62 Tahun IPM, Menakar Arah Angin Politik Pelajar Jelang Pemilu

62 Tahun IPM, Menakar Arah Angin Politik Pelajar Jelang Pemilu

Oleh: Fathin Robbani Sukmana

Setiap tanggal 18 Juli, Kader-kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah bereuforia merayakan Milad IPM. Organisasi Pelajar yang cukup besar dengan basis massa pelajar sejak sekolah menengah pertama. IPM sudah terbukti banyak menorehkan pena untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

62 tahun IPM Juga demikian, di tahun 2023, 18 Juli kali ini kader-kader IPM banyak memasang twibbon untuk memeriahkan miladnya. Di usianya yang sudah lebih dari setengah abad IPM sudah banyak melahirkan kader-kader terbaik untuk berkontribusi membangun bangsa.

Tidak hanya melalui tulisan, tetapi sudah banyak kader yang duduk di pemerintahan serta jabatan-jabatan publik. Mereka mengepakkan sayap-sayap IPM untuk membantu  masyarakat. Tentu apa yang sudah dilakukan oleh alumni-alumni IPM, mereka dahulu juga sudah berjuang lebih dulu untuk kemajuan organisasi pelajar ini.

Kiprah IPM sebetulnya sudah banyak, khususnya di bawah kepemimpinan Nashir Efendi. Walaupun demikian, IPM masih perlu menegaskan posisinya sebagai Organisasi Pelajar di dalam isu politik dan kebijakan publik.

Posisi IPM Saat Ini

Sebetulnya, IPM saat ini khususnya di usia 62 tahun sudah memiliki posisi yang sangat strategis sebagai organisasi pelajar dan kepemudaan. IPM sudah banyak menyuarakan hak-hak pelajar agar diperhatikan oleh pemegang kebijakan.

Tak hanya itu, dengan berbagai bidang dan lembaga yang berlabel advokasi maupun LBH, IPM seharusnya sudah bisa bersuara lantang untuk menanggapi isu-isu pelajar terkini maupun isu yang akan datang.

Namun, sayangnya IPM sempat melupakan isu-isu terkini. Misalnya dalam hiruk-pikuk Zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang notabene banyak korban zonasi adalah pelajar SMP dan pelajar SMA atau seusia anggota IPM.

Jika saja, IPM kemarin melakukan advokasi dan suara lantang terhadap kebijakan tersebut, torehan tinta emas IPM akan semakin banyak. Sehingga isu pelajar secara umum bisa dibantu oleh gerakan-gerakan IPM yang cerdas dan kreatif.

IPM sebagai salah satu organisasi pelajar bisa melakukan inisiasi untuk melakukan usulan-usulan terkait regulasi zonasi. Bahkan bisa memberi masukan-masukan agar Omnibuslaw Pendidikan segera diterbitkan.

Tentu, selain diskusi secara luring dan daring, IPM bisa mengakses seluruh stakeholder pendidikan baik tingkat nasional hingga Kabupaten/Kota agar memberi masukan kepada pemerintah setempat dan juga memberikan solusi dari PPDB.

Berikutnya, IPM juga perlu memikirkan isu perpindahan Ibukota Negara, bagaimana posisi IPM jika IKN sudah terealisasi. Bagaimana dampak jika Ibu Kota sudah dipindahkan terhadap perkembangan pemerataan pendidikan?

Tentunya, analisa dan kajian yang dilakukan IPM bisa menjadi masukan agar pemerataan pendidikan pasca pemindahan Ibukota tidak terjadi ketimpangan. Tentu posisi dan peran penting IPM sangat dibutuhkan dalam mendorong perubahan pendidikan di Indonesia.

Muktamar XXIII IPM Momentum Penegasan Arah Mata Angin Politik Pelajar

Di milad yang ke 62, IPM juga tak lama lagi akan menyelenggarakan Musyawarah Tertinggi yaitu Muktamar XXIII. Forum terhormat yang menentukan arah gerak IPM dalam satu periode ke depan untuk memajukan Indonesia dalam bingkai gerakan pelajar.

Muktamar XXIII IPM yang akan diselenggarakan di Medan pada bulan Agustus nanti memiliki peranan penting. Apalagi basis massa IPM dari usia 14 hingga 24 tahun merupakan salah satu jumlah pemilih yang cukup besar.

Rilis Daftar Pemilih Tetap yang dirilis KPU RI, usia 17-30 tahun sebesar 31,23%. Pemilih dari kalangan pelajar cukup besar, sehingga IPM juga perlu andil dalam merumuskan Arah Mata Angin Politik Pelajar Menjelang Pemilu 2024.

IPM, jangan hanya menjadi followers dalam Pemilu nanti. Tapi dapat berkontribusi melalui langkah nyata yang dibahas dan diputuskan dalam forum musyawarah tertinggi di IPM yaitu Muktamar. Sehingga IPM dapat berperan strategis dalam pemilu nanti.

IPM bisa merumuskan arah pendidikan Indonesia pasca Pemilu 2024, lalu merumuskan kriteria calon Presiden dan Wakil Presiden, hingga Anggota Legislatif. Sehingga pelajar memiliki pedoman untuk memilih calon pemimpin di tahun politik.

Karena kebijakan tentang pendidikan dimulai dari Memilih pemimpin yang akan membuat regulasi dan memimpin negara. Jangan sampai, pelajar menjadi korban dari perubahan-perubahan kebijakan pendidikan yang selalu berubah ketika Pemilu berlangsung.

Terakhir, melalui Muktamar XXIII IPM dapat membentuk koalisi pelajar sadar pemilu, sehingga pelajar dapat menyampaikan aspirasi kepada para Capres, Cawapres, Caleg agar menjadikan sektor pendidikan sebagai prioritas kemajuan.

Fathin Robbani Sukmana, LAPSI PP IPM

Exit mobile version