YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi secara resmi hadir untuk melaunching Buku “Filsuf Membumikan dan Mencerahkan: Menyemai dan Menuai Legasi Pemikiran Amin Abdullah.” Buku setebal 696 halaman ini dilaunching bertepatan Prof Dr H Amin Abdullah selaku Guru Besar Ilmu Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta memasuki usia ke-70 tahun. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Jumat (28/7) bertempat di Lantai 3 Ballroom SM Tower and Convention Yogyakarta.
Turut hadir Ketua Umum PP Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi, Ketua PP Muhammadiyah Bidang Tarjih dan Tajdid Prof Dr H Syamsul Anwar, MA, Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Dr H Hamim Ilyas, MAg, Ketua Umum PP Aisyiyah Dr apt Salmah Orbaniyah, Mkes (daring), Ketua PP Aisyiyah Dr Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM., MSi, Direktur PT Syarikat Cahaya Media / Suara Muhammadiyah Deni Asy’ari, MA, Dt Marajo, Budayawan Butet Kartaredjasa, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Dalam sambutannya, Haedar menyampaikan apresiasi atas lahirnya buku tersebut. Menurutnya, kelahiran buku ini sangat tepat untuk dijadikan sebagai ruang berefleksi diri terhadap pemikiran Amin Abdullah. Pemikiran yang sangat jernih, konstruktif, dan mampu ruang pencerahan diri.
“Kita selain melaunching buku khusus tentang pemikiran-pemikiran Amin Abdullah, juga kita bisa belajar tentang pemikiran dan jejak hidup beliau. Di samping pemikiran para tokoh Muhammadiyah, umat, dan bangsa yang lainnya,” ujarnya.
Haedar mengatakan bahwa Amin Abdullah merupakan pemikir dan cendekiawan Muslim satu-satunya yang mampu memperoleh gelar filsuf. Yakni orang yang memiliki keahlian di bidang filsafat (ilmu yang berintikan logika, estetika, metafisika, dan epistemologi).
“Tidak ada pemikir atau cendekiawan Muslim yang memperoleh julukan Muslim yang memperoleh julukan predikat Filsuf. Baru kali ini. Dan jatuh pada Amin Abdullah,” ucapnya.
Penyematan predikat tersebut pada sosok Amin Abdullah, sambung Haedar, merupakan manifestasi dari pengakuan publik di dunia pemikiran terhadap eksistensi Amin Abdullah. Adalah sosok yang memiliki perangai bersahaja, rendah hati, dan humanis, sehingga tak pelak Amin Abdullah sebagai pemikir yang telah banyak dijadikan rujukan bagi para pemikir-pemikir maupun warga umat lainnya.
“Tentu ini tidak bermaksud untuk pengkultusan—saya yakin bahwa Mas Amin sendiri tidak suka dengan itu—tetapi untuk menunjukkan sebuah proses dan maqam berpikir yang tidak berkesudahan dan tiada akhir. Harus ada orang-orang yang berpikir melampaui pemikiran yang lain dalam kehidupan kita baik kehidupan keagamaan maupun dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan,” terangnya.
Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini juga menambahkan bahwa Amin Abdullah sebagai sosok pelopor yang memperkenalkan sekaligus menjadikan Majelis Tarjih saat itu ditambah dengan diksi pemikiran Islam. Menurutnya, Amin Abdullah memiliki keberanian yang pada waktu itu merupakan khariqul ‘ahadah. Sebab, pelbagai pemikiran yang berkembang saat itu masih dalam tataran status quo.
“Ini merupakan satu langkah yang bagus. Sebenarnya, Muhammadiyah sejak awal menghadirkan pemikiran Islam bersifat pembaharuan (Tajdid). Kiai Dahlan haqqul yaqin adalah seorang mujtahid dan mujadid. Nurcholish Madjid bahkan mengakui bahwa Dahlan sebagai pembaharu sejati yang mampu mereaktualisasikan Al-Qur’an dalam kondisi zamannya dan pemikiran dia (Amin Abdullah) bersifat lompatan tanpa pra-kondisi sebelumnya,” jelasnya. (Cris)