Mengantisipasi Penyakit Kebesaran di Tubuh Persyarikatan

Mengantisipasi Penyakit Kebesaran di Tubuh Persyarikatan

Mengantisipasi Penyakit Kebesaran di Tubuh Persyarikatan

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ciri utama perempuan berkemajuan adalah berada di tengah. Sehingga memungkinkannya berdialog dengan golongan yang ada di kanan atau kiri. Berada di tengah dari dua kutub ekstrem inilah Aisyiyah mesti bergerak dinamis. Hal ini disampaikan Haedar Nashir dalam acara peringatan Milad Aisyiyah ke-106 yang berlangsung di Amphitarium Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada Jum’at, 19 Mei 2023. Pesan ini terucap bukan tanpa alasan. Pasalnya posisi perempuan selalu termarjinalkan dan terdiskriminasi di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mengamini hal tersebut, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pun mendorong Aisyiyah untuk segera melakukan akselerasi gerakan berkemajuan di berbagai bidang dan tingkatan. Menurutnya akselerasi adalah upaya pembebasan dari situasi, budaya, serta struktur yang mendiskreditkan peran perempuan. Melakukan berbagai usaha pemberdayaan secara kolektif, progresif dan dinamis.

Selain itu dihadapan seluruh ibu-ibu berseragam batik hijau khas Aisyiyah, Haedar mengingatkan agar selalu waspada terhadap penyakit kebesaran yang menghinggapi banyak organisasi besar. Merasa diri aman, merasa diri mapan, dan merasa diri telah besar sehingga ia mengira sudah tidak ada lagi yang bisa menandinginya. Tentu pemikiran semacam ini sangat berbahaya di tengah gelombang perubahan yang sangat cepat. Transformasi hanya mungkin dilakukan jika terjadi pergeseran mindset dari yang lama kepada mindset baru yang progresif dan berkemajuan.

“Kita mesti belajar dari perusahaan-perusahaan besar yang saat ini tenggelam karena tak mampu menghadapi perubahan. Para CEO perusahaan besar tersebut mengaku bahwa mereka tidak melakukan kesalahan apa pun. Mereka merasa benar sehingga tak mau menerima masukan,” ujar Haedar.

Era disrupsi mengharuskan seluruh elemen persyarikatan sadar untuk segera mendeteksi penyakit apa yang ada di dalam tubuh organisasi yang membuatnya sulit bergerak melakukan transformasi. Menyikapi hal ini, teologi perubahan dalam Islam menjadi sesuatu yang sangat fundamental untuk mengangkat penyakit tersebut. Bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri.

Di momentum Milad ke-106, Aisyiyah perlu kembali berorientasi pada kemajuan dengan mengkapitalisasi segala potensi yang ada dari tingkat pusat hingga ranting. Haedar mencontohkan, transformasi pembangunan generasi emas 2045 yang titik pangkalnya adalah PAUD dan TK yang berada di bawah naungan Aisyiyah. “Oleh karena itu kami mengapresiasi seluruh kader persyarikatan di pelosok-pelosok negeri yang secara tulus berkhitmat di Amal Usaha Muhammadiyah dan Aisyiyah. Sehingga kita yang berada di pusat ini tidak terninabobokan,” tegasnya. (diko)

Exit mobile version