Oleh: Mohammad Fakhrudin dan Nifʻan Nazudi
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (13) diuraikan kaifiat mengacungkan telunjuk, membaca doa tasyahud akhir, membaca shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan membaca doa perlindungan kepada Allah Subhānahu wa Ta’āla.
Ada beberapa hal penting yang perlu kita perhatikan kembali, yaitu mengacungkan telunjuk kita lakukan sejak membaca attaḥiyyāt. Kita melakukannya demikian karena tidak ada hadis yang berisi penjelasan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengacungkan telunjuk ketika mengucapkan kalimat tertentu misalnya lafal illallāh.
Hal berikutnya yang perlu kita perhatikan juga adalah bahwa kita dapat membaca doa tasyahud yang terdapat di dalam HR al-Bukhari dan Muaslim, yakni Attaḥiyyātu lillāhi waṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibāt. Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh” atau tasyahud yang terdapat di dalam HR Muslim, yaitu At taḥiyyatul mubārakātuṣ-ṣalawātu waṭ-ṭayyibātu lillāh. Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa raḥmatullāhi wa barakātuh. Assalāmu ‘alainā wa ‘alā ‘ibādillāhiṣ-ṣāliḥīn. Asyhadu allā ilāha illallāhu wa asyhadu anna Muḥammadar-rasūlullāh”
Hal lain yang perlu juga kita perhatikan adalah membaca shalawat. Shalawat di dalam shalat yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Allāhumma șalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm wa bārik ‘alā Muḥammad wa āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā Ibrāhīm wa āli Ibrāhīm. Innaka ḥamīdum majid (HR asy-Syāfiʻī di dalam Kitab al-Musnad). Kita dapat juga membaca shalawat sebagaimana terdapat di dalam HR Muslim, yakni “Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā ṣallaita ‘alā āli Ibrāhīm, wa bārik ‘alā Muḥammad wa ‘alā āli Muḥammad, kamā bārakta ‘alā āli Ibrāhīm. Fil-ālamīna innaka ḥamīdum majid.
Hal selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah membaca doa mohon perlindungan, Allāhumma innī a’ūżubika min ‘aźābi jahannam, wa min aźābil-qabr, wa min fitnatil-maḥyā wal-mamāt, wa min syarri fitnatil masīḥid-dajjāl. (Ya, allah, sessungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa neraka jahanam, dari siksa kubur, dan dari fitnah hidup dan mati, dan dari keburukan fitnah al-masihid-dajjal)
Masih cukup banyak di antara muslim yang tidak membaca doa tersebut, padahal jelas-jelas ada tuntunannya di dalam hadis sahih. Namun, mereka malah menambah bacaan lain di dalam shalatnya, padahal tidak ada tuntunannya di dalam hadis yang dapat dijadikan rujukan.
Di antara bacaan tambahan yang tidak berdasarkan tuntunan adalah lafal rabbig firlī waliwālidayya setelah membaca wa lad-dāllīn. Bahkan, ada imam shalat yang melafalkan tambahan itu secara jahar.
Pada Shalat untuk Menjemput Rahmat (14) ini diuraikan subtopik mengakhiri shalat. Hal ini diuraikan di dalam HPT 3 (hlm. 587-590).
Ada dua hal pokok yang diuraikan berkenaan dengan subtopik tersebut sebagai berikut.
Mengucapkan Salam untuk Menutup Shalat
Setelah membaca tasyahud, membaca shalawat, dan membaca doa mohon perlindungan kepada Allah Subhānahu wa Taʻāla, kita mengahiri shalat dengan mengucapkan salam dua kali, yakni pertama mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan kedua mengucapkan salam sambil menoleh ke kiri. Baik ketika menoleh ke kanan maupun ke kiri, pipi kita harus dapat dilihat dari belakang.
Kaifiat itu berlaku, baik pada shalat wajib maupun pada shalat sunah; baik pada shalat dua rakaat, tiga rakaat, maupun pada empat rakaat. Berikut ini adalah transkrip dan makna hadis yang menjadi rujukan kita berkenaan dengan mengucapkan salam sebagai penutup shalat,
HR Abū Dawud, at-Tirmizi, Ibn Mājah, Ahmad, dan Abū Sa’id
“Dari Ali raḍiyallahu ‘anhu [diriwayatkan bahwa] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Kunci shalat itu adalah bersuci, permulannya adalah takbir, dan penyelesaiannya adalah salam.”
Hadis tersebut adalah sahih. Berdasarkan hadis tersebut, para ulama umumnya berpendapat bahwa menutup shalat dengan salam adalah wajib hukumnya. Ulama yang berpendapat bahwa menutup shalat dengan salam berhukum sunah adalah Abū Hanifah. Dia berpendapat demikian dengan alasan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika mengajari orang yang salah mengerjakan shalat. Beliau bersabda di dalam hadis sahih, yang maknanya sebagai berikut.
“Apabila hendak shalat, maka berwudulah sebagaimana diperintahkan oleh Allah azza wa jalla; kemudian, bacalah syahadat. Kemudian, bertakbirlah dan jika ada ayat al-Qurʻan yang engkau hafal, bacalah ayat itu. Jika tidak, bertahmid, bertakbir, dan bertahlillah. Kemudian, rukuklah hingga sempurna rukuknya; kemudian, bangkitlah dari rukuk hingga sempurna berdirinya.; kemudian, sujudlah hingga sempurna sujudnya; kemudian, duduklah hingga sempurna duduknya; kemudian, sujudlah lagi hingga sempurna sujudnya; lalu, berdirilah. Jika itu telah engkau lakukan, sempurnalah shalatmu.” [HR at-Tirmizi dan Ibn Mājah]
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hadis tersebut berisi petunjuk dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang yang salah mengerjakan shalat di depan beliau. Jadi, isi hadis tersebut bukan penegasan bahwa salam untuk menutup shalat berhukum sunah.
Dasar yang menguatkan pendapat tersebut adalah bahwa di dalam praktik shalatnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu menutup shalatnya dengan mengucapkan salam. Oleh karena itu, kita tentu mengerjakan shalat sesuai dengan contoh beliau, yakni menutup shalat dengan mengucapkan salam sambil menoleh ke kanan dan menoleh ke kiri dan pipi kita tampak dari belakang sebagaimana dijelaskan di dalam HR Muslim, yang maknanya sebagai berikut.
“Saʻad berkata, Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. bersalam ke arah kanan dan ke arah kirinya, sampai saya lihat putih pipinya.”
Dalam pelaksanaan mengucapkan salam untuk menutup shalat, ada sebagian muslim yang ketika menoleh ke kanan menyertainya dengan gerakan membuka tangan kanan sehingga telapak tangan kanannya menghadap ke atas. Kemudian, ketika mengucapkan salam sambil menoleh ke kiri, mereka membuka tangan kiri sehingga telapak tangan kirinya menghadap ke atas. Gerakan tangan yang demikian tidak ada tuntunannya. Oleh karena itu, kita tidak perlu melakukannya.
Sementara itu, ada di antara muslim ketika mengucapkan salam, tidak hanya menoleh ke kanan dan ke kiri mukanya, tetapi juga badannya. Gerakan yang demikian tentu berlebihan.
Lafal Salam
Cukup banyak muslim yang menutup shalatnya dengan mengucapkan lafal salam Assālamu ‘alaikum waraḥmatullāh (Semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu).
Boleh jadi, hal itu disebabkan oleh ketidaktahuannya. Mereka tidak tahu karena gurunya tidak memberikan penjelasan tentang ragam lafal salam sebagai penutup shalat dan keutamaan mengucapkan salam secara sempurna.
Sementara itu, ketika mengerjakan shalat jenazah, mereka menambah wa barakātuh (dan barakah dari Allah) sehingga menjadi, Assālamu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh (Semoga keselamatan, rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu).)
Berdasarkan HR Abū Dawud dan HR Muslim dan Abū Dawud, ada dua macam lafal salam sebagai penutup shalat. Berikut ini dikemukakan transkrip dan maknanya.
HR Abū Dawud
“Dari Wa’il [diriwayatkan bahwa] dia berkata, “Saya shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengucapkan salam ke kanan, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh”, dan ke kiri membaca, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh.”
Berdasarkan HR Abū Dawud tersebut, kita ketahui bahwa tambahan wa barakātuh tidak hanya terbatas untuk menutup shalat jenazah.
Dalam kenyataan, ada juga sebagian muslim yang mengucapkan salam lengkap dengan wa barakātuh sebagai penutup shalatnya hanya ketika menoleh ke kiri.
HR Muslim dan Abū Dawud
“Dari Jābir Ibn Samurah [diriwayatkan bahwa] ia berkata, Adalah kami apabila shalat
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kami mengucapkan, “Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh”, dan [seseorang dari kami] mengangkat tangannya menunjuk ke kanan dan ke kiri, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, Mengapa kalian menunjuk-nunjuk dengan tangan sehingga tangan kanan kelihatan seperti ekor kuda liar. Cukup masing-masing kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian, mengucapkan salam kepada orang di sebelah kanan dan di sebelah kirinya.”
Berdasarkan hadis-hadis tersebut, lafal salam untuk menutup shalat dapat kita pilih salah satu di antara kedua lafal salam tersebut karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mengucapkan salam Assālamu ‘alaikum waraḥmatullāh. Beliau pernah juga mengucapkan salam Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāhi wa barakātuh.
Mengamalkan Bacaan di dalam Shalat yang Diajarkan
oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
Di antara muslim ada yang meninggalkan bacaan di dalam shalat yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal itu tentu sangat disayangkan apalagi jika mereka menganggap remeh atau seuatu yang kecil.
Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim meriwayatkan bahwa salah seorang tokoh tabi’in, al Imam Thawus bin Kisan al-Yamani, memerintahkan putranya agar mengulang shalatnya jika ia tidak membaca doa ta’awuż min ażābi jahannam (Syarih an-Nawawi V/87)
Dalam hubungannya dengan mengucapkan salam, ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut. Dari ‘Imran bin Hushain raḍiyallahu ‘anhu, dia berkata, Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah shallalalahu ‘alaihi wasallam. Lalu, dia berkata, Assalāmu ‘alaikum (Semoga keselamatan dari Allah tercurah untukmu).
Lalu, Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam menjawab salam orang itu. Kemudian, laki-laki itu pun duduk dan Rasulullah shalalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) sepuluh kebaikan.”
Kemudian, datang orang lain kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan, Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh (Semoga keselamatan dan rahmat dari Allah tercurah untukmu). Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawabnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) dua puluh kebaikan.”
Setelah itu, datang lagi orang lain kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia mengucapkan, Assalāmu ‘alaikum waraḥmatullāh wa barakātuh (Semoga keselamatan rahmat, dan keberkahan dari Allah tercurah untukmu). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membalasnya. Kemudian, orang itu duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “(Dia mendapat) tiga puluh kebaikan.” (HR Ahmad, at-Tirmizi, dan Abū Dawud)
Berdasarkan hadis tersebut, betapa ruginya jika kita tidak mengucapkan salam secara sempurna untuk menutup shalat. Bukankah dengan mengucapkan salam secara sempurna, kita mendapat 30 kebaikan dari Allah Subḥānu wa Taʻāla?
Membuka Tangan ketika Mengucapkan Salam di dalam Shalat
Kebiasaan membuka tangan ketika mengucapkan salam di dalam shalat pernah dilakukan oleh sebagian sahabat pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian, beliau melarangnya.
Sahabat Jabir bin Samurah raḍiyallahu ‘anhu bercerita sebagai berikut.
“Dulu ketika kami shalat bersama Rasulullah kami mengucapkan Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāh. Assalāmu ‘alaikum wa raḥmatullāh sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping kanan dan kiri.”
Kemudian, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,
“Mengapa kalian mengangkat tangan kalian seperti kuda yang suka lari? Kalian cukup meletakkan tangan kalian di pahanya; kemudian, salam menoleh saudaranya yang di samping kanan dan kirinya.” (HR Muslim 998)
Ketika menjelaskan hadis ini, Imam an-Nawawi memberikan judul khusus “Bab perintah untuk tenang dalam shalat dan larangan untuk berisyarat dengan tangan.” (Syarh Shahih Muslim, 4/152)
Allahu a’lam
Mohammad Fakhrudin, Warga Muhammadiyah. Tinggal di Magelang Kota
Nif’an Nazudi, Dosen al-Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Purworejo