Rakornas MPI, Muhammadiyah Adaptif di Era Revolusi IT
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Setelah melangsukan pertemuan dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto selama kurang lebih 3 jam, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir akhirnya berkenan membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada Jum’at sore, 14 Juli 2023. Acara yang berlangsung di Amphetarium UAD tersebut dihadiri oleh Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad, Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah Muchlas MT, serta seluruh jajaran pengurus MPI dari tingkat pusat hingga wilayah.
“Saya mohon maaf, tadi secara khusus saya menerima tamu Menteri Pertahanan Pak Prabowo Subianto,” ujarnya.
Dalam pertemuan tersebut Haedar memaparkan bahwa Prabowo menyampaikan apresiasinya kepada Muhammadiyah karena telah menjadi organisasi Islam yang maju dan modern. Ia juga memberikan apresiasi terhadap langkah-langkah Muhammadiyah dalam merawat persatuan bangsa. Dalam pertemuan yang berlangsung dari pukul 13.30 sampai 16.30, mantan Danjen Kopassus tersebut mengutarakan kekagumannya kepada UAD yang mampu membuat rudal merapi hasil kerya mahasiswa UAD.
“Hebat sekali, dari (universitas) negeri saja tidak keluar karya yang seperti itu, justru ini dari (universitas) swasta” ujar Prabowo.
Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia melalui Muhammadiyah dapat membangun negeri dengan kekuatan sendiri disertai jiwa keterbukaan.
Lebih lanjut Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah telah berada di era revolusi IT dan Iptek. Menurutnya IT dan Iptek bukan hanya tentang kecanggihan, tapi juga berupa ekosistem kehidupan yang terintegrasi dengan media social. Bukan juga semata simulakra, teori yang pernah diutarakan Jean Baudrillard. Dulu yang kita anggap mustahil, satu per satu telah menjadi realitas nyata. Dengan kata lain, media sosial dengan sistem digital bukan lagi menjadi realitas maya.
Untuk itu perlu ada kekuatan baru dimana alam pikiran, orientasi tindakan, dan bahkan pengetahuan mesti dibentuk oleh sistem IT yang mencerahkan. Maka tidak heran jika Noah Harari mengatakan bahwa saat ini sedang terjadi pergerseran yang cukup fundamental dalam sejarah umat manusia.
Menurut Noah, di era Homo Sapiens, manusia hidup saling bergantung hingga muncul kebersamaan antara mereka. Namun era tersebut mulai terdisrupsi oleh era Homo Deus, yaitu era dimana relasi dan ekosistem kehidupan manusia berada pada tingkat yang lebih tinggi dari era sebelumnya. Tak jarang orang menyebut lompatan tersebut sebagai pencapaian tingkat dewa, dan dewa yang dimaksud adalah tenologi itu sendiri. Sehingga akhir-akhir ini banyak keluar istilah baru seperti AI (artifisial intelijen), revolusi bioteknologi, dan bahkan ada temuan yang dapat merekayasa kehidupan.
Dari temuan Noah Harari tersebut Haedar ingin menegaskan bahwa realitas kehidupan hari ini sangat dipengaruhi oleh teknologi IT dengan segala derivasinya. Dan tidak berlebihan jika ekosistem sosial manusia hari ini merupakan produk dari kecanggihan teknologi. Melihat kenyataan tersebut Muhammadiyah tidak akan bisa lepas dan harus bisa hidup di era beru (revolusi IT) dengan cara melahirkan karya-karya kemajuan yang dapat mempengaruhi realitas ini ke arah yang baik. “Persoalannya adalah bagaimana kita menyiapkan diri untuk adaptif terhadap perubahan,” ujar Haedar.
Untuk bisa hidup di era revolusi IT, setidaknya ada empat kemampuan yang harus dikuasai oleh Muhammadiyah. Pertama, kemampuan adaptasi. Kedua, kemampuan untuk mencapai tujuan melalui amal usaha yang memerlukan revitalisasi. Ketiga, kemampuan integrasi. Dan keempat, kemampuan kepemimpinan (leadership). Kemampuan ini sangat erat kaitannya dengan membuat, mengelola, serta merawat pola (sistem) di Persyarikatan yang sudah baik untuk terus ditingkatkan.
“Dalam konteks ini saya berharap MPI menjadi organ Muhammadiyah yang bisa mendinamisasi dan mengkapitalisasi proses baru hidup di ere revolusi IT ini. MPI juga harus menjadi leading sector yang terdepan, terutama dalam hal mengubah dari pola pikir komunal dan personal menjadi pola pikir yang teknokratis dan impersonal,” ungkapnya. (diko)