Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nifʻan Nazudi
Telah diuraikan pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (12) tentang duduk tasyahud akhir untuk mengakhiri shalat. Pada shalat yang terdiri atas dua rakaat, kita lakukan tasyahud akhir setelah bangun dari sujud kedua pada rakaat kedua.
Ada beberapa hal penting yang perlu mendapat penekanan kembali, yakni duduk tasyahud akhir, kita lakukan dengan duduk tawaruk. Duduk tawaruk adalah duduk dengan memasukkan (memajukan) kaki kiri di bawah kaki kanan, sedangkan telapak kaki kanan ditegakkan dengan jari-jari ditekuk dan ujung-ujungnya mengarah ke kiblat dan duduk dengan bertumpukan pantat di atas lantai (di tempat shalat).
Pada saat duduk tawaruk, kita meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut, dengan menghamparkan jari-jari tangan kiri di atas lutut kiri. Jari kelingking, jari manis, dan jari tengah tangan kanan digenggam, dan ibu jari tangan kanan menyentuh jari tengah tangan kanan, serta jari telunjuk tangan kanan diacungkan pada saat memulai membaca doa tasyahud (at-taḥiyyātu lillāh). Kita pahami pula bahwa telunjuk diacungkan dan tidak digerak-digerakkan.
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (13) ini diuraikan kaifiat mengacungkan telunjuk, membaca doa tasyahud akhir, membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membaca doa perlindungan kepada Allah subhanu wa Ta’āla. Di dalam HPT 3, hal tersebut diuraikan pada halaman 583-587.
Kapan Mulai Mengacungkan Telunjuk?
Di dalam Tanya Jawab Agama Jilid 5 (hlm. 44-46) Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan bahwa mengacungkan telunjuk dilakukan sejak mulai membaca tasyahud. Hal itu didasarkan hadis-hadis berikut ini.
HR Muslim
“Dari ‘Umar raḍiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam apabila duduk untuk tasyahud, meletakkan tangan kiri pada lutut kirinya, dan yang kanan pada lutut kanannya, serta mengacungkan telunjuknya. Dan menurut riwayat lain, Nabi mengepalkan semua jarinya dan mengacungkan telunjuknya.”
HR Ahmad, Muslim, dan Nasa’i
“Dari Zaubair raḍiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah apabila duduk untuk tasyahud meletakkan tangan kanan pada pahanya yang kanan, dan tangan kiri pada pahanya yang kiri, dan mengacungkan telunjuknya dan pandangannya tidak melampaui isyarat tersebut.”
HR Ahmad
“Dari Wail bin Hujr … Nabi mengacungkan telunjuk kemudian mengangkat jari-jarinya (tangan) dan menggerakkannya dan berdoa dengan cara seperti itu.”
HR Abu Dawud
“Nabi mengacungkan jari (telunjuk) bila berdoa dan tidak menggerakkannya.”
Dari ketiga hadis tersebut tidak ada satu pun yang di dalamnya dijelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengacungkan telunjuk ketika mengucapkan kalimat tertentu misalnya lafal illallāh. Dalam kenyataan, ada sebagian muslim yang mengacungkan telunjuk pada saat tasyahud ketika mengucapkan illallāh.
Cara yang demikian kiranya tidak sesuai dengan contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cara yang sesuai adalah mengacungkan telunjuk sejak kita membaca attaḥiyyāt.
Membaca Doa Tasyahud
Sekurang-kurangnya ada dua doa tasyahud yang pernah diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana terdapat di dalam hadis-hadis, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
HR al-Bukhari dan Muslim
“Dari Syaqīq Ibn Salamah [diriwayatkan bahwa] ia berkata, ‘Abdullāh [Ibn Masʻūd] mengatakan, Tatkala suatu kali kami shalat di belakang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kami membaca, As-salāmu ‘alā Jibrila wa Mīkāla, As-salāmu ‘alā Fulān wa Fulān. Lalu, Rasulullāh shallallahu ‘alaihi wasallam menoreh ke arah kami dan bersaabda, “Sesungguhnya, Allah itu adalah as-Salām, maka apabila salah seorang dari kamu shalat, hendaklah mengucapkan, Attaḥiyyātu lillāhi waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. Assaalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Jika kamu sekalian membaca itu, hal itu akan meliputi semua hamba Allah yang saleh, yang ada di langit dan di bumi. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh.”
HR Muslim
“Dari Ibn Abbās [diriwayatkan] bahwa dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada kami tasyahud seperti beliau mengajar kami surat al-Qurʻan. Beliau mengucapkan, At taḥiyyatul mubārakātuṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibātu lillāh. Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadar-rasūlullāh” (Segala kehormatan yang penuh berkah [dan] keagungan dan segala yang baik-baik adalah kepunyaan Allah. Kedamaian semoga dilimpahkan kepadamu wahai Nabi, begitu pula rahmat dan keberkahan dari Allah. Kedamaian juga semoga dilimpahkan kepada kita dan semua hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan melainkan Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu usutusan-Nya).”
Membaca Shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
Setelah membaca tasyahud, kita membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Ada dua hadis yang dirujuk di dalam HPT 3 (hlm. 585-586), yang transkrip dan maknanya sbagai berikut.
HR asy-Syāfiʻī di dalam Kitab al-Musnad
“Dari Kaʻb Ibn ‘Ujrah raḍiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam [diriwayatkan] bahwa beliau mengucapkan di dalam shalat, Allāhumma șalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm wa bārik ‘alā Muḥammad wa āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm. Innaka ḥamīdum majid. (Ya, Allah! Beri ṣalawatlah kepada Muḥammad dan kepada keluarga Muḥammad sebagaimana Engkau beri ṣalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan beri berkahlah kepada Muḥammad dan keluarga Muḥammad sebagaimana Engkau beri berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya, Engkau Maha Terpuji lagi Mahamulia.)”
HR Muslim
“Dari Abū Masʻūd al-Anṣārī [diriwayatkan bahwa] dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami ketika kami berada dalam majelis Saʻad Ibn ‘Ubādah, maka Basyir bin Saʻd berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Allah memerintahkan kami untuk mengucapkan ṣalawat untukmu wahai Rasulullah. Lalu, bagaimana cara berṣalawat atasmu? Abū Masʻūd al-Anṣārī meneruskan riwayatnya.”Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terdiam hingga kami berpikir semestinya dia tidak menanyakan hal itu kepada beliau. Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Katakanlah, “Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita ‘alā āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā āli Ibrāhīm. Fil-ālamīna innaka ḥamīdum majid. (Ya, Allah! Beri ṣalawatlah kepada Muḥammad dan kepada keluarga Muḥammad sebagaimana Engkau beri ṣalawat keluarga Ibrahim, dan beri berkahlah kepada Muḥammad dan kepada keluarga Muḥammad sebagaimana Engkau beri berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya, di alam semesta hanya Engkaulah Yang Maha Terpuji lagi Mahamulia.)”
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, kita ketahui bahwa tidak ada kalimat sayyidina, baik sebelum kata Muhammad maupun sebelum kata Ibrahim. Oleh karena itu, agar amalan shalat kita sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat” kita tidak perlu menambah kalimat sayyidina.
Membaca Doa Perlindungan kepada Allah
Sebelum mengucapkan salam untuk menutup shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan tuntunan berdoa, sebagaimana terdapat di dalam HR Muslim, yang transkrip dan maknanya sebagai berikut.
“Dari Abū Hurairah [diriwayatkan] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Jika salah seorang dari kalian bertasyahud, hendaklah minta perlindungan dari empat hal dengan mengatakan, Allāhumma innī a’ūżubika min ‘aźābi jahannam, wa min aźābil-qabr, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāt, wa min syarri fitnatil masīḥid-dajjāl. (Ya, Allah! Sungguh aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka jahanam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari kejahatan fitnah dajjal.)”
Allahu a’lam
Mohammad Fakhrudin, warga Muhamadiyah tinggal di Magelang Kota
Nif’an Nazudi, Dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo