SUKABUMI, Suara Muhammadiyah – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Dr KH Haedar Nashir, MSi menghadiri kegiatan Tasyakuran Pendirian Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kadudampit, Sabtu (29/7). Selain daripada kegiatan tasyakuran, juga disambung dengan kegiatan dalam Menyambut Musyawarah Daerah ke-13 Muhammadiyah dan Aisyiyah Kabupaten Sukabumi.
Turut hadir Direktur Jenderal Haji dan Umrah Kementerian Agama RI Prof H Hilman Latief, MA., PhD, Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis PP Muhammadiyah Fajar Riza Ul Haq, SHI., MA, Ketua PP Aisyiyah Dr Hj Siti Noordjannah Djohantini, MM., MSi, Ketua PWM Jawa Barat Prof Dr Ahmad Dahlan, MAg, dan beberapa tamu undangan lainnya.
Dalam kesempatan itu, Haedar mengutip surat at-Takwir ayat 26. Fa Aina Tadzhabûn, yakni ke mana kalian akan pergi? Menurut Haedar, redaksi dari surat ini sangat singkat, akan tetapi dibalik singkatnya itu justru mengandung pengajaran sarat mendalam. Yakni ayat yang menyayung bagi kaum kafir yang tidak percaya dengan kehidupan akhirat pasca-kehidupan dunia.
“Jadi ketika Nabi berdakwah tentang Islam yang membawa keselamatan pada hidup di dunia dan akhirat, kaum kafir tidak percaya. Maka, atas itu Allah menurunkan bagian dari frasa ayat itu dalam bentuk pertanyaan. Sejatinya manusia itu siapapun dia, tidak akan lepas pada kematian dan setelah mati dia (manusia) akan menjalani hidup baru (kehidupan di akhirat),” ujarnya.
Pada saat yang bersamaan, Haedar juga menegaskan perjalanan hidup menuju ke akhirat, tidak ada jalan lain kecuali menempuh hidup di dunia. Dunia tempat manusia menjalani hidup dengan pelbagai aktivitas berupa sekolah, kuliah, bekerja, dan aktivitas-aktivitas lain yang tentu saja melahirkan kebermanfaatan secara berkelanjutan.
“Jadi, kita hidup di dunia adalah hidup di dekat atau di tempat di mana dia dekat dengan kita. Dunia tempat kita hidup itu nyata harus kita jalani,” katanya.
Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia beriman niscaya diberikan perbekalan dan petunjuk oleh Allah. Hal itu berorientasi agar menjalani kehidupan dengan benar dan arah yang jelas sebagaimana yang tertuang di dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah. Ini adalah keniscayaan Allah bagi segenap hamba-Nya yang benar-benar beriman secara autentik, bukan secara parsial atau jauh panggang dari api.
“Orang beriman itu diberi bekal yang melekat dengan dirinya yang itu juga berlaku buat manusia. Cuman bedanya ada yang dipergunakan ada yang tidak. Yakni, akal pikiran, rasa, hati, dan seluruh yang kita miliki. Ini adalah anugerah Allah, hanya kadang kita lupa sehari-hari bersama dengan kita sering kita sia-siakan,” ucapnya.
Semua anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, kata Haedar, harus mendekatkan diri kepada-Nya (taqarrub ilallah). Yakni menjadi manusia yang selalu bersyukur dan memiliki kecenderungan beriman kepada-Nya. Menurutnya, dismilaritas manusia beriman dengan yang tidak beriman terletak pada keingkaran yang dipersembahkan oleh Allah berupa nikmat yang sedemikian rupanya diberikan secara prodeo (gratis).
“Tuhan Kasih Sayang-Nya luar biasa. Selain memberikan anugerah yang kita miliki, itu diberi juga lingkungan yang murah, gratis. Sukabumi Indah, sebagaimana pada umumnya negeri di tanah air tercinta. Tapi ketika kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, lalu tidak maslahat. Bahkan ketika kita merusaknya menjadi mafsadah,” katanya. (Cris)