Islam Hadir untuk Membangun Peradaban Utama
KARANGANYAR, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi melakukan kunjungan kerja di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (24/5). Kunjungannya kali ini bertandang ke Kampus Universitas Muhammadiyah Karanganyar (UMUKA) untuk mengahadiri rangkaian kegiatan Groundbreaking Gedung 7 lantai sekaligus Sidang Terbuka Senat Milad ke-1 UMUKA. Dalam kesempatan yang sama, juga mengisi orasi ilmiah dengan tema “Cerdas Membangun Peradaban Utama.”
Turut hadir Bupati Karanganyar, Drs H Juliyatmono, MM, Wakil Bupati Karanganyar, H. Rober Christanto, SE., MM, Kabag Umum LLDIKTI Wilayah VI Jawa Tengah, Adhrial Refaddin, SIP., MPP, Anggota Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Prof Dr Harun Joko Prayitno, Rektor UMUKA, Drs H Muh Samsuri, MSi, Forkopimda Karanganyar, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Terkait Groundbreaking, Haedar menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas ikhtiar yang ditunaikan. Dari ikhtiar itu kemudian, UMUKA memasuki usia 1 tahun sejak memperoleh izin dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nomor 332/E/O/2022 pada tahun 2022 silam.
“Kami menghargai segala ikhtiar begitu rupa dilakukan. Saya yakin perpaduan antara dukungan dari eksternal dengan kerja samanya bisa disenyawakan dengan inner dynamic. Yaitu etos kerja, semangat, dan kebersamaan untuk membesarkan kampus ini. Gedung ini Insyaallah terbangun dan menjadi tonggak usaha mencerdaskan kehidupan bangsa, khusus di Karanganyar maupun di ranah kebangsaan,” ucapnya.
Kemudian memasuki sesi orasi, Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah bukan lagi, akan tetapi sudah meletakkan fondasi kecerdasan untuk membangun peradaban utama. Menurutnya peradaban sebagai puncak dari kebudayaan yang mana menjadi sistem pengetahuan kolektif manusia yang mengandung banyak elemen. Yakni elemen agama, ekonomi, politik, sistem-sosial, mata pencaharian, pertanian, teknologi, dan berbagai elemen lainnya.
“Peradaban itu puncak dari kebudayaan. Dari kebudayaan itu manusia bisa hidup bersama membangun kemajuan bersama. Peradaban menjadi sasaran dari kebudayaan yakni kebudayaan yang kualitasnya puncak,” ujarnya.
Haedar mengungkapkan jika peradaban Indonesia memiliki jejak kemajuan. Yakni di era kejayaan Sriwijaya, Samudera Pasai, sampai kepada Majapahit. Dengan berjalannya waktu, muncul peradaban secara fisik, seperti candi dan masjid. Walaupun memiliki jejak kemajuan, akan tetapi Haedar mengatakan peradaban Indonesia belum bisa mencapai kepada puncaknya karena sumber daya manusia belum dimanfaatkan secara optimal.
“Kita belum sampai kepada peradaban maju (puncak, red) karena kita belum bisa menjadi bangsa yang memproduk ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Kuncinya pada sumber daya manusia,” terangnya.
Pada orasi itu, Haedar menyebut bahwa sekarang ini berada di peradaban modern. Karakteristik dari peradaban modern ditandai dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi kemajuan super pesat. Sampai kemudian pada akhirnya, peradaban modern meluas sampai ke seluruh kawasan global. “Jadi peradaban modern ini memang dibangun dalam proses lama,” jelasnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menyebut bahwa peradaban Islam jauh sebelum dunia barat modern, Islam terlebih dulu telah menunjukkan eksistensinya sebagai peradaban modern. Hal itu dibuktikan dengan kiprah Nabi Muhammad Saw yang meletakkan Islam sebagai agama peradaban (din al-hadlarah).
Ketika Nabi Muhammad Saw dalam tempo 23 tahun mendakwahkan Islam sebagai reaktualisasi gerak transformatif bagi Bangsa Arab. Yaitu melakukan transformasi Bangsa Arab yang kala itu bercorak jahiliyah menjadi peradaban mencerahkan (Al-Madinah Al-Munawwarah). Di sinilah, esensi utama Islam hadir, tidak lain tidak bukan sebagai agama membangun peradaban utama.
“Wahyu pertama bukan tentang salat, tapi Iqra’. Allah punya desain besar bahwa Islam hadir—apalagi Islam sebagai agama akhir zaman—memang untuk membangun peradaban utama. Maka wahyu pertama adalah Iqra’. Yang kemudian kita belakangan sering tidak menyeimbangkan bahwa yang disebut Islami itu kalau ibadahnya intens. Itu bagus, tapi bukan hanya itu. Mewujudkan Iqra’ menjadi energi untuk membangun peradaban. Intinya bahwa Islam itu lahir sebagai agama untuk membangun peradaban utama,” katanya. (Cris)