tidak halal maka neraka lebih layak untuknya. Sebagaimana peringatan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

إِنَّهُ لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ النَّارُ أَوْلَى بِهِ

Artinya: ”Sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari harta yang haram. Neraka lebih pantas untuknya”. (HR Imam Ahmad)

Demikianlah tulisan ringan untuk motivasi dan memberikan semangat mencari nafkah dengan jalan yang halal. Semoga Allah Ta’ala mudahkan dan bukakan kepada kita nafkah yang halal dan barakah.

Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.

Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, dan Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta

Exit mobile version