BANTUL, Suara Muhammadiyah – Tokoh bangsa sekaligus Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode 1998-2005 Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif, MA atau akrab dipanggil Buya Syafii, telah wafat di usia 87 tahun. Wafatnya pada hari adiluhung, Jumat (27/5) di RS PKU Muhammadiyah Gamping, Sleman tahun 2022 silam. Semua orang merasa kehilangan terhadap sosok yang memiliki jiwa indah, jiwa bening, dan selalu dekat dengan seluruh kalangan masyarakat, tanpa diskriminatif.
Kepergiannya niscaya meninggalkan duka dan kenangan. Karenanya ketika tahun ini di bulan Mei, tepat 1 tahun Buya Syafii wafat, Maarif Institute berkolaborasi dengan Anak Panah dan Kiniko Art/Sarang Building menggelar kegiatan Wirid Kebangsaan: Mengenang Ahmad Syafii Maarif. Kegiatan tersebut dipusatkan di Kiniko Art Sarang Building, Kalipakis, Tirtonirmolo, Bantul dan dibukan pada Sabtu (27/5).
Pembukaan kegiatan di hadiri secara langsung oleh beberapa tokoh, antara lain Pimpinan Pondok Pesantren Raudlotut Tholibin Rembang, Dr (HC) KH Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus). Kehadiran Gus Mus dalam rangka membuka secara resmi kegiatan Wirid Kebangsaan sekaligus memberikan orasi kebudayaan.
Tampak hadir sejumlah tokoh, antara lain Aktor, Butet Kartaredjasa, Pendiri dan Kurator OHD Museum Seni Rupa Modern dan Kontemporer, dr Oei Hong Djien, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof Dr Phil Al Makin, SAg., MA, Dewan Pakar Majelis MPKSDI PP Muhammadiyah, Prof Dr H Muhammad Amin Abdullah, Direktur Eksekutif Maarif Institute, Abd Rohim Ghazali, MSi, Pendiri Anak Panah, Erick Tauvani Somae, SHI., MHI, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Melalui orasinya, Gus Mus mengatakan hal ihwal sosok Buya Syafii yang memiliki perangai lain daripada orang pada umumnya. Diungkapkan olehnya bahwa Buya Syafii merupakan salah satu sosok yang selalu menyemai benih-benih kebajikan kepada semua orang dan juga cinta kepada Indonesia secara tulus tanpa dibuat-buat.
“Orang mencintai Indonesia banyak. Orang yang mencintai ilmu banyak. Orang yang setia kawan banyak. Tapi orang yang terus mencintai Indonesia. Orang yang terus baik kepada semua orang. Orang yang selalu jujur, terbuka, dan jernih berpikir, ini salah satu hal yang paling sulit ditemukan saat ini,” tuturnya.
Jejak kehidupan Buya Syafii menunjukkan sangat eksplisit tidak pernah canggung kepada orang. Selalu dekat dan mendekat sesama masyarakat. Jiwanya memiliki rasa kemanusiaan nan autentik yang tulus kepada semua. Memiliki ilmu luas, tawaduk, hatta dijadikanlah sebagai tokoh rujukan, tokoh panutan, sekaligus tokoh yang ditiru bagi seluruh elemen masyarakat.
Memang telah terlukiskan dalam memori orang-orang terdekat Buya Syafii, selalu konsisten terhadap nilai kemanusiaan dan egalitarianisme. Sehingga menurut Gus Mus, Buya Syafii selain menjelma sebagai guru bangsa, guru beriman, kompas moral, pada saat yang bersamaan, juga menjelma sebagai seorang wali yang laik untuk dijadikan pemancar ketaladanan sepanjang masa.
“Maka menurut saya sebagai orang NU (Nahdlatul Ulama) yang memiliki kepercayaan wali, saya mengatakan Buya Syafii ini wali, walinya Indonesia,” ungkapnya.
Gus Mus mengatakan, alasan menyematkan gelar wali kepada Buya Syafii. Karena menurutnya, wali menurut Al-Qur’an merupakan seseorang yang tidak merasa khawatir. Sebagaimana terlukis dalam QS Yunus [10] ayat 62, lā khaufun ‘alaihim wa lā hum yaḥzanụn. Yaitu seorang wali tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Dan, Buya Syafii telah menunjukkan hal itu selama masa hidupnya: tidak ada rasa khawatir, tidak takut di kritik, dan selalu bergembira.
“Itu yang ada pada diri Buya Syafii. Syaratnya kalau anda ingin menjadi wali yaitu tidak punya rasa takut (khawatir) dan bersedih hati. Lakukanlah seperti yang dilakukan oleh Buya Syafii. Yaitu kalau baik terus berlaku baik. Kalau bergurau terus bergurau. Kalau mencintai terus mencintai tanpa henti dan terputus,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gus Mus mengungkapkan Buya Syafii memiliki perangai istikamah. Perangai tersebut sangat melekat dalam jiwa Buya Syafii. Dalam hidupnya, Buya Syafii sangat humanis dan rendah hati. Niscaya tahu bagaimana memosisikan dirinya sebagai seorang cendekiawan, agamawan, maupun ilmuwan. Inilah salah satu bentuk idealisme dari Buya Syaffi yang begitu nyata terpotret dalam beragama, berbangsa, dan berindonesia.
“Buya Syafii itu pribadi yang langka dijumpai. Bukan karena kesibukannya, kesederhanaannya, tapi keistikamahannya dalam segala hal. Sangat sulit menemukan dan juga tidak banyak dijumpai orang-orang seperti Buya Syafii di zaman sekarang,” jelasnya. (Cris)