Oleh: Suko Wahyudi
Tauhid menempati posisi yang istimewa dalam seluruh rangkaian ajaran Islam. Seluruh ibadah tidak akan diterima tanpa adanya landasan tauhid di dalam hati pelakunya. Allah SwT telah mengabarkan bahwa siapa saja yang megerjakan kebajikan atas dasar keimanan yang tulus Allah akan memberikan kebaikan di dunia dan akhirat.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ (٩٧)
Barangsiapa yang beramal saleh baik lelaki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh Kami benar-benar memberinya kehidupan yang baik dan membalasnya dengan sebaik-baik pahala atas apa yang pernah mereka lakukan. (An-Nahl [16]: 97)
Begitu sebaliknya Allah SwT tidak akan menerima amal ibadah yang diiringi dengan kesyirikan. Pelakunya akan mendapatkan dosa dan Allah akan sempitkan kehidupannya di dunia dan akhirat, dan di akhirat kelak neraka jahanamlah dia akan dikembalikan.
Agenda Dakwah Para Rasul
Sepanjang sejarah umat manusia Allah SwT telah mengutus para rasul kepada setiap umat. Dimulai dari rasul pertama Nuh As sampai kepada rasul yang pungkasan Muhammad SaW, mereka semua membawa misi yang sama mentauhidkan Allah SwT.
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلًا اَنِ اعْبُدُوا اللّٰهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوْتَۚ(٣٦)
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl [16]: 36)
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ رَّسُوْلٌ ۚفَاِذَا جَاۤءَ رَسُوْلُهُمْ قُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ (٤٧)
Dan tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah keputusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikitpun) tidak di aniaya. (Yunus [10]: 47)
Kesyirikan pertama kali terjadi pada zaman Nuh As. Allah mengutusnya kepada Bani Rasib disaat mereka terlalu berlebih-lebihan terhadap orang-orang shaleh di antara mereka yaitu: Wadda, Suwa’, Ya’uq dan Nasr.
اِنَّآ اَوْحَيْنَآ اِلَيْكَ كَمَآ اَوْحَيْنَآ اِلٰى نُوْحٍ وَّالنَّبِيّٖنَ مِنْۢ بَعْدِهٖۚ …(١٦٣)
Sesungguhnya Kami mewahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana Kami telah mewahyukan kepada Nuh, dan nabi-nabi setelahnya. . . .(An-Nisa’ [4]: 163)
لَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗۗ اِنِّيْٓ اَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ (٥٩)
Sungguh Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah! tidak ada tuhan (sesembahan) bagimu selain Dia. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat (Kiamat). (Al-A’raf [7]: 59)
وَمَكَرُوْا مَكْرًا كُبَّارًاۚ (٢٢) وَقَالُوْا لَا تَذَرُنَّ اٰلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَّلَا سُوَاعًا ەۙ وَّلَا يَغُوْثَ وَيَعُوْقَ وَنَسْرًاۚ (٢٣)
Dan melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata:’ Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa’, yaghuts, ya’uq dan nasr,‘ (Nuh [71]: 22-23)
Wadd, Suwa’, Ya’uq, Yaghuts dan Nasr mereka adalah nama-nama orang shalih kaum Nuh. Ketika mereka meninggal dunia maka syaitan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung di tempat-tempat mereka beribadah dan mereka menamakan patung-patung itu dengan nama-nama mereka.
Pada awalnya patung-patung itu tidak disembah, namun ketika generasi mereka telah habis dan ilmu terkikis, akhirnya patung-patung tersebut disembah, dan dengannya mereka meminta hujan, sehingga para keturunan mereka pun menyembahnya.
Sesudah Nuh AS Allah SwT mengutus rasul-rasul kepada umatnya masing-masing. Nabi Musa diutus kepada Bani Israil, Nabi Hud dan Shaleh diutus kepada kaum Tsamud, Nabi Syuaib diutus kepada kaum Madyan. Adapun khusus Nabi Muhammad SaW diutus untuk mendakwahkan tauhid kepada seluruh umat manusia.
قُلْ يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّيْ رَسُوْلُ اللّٰهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا ۨالَّذِيْ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۖ فَاٰمِنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِهِ النَّبِيِّ الْاُمِّيِّ الَّذِيْ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَكَلِمٰتِهٖ وَاتَّبِعُوْهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُوْنَ (١٥٨)
Katakanlah (Muhammad), “Wahai manusia! Sesungguhnya aku ini utusan Allah bagi kamu semua, Yang memiliki kerajaan langit dan bumi; tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, (yaitu) Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya). Ikutilah dia, agar kamu mendapat petunjuk.” (Al-A’Raf [7]: 158)
Rasul-rasul setelah Nuh AS mereka diutus untuk mendakwahkan tauhid kepada umatnya masing-masing. Nabi Musa diutus kepada Bani Israil, Nabi Hud dan Shalih diutus kepada kaum Tsamud, Nabi Syuaib diutus kepada kaum Madyan. Adapun Nabi Muhammad SaW diutus untuk mendakwahkan tauhid kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Al-A’raf [7]: 158).
Nabi Muhammad SaW memulai dakwahnya di tengah-tengah masyarakat Arab. Dalam sejarahnya masyarakat Arab adalah keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim As. Karena itu mereka mewarisi millah dan minhaj yang dibawa oleh bapak mereka. Millah dan minhaj yang menyerukan keesaan Allah SwT, beribadah kepada-Nya dan tidak mensekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ كَانَ اُمَّةً قَانِتًا لِّلّٰهِ حَنِيْفًاۗ وَلَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَۙ (١٢٠)
Sungguh, Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersekutukan Allah, (An-Nahl [16]: 120)
Masyarakat Arab adalah suatu kaum yang senantiasa beribadah, berhaji, besodaqoh dan berdzikir kepada Allah. Namun seiring berjalannya waktu perlahan-lahan mereka mencampuradukkan kebenaran yang mereka warisi dengan kebatilan yang menyusup kedalam hati mereka. Akibatnya kesyirikan dan kejahatan moral tersebar di tengah-tengah mereka. Maka Allah SwT mengutus Nabi Muhammad SaW untuk memperbaharui agama bapak mereka Ibrahim AS.
Orang yang pertama kali memasukkan kesyirikan kepada masyarakat Arab adalah Amr bin Luhay al-Khuza’i nenek moyang Bani Khuza’ah. Ketika Amr pergi ke Syam dia bertemu dengan Amliq bin Laudz bin Syam bin Nuh yang menyembah berhala-berhala. Amr pun takjub dengan berhala-berhala itu dan meminta satu berhala untuk di bawa ke Makkah dan meminta penduduknya untuk menyembahnya. Inilah awal mula kesyirikan yang terjadi dalam masyarakat Arab.
Maka diutuslah Nabi Muhammad SaW untuk memperbaharui agama bapak mereka, Ibrahim AS. Beliau memulai dakwahnya sama persis dengan dakwah para pendahulunya yakni mendakwahkan kalimat tauhid. Selama kurang lebih tiga belas tahun di Makkah dengan penuh kesabaran beliau membina dan mendakwahkan tauhid di hati sanubari sahabat-sahabatnya.
اَلَا لِلّٰهِ الدِّيْنُ الْخَالِصُ ۗوَالَّذِيْنَ اتَّخَذُوْا مِنْ دُوْنِهٖٓ اَوْلِيَاۤءَۘ مَا نَعْبُدُهُمْ اِلَّا لِيُقَرِّبُوْنَآ اِلَى اللّٰهِ زُلْفٰىۗ اِنَّ اللّٰهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِيْ مَا هُمْ فِيْهِ يَخْتَلِفُوْنَ ەۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ كٰذِبٌ كَفَّارٌ (٣)
Ingatlah! Hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata), ” Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.” Sungguh, Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada pendusta dan orang yang ingkar. (Az-Zumar [39]: 3)
Tauhid inilah yang menjadi perhatian serius Rasulullah SaW sehingga beliau menjadikannya sebagai inti dakwah di jalan Allah SwT.
Syarat Diterimanya Ibadah
Allah SwT tidak menciptakan manusia untuk kemudian dibiarkan begitu saja. Ada tujuan mulia dibalik penciptaan manusia yaitu melakukan ibadah kepada Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦) مَآ اُرِيْدُ مِنْهُمْ مِّنْ رِّزْقٍ وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ يُّطْعِمُوْنِ (٥٧) اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ (٥٨)
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Maka sekali-kali tidaklah Aku menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menginginkan supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Adz-Dzariyat [51]: 56-58)
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup seluruh apa-apa yang dicintai dan diridhai Allah SwT, baik ucapan maupun perbuatan, yang lahir maupun yang batin seperti do’a, khauf (takut), tawakkal (berserah diri), istianah (memohon pertolongan), shalat, zakat, puasa.
لَهٗ دَعْوَةُ الْحَقِّۗ وَالَّذِيْنَ يَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِهٖ لَا يَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُمْ بِشَيْءٍ اِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ اِلَى الْمَاۤءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ بِبَالِغِهٖۗ وَمَا دُعَاۤءُ الْكٰفِرِيْنَ اِلَّا فِيْ ضَلٰلٍ (١٤)
Hanya kepada Allah do’a yang benar. Berhala-berhala yang mereka sembah selain Allah tidak dapat mengabulkan apa pun bagi mereka, tidak ubahnya seperti orang yang membukakan telapak tangannya ke dalam air agar (air) samapai ke mulutnya. Padahal air itu tidak akan sampai ke mulutnya. Dan do’a orang orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka. (Ar-Ra’d [13]: 14)
اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ (١٤)
Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku (Thaha [20]: 14)
بَلٰى مَنْ اَسْلَمَ وَجْهَهٗ لِلّٰهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهٗٓ اَجْرُهٗ عِنْدَ رَبِّهٖۖ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ (١١٢)
Bahkan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran kepada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-Baqarah [2]: 112)
Ibadah merupakan puncak segala kepatuhan dan inti dari perasaan tentang keagungan Dzat yang wajib disembah. Ibadah adalah media komunikasi secara langsung antara hamba dan penciptanya. Ibadah merupakan sarana konsultatif yang memberi pengaruh yang sangat dalam antara manusia dengan Tuhan, antara manusia dengan alam, antara manusia dengan manusia lainnya.
Islam menghendaki agar seluruh kehidupan ini berintikan ibadah.
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ (١٦٢)
Katakanlah, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam. (Al-An’am [6]: 162)
Ibadah tidak disebut ibadah kecuali dilaksanakan atas dasar mentauhidkan Allah SwT. Karena itu ibadah menjadi tidak sah jika disertai dengan syirik kepada Allah SwT.
وَلَقَدْ اُوْحِيَ اِلَيْكَ وَاِلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكَۚ لَىِٕنْ اَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ (٦٥)بَلِ اللّٰهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِّنَ الشّٰكِرِيْنَ (٦٦)
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”., (Az-Zumar [39]: 65-66)
Mentauhidkan Allah SwT, ikhlas beribadah kepada-Nya dan tidak mensekutukan-Nya merupakan syarat sah diterimanya amal. Disamping syarat lainnya yaitu sesuai dengan tuntunan Rasulullah SaW.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ (٢١)
Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan banyak mengingat Allah. (Al-Ahzab [33]: 21)
Allah adalah satu-satunya Tuhan yang layak disembah dan diibadahi karena Allah adalah Ilah. Ilah artinya ma’luh (yang disembah) dengan penuh ketaatan dan pengagungan. Dan inilah kewajiban pertama atas seluruh umat manusia, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Nabi SaW kepada Muadz bin Jabal ke Yaman. Kelatikan itu Nabi SaW bersabda:
Sesungguhnya engkau akan datang kepada kaum dari kalangan ahli kitab, karena itu pertama kali yang hendaknya engkau serukan kepada mereka adalah bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah. (HR. Bukhari-Muslim)
Membentuk Kepribadian
Tauhid yang benar akan memberikan dampak positif terhadap karakter dan kepribadian seorang Muslim. Tauhid yang tertanam kuat dalam dada seorang Muslim akan mendorongnya untuk melakukan kebaikan, menjauhi segala bentuk kemungkaran, dan beribadah sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
۞ لَيْسَ الْبِرَّاَنْ تُوَلُّوْا وُجُوْهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةِ وَالْكِتٰبِ وَالنَّبِيّٖنَ ۚ وَاٰتَى الْمَالَ عَلٰى حُبِّهٖ ذَوِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنَ وَابْنَ السَّبِيْلِۙ وَالسَّاۤىِٕلِيْنَ وَفىِ الرِّقَابِۚ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ ۚ وَالْمُوْفُوْنَ بِعَهْدِهِمْ اِذَا عَاهَدُوْا ۚ وَالصّٰبِرِيْنَ فِى الْبَأْسَاۤءِ وَالضَّرَّاۤءِ وَحِيْنَ الْبَأْسِۗ اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ صَدَقُوْا ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُتَّقُوْنَ (١٧٧)
Bukanlah kebaikan itu dengan menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat, akan tetapi kebaikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, dan orang-orang yang menepati janjinya bila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan; mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Al-Baqarah [2]: 177)
Tauhid yang benar mendidik setiap individu yang meyakininya menjadi manusia memiliki sifat-sifat mulia yang membebaskan dirinya dari belenggu-belenggu yang memasungnya ke dalam situasi yang nista, yang tidak manusiawi. Di antara karakter dan kepribadian manusia bertauhid adalah:
Pertama, menolak pedoman hidup yang datang bukan dari Allah SwT
اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ (٢٥٧)
Allah pemimpin orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pemimpin-pemimpin mereka adalah thaghut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan. Mereka itu adalah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]: 257)
Thaghut adalah segala sesuatu yang melanggar batas yang telah ditentukan oleh Allah SwT. Thaghut bisa berupa pandangan hidup, peradaban, dan ideologi yang tidak berlandaskan ajaran Allah.
Kedua, senantiasa berkomitmen untuk melaksanakan pesan-pesan Tuhannya sesuai dengan kadar kemampuannya.
اِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذَا دُعُوْٓا اِلَى اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ اَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَاۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ (٥١) وَمَنْ يُّطِعِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَخْشَ اللّٰهَ وَيَتَّقْهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفَاۤىِٕزُوْنَ (٥٢)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, ialah ucapan, ‘Kami mendengar, dan kami taat.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, merekalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (an-Nur (24): 51—52)
Ketiga, orang yang bertauhid percaya bahwa rahmat dan pertolongan Allah akan datang setiap waktu, dalam antara setiap perjuangan.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنْ تَنْصُرُوا اللّٰهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ اَقْدَامَكُمْ (٧)
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad [47]: 7)
Keempat, memiliki sikap harga diri yang tumbuh dalam dirinya karena ia tahu bahwa perlindungan dan bantuan Allah SwT senantiasa menyertainya.
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَ (١١٠)
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Ali-Imran [3]: 110)
Kelima, tujuan hidupnya jelas. Ibadahnya, kerja kerasnya, hidup dan matinya untuk Allah SwT.
قُلْ اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ (١٦٢) لَا شَرِيْكَ لَهٗ ۚوَبِذٰلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ (١٦٣)
Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama menyerahkan diri kepada Allah. (Al-An’am [6]: 162-163)
Karakter tersebut merupakan karakter positif yang muncul dari ketauhidan yang murni kepada Allah SwT. Wallahu A’lam
Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta