SLEMAN, Suara Muhammadiyah- Hari pertama serangkaian acara RAKERNAS MKS PPA, materi yang pertama dibahas adalah Sinergi Amal Usaha Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah dalam Penanganan Musad’afin Dr. Mariman Darti (Ketua MPKS PPM) menyampaian bahwa Muhammadiyah jangan sampai tercerai berai hendaknya semua melakukan sinergi baik antara mejelisnya maupun dengan ‘Aisyiyah.
Pembeda organisasi muhammadiyah dan aisyiyah dengan organisasi lain adalah semangatnya membangun negeri. Aisyiyah dan muhammadiyah dapat bersinergi karena adanya “nilai”. Selanjutnya bliau memaparkan ada 3 ranah sinergi yang harus ditegakkan yakni :
- Sinergi strategi (Mengadvokasi kemensos untuk program pembibitan kader peksosMU,)
- Sinergi program (Adanya MoU antara aisyiyah muhammadiyah dengan mentri. )
- Sinergi Ad hoc (memodernisasi LKSA)
Tentang gender antara aisyiyah dan muhammadiyah sudah seiring yaitu baik perempuan maupun laiki-laki memiliki hak yang sama .
Mariman menambakan memang perlunya uji coba ekonomi inklusi. Muhammadiyah tidak lagi menempatkan institusi sebagai wadah santunan, santunan dipusatkan pada keluarga, Harus disinergikan : dengan pendekatan push (kebijakan), pull (program).
Orang lain bersinergi dengan kita, bukan kita bersinergi dengan orang lain. MKS PPA dan MPKS PPM : bukan majelis minta-minta, tapi majelis yang kaya. Paradigma panti yg berubah : bagaimana fungsi panti itu dapat termodernisasi oleh MKS PPA
Pembicara yang kedua Dra. Shoimah Kastoloani menyampaikan materi Praktek Pengentasan Du’afa’ Mstad’afin Oleh ‘Asyiyah Masa ke Masa, selama ini dari ’Aisyiyah dan Muhammadiyah sinerginya hanya forpama, hendaknya dikembangkan lagi panti inklusi. Alangkah baiknya kita mengembangkan panti asuhan yang berisi difabel (dari 40 anak, 5 anaknya difabel). Lansia homecare : lansia itu bukan diasuh, tapi dimuliakan.
Landasan idiologi dalam meakukan praktek pengenasan musadh’afin adalah QS:Annisa’ayat 70; “Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau!”.
Secara bahasa Dhu’afa ayah lemah baik fisik, ekonomi, aqidah maupun moral. Sedangkan musta’afn adalah dilemahkan/ditindas, kelompok yang menindas adala mustakbarin (perselingkhan antar elit penguasa dengan kompromi/oligarki).
Secara terminology Mustadh’afin adalah kelompok orang yang mengalami diskriminasi, ketertindasan, termarginalkan secara social maupun structural. Spesifik kelompok marjinal adalah mereka yang mengalami diskriinasi eksploitasi dan pengasingan. (Islamiyatur Rokhmah/Na)