Mbah Yasin, Legenda HW yang Menggembirakan
MALANG, Suara Muhammadiyah – Usianya tak lagi muda. Namun semangatnya melebihi semangat anak muda. Energik. Setiap kerutan di kulitnya menjadi penanda bahwa perjalanan hidupnya tak mudah. Bergelombang dan terjal. Perjalanan itu ia mulai sejak berseragam Hizbul Wathan (HW), sebuah gerakan kepanduan yang berada di bawah naungan Muhammadiyah. Ia aktif di HW sejak berusia 8 tahun. Tahun ini ia genap 81 tahun. Meski begitu pembawaannya selalu gembira. Murah senyum. Ia adalah satu dari sekian pelaku sejarah HW yang masih hidup. Ia pernah merasakan era kepemimpinan Yunus Anis sebagai pengurus besar Muhammadiyah waktu itu.
Namanya M. Yasin, ia adalah legenda HW yang berasal dari Bandar Lampung. Bersama istrinya Sutiyah ia datang ke Muktamar HW ke-4 di Malang setelah menempuh perjalan darat dan laut selama dua hari satu malam. “Saya tak pernah sedih saat menghadiri acara Hizbul Wathan, yang ada hanya kegembiraan,” ujarnya di tengah kesibukannya melengkapi seluruh berkas registrasi peserta di lantai dasar Masjid AR Fachruddin Universitas Muhammadiyah Malang (26/7). Sambil menunggu antrian untuk mendapatkan penginapan, Mbah Yasin beserta istrinya duduk di kursi lipat sambil bercerita tentang berbagai hal yang pernah ia lalui semasa hidupnya. Khususnya terkait pertaliannya dengan HW yang tak dapat dipisahkan.
Kepribadiannya memancarkan aura positif. Kegembiraannya menular kepada siapa saja yang ditemui maupun yang menemuinya. Hubungan yang telah terjalin lama dengan persyarikatan yang didirikan KH Ahmad Dahlan satu abad silam itu membentuknya menjadi pribadi yang percaya diri dan selalu berpikiran positif. Setiap kata yang terlontar dari mulutnya memiliki makna yang relevan. Kalimatnya murni datang dari hatinya. Enerjik namun tetap berwibawa karena pengalaman hidupnya yang sarat akan makna dan nilai.
Di usia 4 tahun ia mengaku pernah dibawa lari oleh seorang tentara untuk menghindar dari kejaran Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia disembuyikan oleh orang tuanya agar tak tertangkap. Dari peristiwa kelam inilah jiwa dan mentalnya terbentuk. Jauh dari orang tua memaksanya mandiri dalam menapaki kehidupan. Tempaan kondisi dan situasi yang tak mudah tersebut membuat nyalinya semakin kuat. Tak mudah menyerah.
Di kondisi fisik yang tak lagi seperti sedia kala, ia pun mengutarakan maksudnya datang ke Muktamar HW ke-4 di Malang. Selain bersilaturahmi, ia ingin memberikan motivasi kepada generasi muda agar selalu bergembira di HW. Memberikan suntikan semangat untuk menyambut masa depan. Sebagaimana layaknya seorang bapak kepada anaknya, ia adalah orang yang ingin generasi baru dapat melampaui generasinya dalam hal prestasi.
Pria yang pernah menjadi kwarda HW Bandar Lampung selama 16 tahun itu mengaku ini bukan kali pertama ia datang ke acara besar HW. Pada Muktamar yang lalu di Solo, ia datang ditemani Istrinya Sutiyah. Meski kondisi fisiknya tak sekuat dulu dan banyak kendala di sana-sini, ia tetap merasa bahagia karena bisa bertemu dengan siapa saja. Ia pun tak ragu menganggap setiap orang sebagai saudaranya. Bersilaturahmi baginya adalah hal utama dan harus diutamakan. Dalam perjalanan panjangnya berkiprah di kepanduan HW ia mengaku banyak hal baik yang menghampirinya karena silaturahmi.
“Saya merasa mendapatkan bonus besar dari Tuhan. Rasulullah usian hidupnya 63 tahun, sedangkan saya saat ini sudah 81 tahun. Ingat sabda Rasulullah, sebaik-baik manusia adalah ia yang panjang umurnya dan banyak perbuatan baiknya,” ujarnya kepada Suara Muhammadiyah.
Semakin padatnya ruang administrasi oleh peserta Muktamar HW yang baru datang dari berbagai daerah, membuat ia kian antusias melanjutkan ceritanya, HW itu milik semua. Tak harus menjadi seorang pejabat untuk masuk HW. Siapa saja bisa menjadi anggota HW. Hal ini ia ucapkan bukan tanpa alasan. Pendekatan melalui komunikasi semacam ini terbukti sukses mengembangkan HW yang semula berjumlah 7 kwarda menjadi 15 kwarda di provinsi Bandar Lampung.
Menurutnya, regenerasi di tubuh kepanduan yang telah dibelanya sejak muda itu merupakan sebuah hal yang mesti segera dilakukan. Anak-anak muda mesti mengambil posisi, mengisi peran yang selama ini banyak diemban oleh mereka yang sudah tua atau bahkan sudah sangat tua. Sudah saatnya bagi yang muda tampil di depan seiring dengan tantangan yang semakin tak relevan bagi mereka yang tua. Karena bagaimanapun HW merupakan representasi dari gerakan anak-anak muda yang mencintai tantangan dan petualangan. Dengan kembalinya HW di tangan anak-anak muda, tak akan sulit bagi HW meluaskan dakwah Muhammadiyah ke seluruh pelosok negeri.
Persinggungan Mbah Yasin dengan Muhammadiyah, khusus Hizbul Wathan tak bisa dipandang sebelah mata. Kontribusinya terhadap laju gerak kepanduan milik Muhammadiyah itu sangat luar biasa. Pria kelahiran 1942 itu masih semangat menyapa generasi muda, menularkan energi positifnya untuk perkembangan dan kemajuan HW di masa depan.
Belakangan saya baru sadar bahwa pria yang saya ajak bicara tersebut merupakan kakak kandung dari seorang tokoh Muhammadiyah yang saat ini berdomisili di Yogyakarta, Prof Munir Mulkhan. Seorang yang saya kenal saat mendapat tugas untuk mewawancarai beliau terkait beberapa hal tentang Muhammadiyah. (diko)