Idul Adha 1444 H Kembali Berbeda
Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar
Tanggal 1 Zulhijah 1444 H di seluruh dunia sudah diputuskan, yang secara umum jatuh pada dua hari (tanggal) yang berbeda yaitu 19 dan 20 Juni 2023 M, yang ini berkonsekuensi pada perbedaan penetapan 10 Zulhijah (idul adha) di seluruh dunia pula yaitu ada yang menetapkan 28 Juni 2023 M dan ada yang menetapkan 29 Juni 2023 M.
Arab Saudi menetapkan 1 Zulhijah jatuh 19 Juni (berdasarkan rukyat), artinya 10 Zulhijah (idul adha) jatuh 28 Juni. Di Indonesia, Muhammadiyah juga menetapkan 1 Zulhijah jatuh 19 Juni, berdasarkan Hisab Hakiki Wujudul Hilal yang sudah ditetapkan sejak jauh hari, artinya 10 Zulhijah (idul adha) jatuh 28 Juni (yang kembali kebetulan sama dengan Arab Saudi). Dalam hal ini Muhammadiyah menetapkan bilangan bulan Zulkaidah 29 hari.
Sementara Pemerintah (Kemenag RI) menetapkan 1 Zulhijah jatuh 19 Juni (berdasarkan rukyat, imkan rukyat 3-6.4, dan sidang isbat), artinya 10 Zulhijah (idul adha) jatuh 29 Juni (yang kembali kebetulan berbeda dengan Arab Saudi). Dalam hal ini Kemenag RI menetapkan/menggenapkan bilangan bulan Zulkaidah 30 hari.
Muhammadiyah dan Pemerintah kali ini juga kembali berbeda (sebagaimana berbeda saat idul fitri 1444 H yang begitu kisruh itu) karena berbedanya metode dan kriteria yang digunakan. Muhammadiyah menggunakan Hisab Hakiki Wujudul Hilal yaitu semata hilal sudah wujud (positif) di atas ufuk pasca ijtimak/pasca gurub Matahari, tanpa perlu rukyat, dan berapa (derajat) pun ketinggian/posisinya, maka dalam hal ini awal bulan hijriah dinyatakan sudah tiba.
Sementara Kemenag RI menggunakan Hisab Imkan Rukyat 3-6.4 (ketinggian hilal minimal 3 derajat dan jarak bulan-matahari atau sudut elongasi pasca gurub Matahari minimal 6.4 derajat), yang tetap perlu melaksanakan rukyat, dan ditambah dengan diputuskan dalam Sidang Isbat oleh Menteri Agama RI atau Wakil Menteri Agama RI.
Adapun data astronomis hilal awal Zulhijah 1444 H di Indonesia: ijtimak (konjungsi) terjadi pada hari Ahad, 18 Juni 2023 M jam 11.37 WIB. Tinggi hilal di seluruh Indonesia sekitar 0 derajat sampai 2 derajat, dan sudut elongasi sekitar 4 derajat. Dari data astronomis ini sekali lagi menunjukkan sudah memenuhi kriteria Muhammadiyah sehingga awal Zulhijah ditetapkan 19 Juni (9 Zulhijah = 27 Juni & 10 Zulhijah = 28 Juni), dan belum memenuhi kriteria Pemerintah (Kemenag RI) sehingga awal Zulhijah ditetapkan 20 Juni (9 Zulhijah = 28 Juni & 10 Zulhijah = 29 Juni).
Dalam konteks ini patut dipertegas kembali bahwa fenomena klaim idul adha sama atau berbeda dengan negara Arab Saudi pada dasarnya tidak kontekstual dan tidak relevan diperdebatkan. Kali ini Muhammadiyah sama dengan Arab Saudi, sedangkan Kemenag RI berbeda, kali yang lain baik dulu dan akan datang bisa sebaliknya. Penyebabnya sekali lagi selain karena metode dan kriteria yang berbeda adalah karena lokasi geografis yang berbeda sehingga menyebabkan berbedanya posisi hilal pasca ijtimak dan pasca gurub Matahari di masing-masing tempat (negara). Secara fikih keputusan masing-masing seluruhnya sah dan dipahami serta diposisikan sebagai sebuah ijtihad yang harus dihormati dan karena itu masing-masing pihak harus saling menghargai.
Karena itu, perbedaan penetapan idul adha antara Indonesia dan Arab Saudi dan antara Kemenag RI dan Muhammadiyah kali ini kembali menegaskan problem global umat Islam hari ini yaitu belum tersedianya sistem penjadwalan waktu (kalender) yang terpadu dan terintegrasi di seluruh dunia. Maka, Kalender Islam Global, yaitu kalender yang menyatukan momen ibadah umat Islam dan aktivitas sipilnya di seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia adalah sebuah keniscayaan dan saat yang sama merupakan tuntutan peradaban. Namun fakta dan realitanya, masih banyak, bahkan dari kalangan elit intelektualnya, yang memandang pesimis ide ini, bahkan ada yang menganggap upaya ini sebagai sebuah halusinasi. Wallahu a’lam.
Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU & Kepala OIF UMSU