Muhammadiyah dan NU Rumuskan Isu Strategis

Muhammadiyah dan NU Rumuskan Isu Strategis

JAKARTA, Suara Muhammadiyah—Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan kunjungan balasan ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Keramat Raya, No. 164, Jakarta Pusat pada Kamis, 25 Mei 2023. Pertemuan pengurus dua organisasi Islam terbesar ini berlangsung dalam suasana penuh kekerabatan.

Kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir. Turut hadir Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas, Saad Ibrahim, Agus Taufiqurrahman, serta Sekretaris PP Muhammadiyah Muhammad Sayuti dan Izzul Muslimin. Sementara itu, Ketua Umum PBNU Gus Yahya menerima rombongan PP Muhammadiyah bersama dengan Wakil Ketua Umum Amin Said Husni, Wakil Sekjen Suleman Tanjung, M Najib Azca, dan Imron Rosyadi Hamid.

Haedar menyampaikan bahwa kedatangan rombongan PP Muhammadiyah ke Kantor PBNU merupakan kunjungan balasan pasca Muktamar ke-48 Muhammadiyah di Surakarta pada 2022. Meski demikian, antara Muhammadiyah dengan NU sudah menjalin komunikasi intensif sejak lama. Dalam kunjungan ini, ada tiga agenda penting yang dibicarakan yaitu terkait dengan isu ekonomi, politik, dan kepemimpinan moral menjelang gelaran Pemilu 2024.

Muhammadiyah dan NU, kata Haedar, bagaikan dua sayap yang menerbangkan keislaman dan keindonesiaan. Antara Muhammadiyah dengan NU, ditemukan begitu banyak kesamaan. “Kita ini dibolak-balik ya Islam. Maka dari itu, kita terus mengelorakan Islam yang damai, mencerahkan, dan memajukan,” kata Haedar Nashir.

Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf sepakat bahwa isu strategis dalam konteks keumatan dan kebangsaan saat ini adalah penguatan ekonomi yang berkeadilan, politik, dan moral supaya tidak terjadi lagi pembelahan akibat hajatan lima tahunan. “Kami setuju dengan yang disampaikan oleh Muhammadiyah tentang urusan ekonomi, politik, dan moral. Sebab saat ini publik kehilangan sosok yang ditiru untuk urusan moral,” tutur Gus Yahya.

Bercermin dari fenomena ‘akrobat’ politik pada Pemilu 2019, yang mengakibatkan pembelahan dan itu dirasakan sampai sekarang, Gus Yahya menghendaki adanya kontestasi politik yang tidak membawa-bawa agama sebagai ‘kendaraan’ untuk meraup suara. Menurutnya, para politisi yang akan maju dalam pertarungan Pemilu 2024, semestinya beradu gagasan tentang kebangsaan, supaya pemilu lebih produktif. (ppmuh/ribas)

Exit mobile version