YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia I Gusti Ayu Bintang Darmawati, SE, MSi menghadiri secara langsung resepsi Milad Aisyiyah ke-106 tahun. Resepsi Milad Aisyiyah yang mengusung tema “Kepemimpinan Perempuan Mencerahkan Peradaban” ini digelar Jumat (19/5) bertempat di Kampus 4 Amphitarium Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta.
Dalam sambutannya, I Gusti Ayu Bintang mengatakan pengangkatan tema Milad Aisyiyah ini menjadi refleksi dari keberadaan kostitusi Undang-Undang Dasar 1945. Di dalam konstutusi tersebut, ditegaskan seluruh warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama kendati demikian terjadi perbedaan agama, bahasa, ras, dan golongan.
Sementara itu, kepemimpinan perempuan begitu rupa relevan bagi keberlanjutan masa depan bangsa. Di mana Aisyiyah memiliki corak kepemimpinan yang transformatif, ideologis, dan juga responsif. Ini sebagai modal utama menggerakkan roda kepemimpinan Aisyiyah. Berikut beserta kehadiran rumusan Risalah Perempuan Berkemajuan hasil Muktamar Aisyiyah 2022. Dirinya memandang rumusan ini penting sekaligus dijadikan rujukan memajukan perempuan di seantero nusantara.
Aisyiyah menurut penuturan I Gusti Ayu Bintang selama ini telah menjalin kerja sama dan kolaborasi dengan Kementerian PPPA. Dengan jalinan kerja sama ini, meniscayakan titik temu Aisyiyah dengan Kementerian PPPA di dalam menciptakan kualitas pemberdayaan anak dan perempuan lebih baik dan berkualitas.
“Kami di Kementerian PPPA senantiasa melakukan sinergi, kolaborasi, dan kerja bersama. Kita sudah bangun dengan Aisyiyah. Hal itu bertujuan untuk memaksimalkan dan meningkatkan kapasitas perempuan serta perlindungan anak,” ujarnya.
I Gusti Ayu Bintang menyatakan jauh sebelum Indonesia merdeka, perempuan-perempuan hebat Indonesia telah terlibat langsung di dalam membela bangsa dan negara. Mereka antara lain Nyi Ageng Serang, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Raden Adjeng Kartini, Maria Josephine Catherine Maramis, dan Nyai Haji Walidah Ahmad Dahlan.
Akan tetapi, di sisi lain, I Gusti Ayu Bintang menambahkan keterlibatan kaum perempuan Indonesia sering tidak terangkat karena nilai patriarki. Yaitu perilaku mengutamakan laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu.
“Namun nilai patriarki yang dalam masyarakat membuat keberadaan dan aktivitas pejuang dan tokoh perempuan, termasuk partisipasinya dalam politik sering tidak terdengar, tercatat atau bahkan tidak terangkat,” katanya.
I Gusti Ayu Bintang mengatakan telah banyak ulama perempuan Indonesia yang berkiprah dan berkontribusi untuk bangsa dan negara. Kesemuanya itu disatukan di dalam implementasi pada bidang pendidikan, kesehatan, sosial-kemasyarakatan, sekaligus pemberdayaan. Sehingga hal ini menjadi pembuka jalan dengan saling mengisi untuk menjawab sederet persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat.
“Saat ini semakin banyak ulama perempuan yang menjadi guru, dosen, peneliti, profesor, ketua majelis taklim, ketua organisasi, penggiat sosial, dan masih banyak lagi yang mencatatkan karya-karya bagi kemaslahatan umat. Demikian juga pemikiran dan pandangan ulama dan tokoh perempuan ‘Aisyiyah telah banyak mempengaruhi dan menginspirasi dalam perjuangan mengangkat derajat perempuan,” ucapnya.
Lebih lanjut, I Gusti Ayu Bintang mengungkapkan bahwa Aisyiyah kanal kepemimpinan perempuan terbesar di Indonesia. Dengan demikian, ini menjadi momentum untuk menjadi kekuatan di dalam bergerak bersama memperjuangkan perubahan. Selain daripada perubahan meningkatkan kualitas hidup perempuan dan anak.
“Perjuangan mencegah berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Serta perjuangan penerimaan laki-laki yang berada di bawah kepemimpinan perempuan,” tandasnya.
Dalam kesempatan ini, I Gusti Ayu Bintang melakukan penandatangan MoU dengan PP Aisyiyah. Adapun penandatangan Mou ini dalam rangka sinergitas penguatan kapasitas perempuan dan perlindungan anak. (Cris)