BANDA ACEH, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Syah Kuala Banda Aceh Ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA. mengingatkan umat Islam pentingnya mengamalkan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.
“As-Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan iqrar (ketetapan atau persetujuan) Nabi shallahu ‘alaihi wa salam. As-Sunnah itu bisa berupa amalan wajib dan bisa juga berupa amalan sunnat.”
“Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan petunjuk dan pedoman hidup seorang muslim dalam segala aspek kehidupannya, baik agama, sosial, budaya, politik, ekonomi, negara/pemerintahan, pendidikan, etika/moral, dan sebagainya.”
“Mengamalkan As-Sunnah hukumnya wajib bagi setiap muslim, sebagaimana mengamalkan Al-Qur’an. Karena As-Sunnah juga wahyu Allah ta’ala sebagaimana Allah ta’ala tegaskan dalam Al-Qur’an surat An-Najm ayat 3-4. Selain itu, banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti Nabi shallahu ‘alaihi wasalam (As-Sunnah).”
“Dengan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, maka seseorang akan mendapat kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan di akhirat. Sebab, Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menjelaskan cara mendapat kebahagiaan dan keselamatan tersebut.”
Hal ini disampaikan oleh ustaz Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam khutbah Jum’at pada hari ini (7/7/23) di Masjid As-Salam PU Dinas PUPR Provinsi Aceh di Geuceu, Banda Aceh.
Selanjutnya ustaz Yusran yang juga Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM) menjelaskan fungsi As-Sunnah.
“Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak bisa dipisahkan. Bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan satu paket. Saling menjelaskan dan menguatkan. Tanpa As-Sunnah, maka Al-Qur’an tidak bisa dipahami dan diamalkan dengan benar.”
“Memahami dan mengamalkan Al-Qur’an tanpa As-Sunnah itu kesesatan, seperti paham Inkarus Sunnah (paham yang mengingkari As-Sunnah), paham Al-Qur’aniyyun (paham yang mengamalkan Al-Qur’an saja) dan paham sesat lainnya. Ini kesesatan yang wajib ditolak”
“Kebanyakan ayat-ayat Al-Qur’an menjelaskan hukum-hukum yang masih bersifat umum dan global, tanpa mengkhususkan atau merincikannya. Terkadang maknanya masih samar (belum jelas) yang perlu penafsiran (penjelasan). Terkadang pula Al-Qur’an tidak menyebutkan hukum sesuatu.”
“Maka fungsi As-Sunnah adalah menjelaskan makna Al-Qur’an yang masih samar, mengkhususkan hukum Al-Qur’an yang bersifat ‘am (umum), merincikan hukum Al-Qur’an yang bersifat mujmal (global), dan menambah hukum yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an,” jelas ustaz Yusran.
Ustaz Yusran yang juga dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN At-Raniry juga menjelaskan kedudukan As-Sunnah dalam Islam.
“As-Sunnah mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Islam. Ia merupakan sumber hukum tertinggi yang kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an. Selanjutnya Al-Ijma’, dan terakhir Al-Qiyas.”
“As-Sunnah yang shahih lebih tinggi dan lebih diutamakan dari Ijma’ dan Al-Qiyas. Bila Ijma’ dan qiyas bertentangan dengan As-Sunnah yang shahih, maka keduanya menjadi gugur dan tidak bisa diamalkan.”
“Jadi, Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan sumber hukum tertinggi bagi umat Islam. Tidak ada aturan yang lebih tinggi dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hukum Allah tersebut lebih tinggi dari hukum manusia. Inilah aqidah yang wajib diyakini oleh seorang muslim. Bila tidak, berarti ia belum beriman atau murtad.” jelasnya.
Ustaz Yusran yang juga Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh menyebutkan dalil-dalil kewajiban mengikuti As-Sunnah.
“Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk mengikuti dan mengamalkan As-Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah ta’ala, “Dan apa yang diberikan oleh Rasul, maka ambillah. Dan apa yang dilarang oleh Rasul, maka tinggalkanlah.” (Al-Hasyr: 7).”
“Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasul shallahu ‘alaihi wa sallam dan meninggalkan apa yang dilarang oleh beliau. Di antara perbuatan yang dilarang yaitu syirik, bid’ah, khurafat, tahayul, dan perbuatan haram lainnya. Maka perbuatan-perbuatan tersebut jangan kita lakukan.”
Allah ta’ala juga berfirman, “Barangsiapa yang menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah mena’ati Allah.” (An-Nisa’: 80).
Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kita untuk menaati Rasul shallahu ‘alaihi wa salam. Bahkan ta’at kepada Rasul menjadi syarat utama ta’at kepada Allah ta’ala. Maknanya, jika tidak ta’at kepada Rasul berarti tidak taa’t kepada Allah.
Allah ta’ala juga berfirman, “Katakanlah (Muhammad), Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (Ali-‘Imran: 31).
Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kepada kita untuk mengikuti Rasul shallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan menjadikan syarat kecintaan kepada Allah ta’ala dengan mengikuti beliau. Maknanya, jika ia mengikuti Rasul shallahu ‘alaihi wa sallam berarti ia mencintai Allah ta’ala. Bila tidak, maka ia tidak mencintai Allah ta’ala.
Allah ta’ala juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan ta’atilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian, jika kalian berselisih pendapat dalam sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya, jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir.” (An-Nisa’: 59).
“Dalam ayat ini, Allah ta’ala memerintahkan kita untuk menaati Allah, Rasul-Nya dan para ulil amri (pemimpin dan ulama) dan memerintahkan kepada kita untuk merujuk Al-Qur’an dan As-Sunnah jika ada suatu perselisihan pendapat,’ ujarnya.
Ustaz Yusran yang juga anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara menjelaskan bahaya meninggalkan As-Sunnah.
“Meninggalkan As-Sunnah sangat berbahaya bagi individu dan masyarakat. Akibatnya timbullah penyimpangan agama dalam masyarakat berupa maksiat dan kesesatan seperti paham sesat, syirik, bid’ah, tahayul, khurafat, dan sebagainya.”
“Meninggalkan As-Sunnah berarti berbuat maksiat kepada Allah ta’ala, karena tidak mematuhi perintah-Nya dan perintah Rasul-Nya untuk mengikuti As-Sunnah.”
“Selain itu, meninggalkan sunnah dapat mengundang cobaan, bencana alam dan azab yang pedih dari Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman, “Maka hendaklah orang yang menyalahi perintah Rasul-Nya takut akan mendapat cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (An-Nur: 63).”
“Di samping itu, ibadah tidak akan diterima oleh Allah ta’ala jika dikerjakan tanpa mengikuti As-Sunnah.. Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru dalam urusan agama kami ini, yang tidak berdasarkan petunjuk dari agana, maka amalannya ditolak.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain, “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang tidak berdasarkan petunjuk kami, maka amalannya ditolak,” (HR. Muslim).”
“Allah ta’ala menvonis orang yang menolak atau mengingkari As-Sunnah dengan tidak beriman. Allah ta’ala berfirman, Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (An-Nisa’: 65).”
“Rasulullah shallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Barangsiapa yang membenci Sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku.” (HR. Al-Bukhari),” jelasnya.
Di akhir khutbahnya, ustaz Yusran berpesan agar kita senantiasa mengamalkan As-Sunnah dan meninggalkan bid’ah yang merupakan lawan As-Sunnah.
“Mengingat pentingnya mengamalkan As-Sunnah, maka mari kita mengamalkannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan meninggalkan bid’ah yang merupakan lawan dari As-Sunnah yang diharamkan oleh Rasul shallahu ‘alaihi wa salam, agar hidup kita berkah, sejahtera, bahagia, dan selamat di dunia dan di akhirat.”
“Mengamalkan As-Sunnah itu bermakna melakukan apa yang diperintahkan, dilakukan atau ditetapkan oleh Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam, membela, mensyi’arkan dan menghidupkan Sunnah beliau, serta meninggalkan bid’ah,” pungkas wakil ketua Majelis Pakar Parmusi Aceh ini.