Kemiskinan Kontemporer: Perspektif Neo Al-Ma`un

Kemiskinan Kontemporer: Perspektif Neo Al-Ma`un

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Rakernas MKS PPA Hari ketiga dengan mengambil tema Kemiskinan Kontemporer: Perspektif Neo AL-Ma’un. Rofah., Ph. D. selaku Moderator mengawali diskusi dengan menyampaikan bahwa materi terakhir akan lebih mengelaborasikan tentang kemiskiman kontemporer prespektif AL-Ma’un, new AL-Ma’un, atau AL-Ma’un yang baru, kita bisa mengambil inspirasi, mengembangkan program-program dan peran MKS di masyarakat.

Prof. Dr. Zakiyudin Baidhowi (Rektor UIN Solotigo) mengawali dengan menyampaiakn bahwa Kemiskinan tidak status quo, namun kemiskinan itu disebabkan dengan fakktor structural, bagaimana kita  memahami hakekat kemiskina, dhu’afa’ mustada’afin, fuqoro, masakin, dsb.

Kemiskinan kontemporer, siapa sesungguhnya yang menciptakan kemiskinan? Kemiskinan itu lebih banyak disebabkan oleh persoalan structural dari pada kultur, membuat sebagain umat mansuia jauh lebih menderita, yang miskin makin miskin yang kaya makin kaya. Salah satu penyebabnya adalah Globalisais, Neo liberalisasi, telah menghasilkan kemakmuran satu sisi namun juga melipatgandakan kemiskinan.

Oligarki kontemporer ketokhan Qorun, Fir’aun, Harman, Samirin, hidup pada satu masa, dengan pembacaan politik. Siapa fir’aun diera kontemporer, jangan sampai menganggap tokoh Fir’aun itu masa lampau, buat apa kalau kita kata2 ini tidak punya fungsi.

Fir’aun kontemporer Penguasa politik yang korup, yang oleh pengusa global dipaksa untuk neolineralisme. Para penguasa politik korup yang dipaksa membuat deregulasi dan regulasi demi kepentingan kekuatan-kekuatan  ekonomi global. Zaman Soeharto: Developmentalisme dan Modernisasi di bawah regim adikuasa AS. SBY merupakan “regim deforestasi terpimpin” yang mengijinkan penambangan di kawasan hutan lindung melalui PP No. 02/2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara bukan Pajak dari penggunaan kawasan hutan. Regim kontemporer: berbagai rupa Omnibus Law Cipta Kerja, Pendidikan, Kesehatan, dll

Qorun, Kekuatan ekonomi global hegemonik karena Logika Qarun adalah Anda harus mengglobal; Anda harus terus menerus mengupayakan temuan teknologi demi internasionalisasi produk; Anda harus mengendalikan pesaing-pesaing anda;Anda harus meliberalkan pasar anda sendiri; Anda harus melawan intervensi negara; Anda harus memprivatisasi diri: Pendidikan, Kesehatan, SDA yang menguasai hajat hidup orang banyak, Fundamentalisme pasar

Haman ini orang pintar dizamannya Fir’aun, Fir’aun membangun gedung yg sangat tinggi, yang bisa menyaingi tuhannya Musa. Intelektul, omnibuslaw, teknokrat-teknokrat jamannya sekarang. Perlunya cendekiawan, teknokrat, staf ahli yang baik. Kaum intelektual “begundal” dan “teknokrat tukang” yang digaji besar dan diberi kedudukan terhormat oleh Qarun dan Fir’aun untuk mengabdi kepada kepentingan oligarki dan ekonomi global. Regulasi memihak kepentingan oligarki, Inovasi teknologi dan revolusi informasi: telah menciptakan “kesenjangan digital” yang menguntungkan MNCs dan TNCs dan individu-individu di dalamnya. Kesenjangan dalam pertanian mekanik antara utara dan selatan. Teknologi melahirkan eksploitasi SDA dan lingkungan tanpa kendali, seperti rusaknya ozon stratosfer dan pemanasan global

Samiri tokoh agamawan, samiri, oleh fir’aun disuruh menciptakan sesembahan baru, Kaum agamawan “bandit” pro oligarki dan status quo yang memanipulasi doktrin/hukum agama untuk eksploitasi kaum mustadh`afin. Mereka memperoleh keuntungan finansial dari Qarun, Fir`aun dan Haman yang menjadi patronnya. Globalisme merupakan fatalisme baru dan memapankan “agama kapital”; dengan tiga rukun iman: liberalisasi, deregulasi/regulasi dan privatisasi. Agama kapital membuat agama sebagai pecundang karena diferensiasi fungsional dan fragmentasi kultural  telah menghancurkan norma-norma berbagi. Agama dan ulama kehilangan elan vitalnya dan membawa jamaahnya menjadi “ashabul kahfi”, menggantinya dengan haru biru senandung doa dan dzikir diiringi sedu sedan tangis dan spiritual laundry.

Orang-orang dizaman fir’aun menyembah sapi, agamawan yang dibayar membuat  dr fir’aun, qorun dan haman dan samirin. Maka jikalau 4 orang ini sudah kumpul maka akan jadi oligarki.

Muhammadiyah memang amal usaha sudah banyak dan tersebar namun bukan corporasi, tidak bisa mennandingi para corporasi. Bagamana Muhammadiyah menjadi lebih kaya dari sebelumnya. Para pelaku menjadi oligargi.

Kita harus melihat komponen kemiskinan secara kontekstual yakni karitas, kapasitas dan otoritas. Karitas, fisiologi, basicaly. Toha 118-119, miskin ases fisik, kalau lapar dikasih makan dan minum.

Kapasistas, miskin human capital, pendidikan live skiil , tidak didapatkan oelh mereka. Mengapa ini menjadi penting. Kalau dia punya akapsitas, punya [pendidikan lebih baik. Kekuatan bekerja semakin.

Miskin social capital yakni punya pendidikan S1, sudah standar, tetapi sangat mngkin, human capital, miskin dari social capital, karena tidak punya jaringan. Dikenal jejaring social capital itu jejaring, pinter tidak bisa kemana-mana karena tidak punya jejaring. Kapasitas ini yang akan menjadikan kita social yang baru. Miskin otoritas, ketidak berdayaan, ada marginalisasi social, masyarakat yang patriarkhi yang kuat, marginalisasi social.

Marginalisais partisipasi, tdk bisa ngomong agar suapa terentaskan dr kemiskinan. Tidak memakai wawancara kpd kaum miskin, dana trilyunan habis untuk rapat dihotel mewah, tdk punya partisipasi org miskin. Marginalisasi HAM, 3 hak ini : Sosial, ekonomi dan budaya dirampas.

Orang mustadh’afin siap bodoh karena pendidikan semakin bodoh. Siap jadi kuli pasar, marginal susah masuk surgea, tidak bisa sedekah dan wakaf maka susah masuk surga.

Maka kita Jadi Muhammdiyah/’Aisyiyah harus jadi orang kaya biar mudah masuk surganya. Siapa yang disebut sebagai dhu’afa’ dan mustadh’afin. Persolan yang sulit kita mencari struktru sosialnya, yatim, fakir miskin, ‘amil ibnu sabil Attaubah ayat 60, beberapa fakir miskin tersebar disemua surat. Mereka akan kita sebut dengan mustadh’afin. Majelis kesos PPA, ada struktur social baru terkait kemiskinan. Secara rinci hendaknya kita memaknai 8 (delapan asnaf) sebagai berikut:

  1. Sail wa mahrum: kaum papa pengemis dan yang menjaga martabat dari mengemis
  2. Yatim: unwanted children
  3. Faqir: tidak produktif atau produktivitas rendah
  4. Miskin: low income, low demand, low investment, marketless
  5. `Amil: Manajemen zakat profesional
  6. Muallaf Qulubuhum: kaum musyrik yang memusuhi Islam, diberi zakat supaya niatnya urung; kaum Muslim yang masih lemah imannya. Muallaf ialah orang-orang yang perlu dipersuasi dan dijinakkan hatinya melalui pemberian zakat demi kepentingan kaum Muslim
  7. Riqab: budak dan perbudakan kontemporer seperti korban trafficking, korban kekerasan seksual
  8. Gharim: jaminan sosial bagi yang sakit, mau menikah tak bermodal, bangkrut, dll
  9. Sabilillah: voluntarisme untuk kemanusiaan dan lingkungan
  10. Ibnu Sabil: musafir, tuna wisma, buruh migran, dll. (Islami/Sya)

 

Exit mobile version