Haji Perjalanan Spritual Tak Bertepi

Haji Perjalanan Spritual Tak Bertepi

Oleh: Alfian Dj

Staf Pengajar Muallimin Yogya

Setelah sempat terhenti karena Pandemi, tahun ini pemerintah Arab Saudi kembali membuka diri untuk menerima para tamu Allah yang akan menjalankan Ibadah Haji secara terbuka tanpa ada pembatasan usia seperti yang diberlakukan pada tahun tahun sebelumnya.

Para tamu Allah tersebut telah menjawab panggilan Rabbnya dengan lantunan labbaik allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wan ni’mata laka wal mulk, la syarika lak

Wakil Menteri Haji dan Umrah Saudi Dr. Abdulfattah al-Mashat memprediksi jumlah jamaah haji tahun 2023 akan sama dengan tahun 2019, kala itu lebih dari 2,4 juta jamaah dari dalam dan luar negeri hadir untuk melakukan ibadah haji.

Tahun ini Indonesia kembali memberangkatkan tidak kurang dari 229 ribu jamaah, jumalah tersebut terbagi dalam 550 kloter, yang menjadi catatan adalah dari total tersebut hampir 70.000 jamaah  atau setara 30 %  diantaranya adalah jamaah haji lansia yang harus mendapatkan pendapingan khusus.

Kementerian Agama pada msim haji 2023 telah mencanangkan pelaksanaan dan pelayaan haji tahun dengan semangat dan  tagline “Haji Ramah lansia” Keseriusan kementerian agama mesukseskan tagline  tersebut diikuti juga dengan berbagai persiapan dan aneka penunjang lainnya.

Pada tahun ini kementerian agama juga menyiapkan petugas layanan khusus bagi lansia, petugas yang dibentuk kementerian agama ini direkrut dari berbagai macam profesi yang dipandang mempuni dalam memberikan pelayanan pada lansia.

Jemaah lansia yang berangkat ke tanah suci memang memerlukan perhatian lebih dari para petugas Haji. Hampir bisa dipastikan disetiap kloter selalu ada  lansia yang menggunakan kursi roda bahkan ada yang jumlahnya bisa mencapai angka 20 jamaah bahkan lebih.

Kebijakan pemerintah Indonesia terkait syarat jamaah yang dibolehkan berangkat berhaji memang berbeda dengan Malaysia yang mempunyai aturan ketat terkait syarat yang harus dipenuhi jamaah haji untuk berangkat, pemerintah Malaysia melarang penderita penyakit tertentu berangkat haji, bahkan obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu syarat yang harus diperhatikan, selain itu calon jamaah yang mempunyai penyakit bawaan seperti darah tinggi, diabetes juga dilarang untuk berangkat. Hal tersebut tentu sangat berbeda dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia.

Berangkat ke tanah suci bukan semata pangilan jasmani, atau memindahkan jasmani dari tanah air ke Arab Saudi. Kalau memaknai berangkat haji hanya sekedar memindahkan jasmani tentu mareka yang merasa diri tidak bisa beraktifitas secara maksimal baik karena faktor umur atau faktor fisik lainnya akan membatalkan niat untuk berangkat ke tanah suci serta pihak keluarga akan melarang keberangkatan anggota keluarganya yang sudah tidak sehat secara fisik.

Tahun ini Pemerintah Indonesia juga telah mengahapus kebijakan  pendamping lansia dan pendamping mahram. Langkah ini diambil untuk menjaga keadilan terhadap jemaah yang telah dengan sabar mengantri sehingga dengan penghapusan tersebut nantinya tidak mengganggu urutan antrian  jemaah haji, saat ini masa tunggu jamaah haji indonesia terlama ada yang mencapai 43 tahun, masa tunggu tersebut lebih baik bila dibanding Malaysia yang mencapai 100 tahun lebih.

Sejatinya Ibadah haji bisa dianalogikan sebagai kunjungan hamba memenuhi undangan khaliqnya. Ibadah haji juga merupakan perjalanan manusia untuk ikhlas mengembalikan semuanya kepada Allah, menanggalkan sikap ego dan ke akuannya serta mementingkan diri sendiri.

Ali Syariati seorang cendekiawan muslim menyatakan haji tidak  sekedar rangkaian lahiriah formal belaka, akan tetapi haji merupakan momen revolusi lahir dan batin untuk mencapai kesejatian diri sebagai manusia yang lemah dihadapan sang pencipta.

Orang yang sudah berhaji nantinya harus menjadi manusia yang tampil beda, haji bukanlah wisata jasmani yang meliburkan jiwa ketika musim haji, apalagi sekedar ingin mendapatkan gelar agar bisa disandingkan dengan gelar gelar lain yang telah disandang sebelumnya.

Dampak haji tidak hanya dirasakan oleh mareka yang berhaji, dan juga lingkungan yang ada di sekelilingnya, jiwa jiwa yang telah berhaji harus mampu memposisikan diri secara maksimal sebagai khalifah di muka bumi yang mempunyai beban tanggung jawab untuk melaksanakan apa yang diamanahi Allah tidak hanya untuk dirinya semata, akan tetapi untuk alam semesta. Allahummaj’al hajjan mabruran wa sa’yan masykuran wa dzanban maghfuran.

 

 

Exit mobile version