SMK Muhiyo dan Kereta Kesuksesan Peserta Didik

SMK Muhiyo dan Kereta Kesuksesan Peserta Didik

Oleh: Cristoffer Veron P

Tahniah untuk SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta (SMK Muhiyo).

Sekolah ini genap 65 tahun pada 1 Agustus 2023. Dalam miladnya kali ini, mengusung tema “Berkolaborasi, Berkarya untuk Merajut Prestasi.” Saya ucapkan selamat dan sukses. Semoga Sang Ilahi senantiasa melimpahkan cahaya rahmat dan berkah-Nya untuk sekolah ini.

Pada momentum milad kali ini, saya menyampaikan rasa bangganya menjadi bagian dari alumnus SMK Muhiyo. Kebanggaan itu karena dari sekolah inilah saya bisa benar-benar merasakan sebuah transformasi besar dalam diri saya.

Kalau ditanya, mengapa memilih sekolah ini, “Tidak ada pilihan lain.” Itu saja jawaban saya.

Mengapa demikian? Dikala bergulat melawan ganasnya pasukan Ujian Nasional saat itu—kini telah pupus—saya mengalami kegagalan di tengah pergulatan itu. Nahas, secercah cita-cita saya masuk di sekolah negeri, pada kenyataanya justru jauh panggang dari api. Gundah nian jiwa saat itu. Tapi tak menyalahkan pihak manapun. Itu kesalahan fatal saya: tidak ada kesungguhan diri dalam mempersiapkan perbekalan pra bergulat.

Tak pelak, sekolah Muhammadiyah lagi..sekolah Muhammadiyah lagi.. Sejak lahir di alam dunia ini—memasuki dunia sekolah—nurani terpaut dengan sekolah Muhammadiyah. Mungkin, demikianlah takdir Ilahi: menerima dengan jiwa ikhlas tanpa gusar kepada-Nya. Mungkin jua, takdir-Nya itu mengandung muatan kebaikan di hari esok kemudian. Karena, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2: 216).

Kembali ke konteks. Saya mendarat dan memasuki sekolah ini. Sekolah di mana dulu bergulat melawan UN berbasis komputer angkatan 2017. Nah, saya melakukan proses aklimatisasi diri terhadap hal ihwal paradigma kehidupan di sekolah ini. Tentu sekolah di SD dengan SMP berbeda, demikian antara SMP dengan SMK, sungguh ada dismilaritasnya, bahkan sangat jauh berbeda.

Dismilaritasnya itu terletak pada proses pembelajaran: materi, guru, dan dinamika yang terjadi di dalamnya. Sejak melakukan aklimatisasi diri lewat pengejawantahan kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (PLS), keteguhan jiwa saya makin pakem dengan sekolah ini. Penggemblengan berikut dengan gentusan motivasi dari sederet guru-guru terbaik, membuat saya bersemangat menjalani kehidupan di sekolah tersebut.

Kelas X

Masa-masa ini, saya dan seluruh kawan-kawan seperti orang teralienasi. Ini wajar dan niscaya, karena tengah beraklimatisasi dengan lingkungan baru. Di kelas ini, pun saya tak tahu nama-nama kawan-kawan. Mayoritas baru, tetapi ada jua yang kenal tidak lain tidak bukan karena dulu satu gerbong lulusan SMP masa itu.

Satu di antara kenangan terbaik di kelas ini, saya dan kawan-kawan seangkatan dipertemukan dengan wali kelas juita. Ya, dia Enggar Galih Damangtyas, SPd. Makhluk Tunan nan cendekia ini, dipersembahkan untuk kelas saya. Saya bersama kawan-kawan dipertemukan olehnya ketika kelas X.

Saya menilai, sosok dari Enggar ini memiliki perangai halus budi, ramah, dan gapyak. Daro cara bicaranya, aksen yang dipergunakan sangat cair, tidak mudah gusar—kecuai dalam kondisi krodit—tatkala ada kegaduhan atau atmosfer ruang kelas yang jauh dari ketenangan. Enggar menunjukkan eksistensinya sebagai komparador untuk menyatukan dan mempersatukan lintas keberagaman yang ada. Anak didiknya digembleng untuk saling memahami satu sama lain. Tidak boleh ada yang melakukan diferensiasi sosial, itu yang saya tangkap dari sosoknya.

Luar biasa. Dengan kesabarannya, mampu mengendalikan bahtera kelas X. Memang, kelas ini sangat gaduh, tetapi di satu sisi bisa terkendali. Di tangan Bu Enggar, kelas X meruah makna dan warna dengan wejangan nan teduh:

“Kalian di kelas X, saya berharap menjadi keluarga. Jangan ada yang membeda-bedakan. Jangan saling memusuhi. Kalian sekolah di Muhammadiyah, diajarkan untuk saling kasih sayang, saling mentakzimi. Kalian boleh ramai, tapi sembodo. Kalau ujian harus bagus. Sikapnya harus adiluhung. Hormat kepada orang tua. Hormati guru-guru kalian di sekolah ini. Hormati warga sekitar. Dan jangan berbuat serampangan dengan peraturan sekolah.”

Itu sari dari wejangan beliau yang saya masih teringat sampai sekarang. Memang sederhana, tetapi sarat pengajaran. Wejangan ini memecut kelas saya untu berbenah diri sebagai pantulan dari respons untuk mengaktualisasikan wejangan tersebut.

Singkatnya, berjalan waktu, dipertengahan perjalanan, saya bersama kawan-kawan dihadapi oleh suatu musibah yang amat menusuk relung hati. Bagaimana tidak, Tuhan Yang Maha Kuasa secara cepat memisahkan kami dengan beliau. Kami pun terguncang hatinya dan tak menyangka, dengan masih belia, beliau dengan begitu cepatnya berpisah meninggalkan kami. Tapi, takdir Tuhan tak bisa dinegosiasi, ketika sudah Kun fayakun, maka semua yang musykil terjadi secara sekejap dapat terjadi.

Selamat Jalan Guruku Terkasih

Wejangan dan Jasamu Akan Ku Terus Tancapkan Dalam Sanubariku

Kelas XI dan PI

Dalam safari sekolah, saya menapak di kelas XI merasakan sebuah tantangan perdana. Di mana saya dan seluruh kawan-kawan saya dihadapkan pada tantangan untuk menghadapi praktik kerja lapangan (PKL) atau sekarang praktik industri (PI).

Praktik industri merupakan salah satu program yang dipersiapkan oleh Pemerintah untuk menunjang kualitas pendidikan yang berintegritas. Praktik industri merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional, yang memadukan dan mengelaborasi secara sistematik dan sinkron antara program pendidikan di sekolah dan program pengusahaan yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di dunia kerja untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional. Di mana keahlian profesional tersebut hanya dapat dibentuk melalui tiga unsur utama yaitu ilmu pengetahuan, teknik, dan kiat.

Ilmu pengetahuan dan teknik dapat dipelajari dan dikuasai kapan dan di mana saja kita berada, sedangkan kiat tidak dapat diajarkan tetapi dapat dikuasai melalui proses mengerjakan langsung pekerjaan pada bidang profesi itu sendiri. Praktek industri dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang profesional di bidangnya. Melalui Praktek industri diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang professional tersebut. Di mana para siswa yang melaksanakan endidikan tersebut diharapkan dapat menerapkan ilmu yang didapat dan sekaligus mempelajari dunia industri. Tanpa diadakannya Praktek industri ini, peserta didik tidak dapat langsung terjun ke dunia industri karena siswa belum mengetahui situasi dan kondisi lingkungan kerja.

Orientasi dari implementasi PI ini sebagai memberikan pengalaman kerja langsung kepada peserta didik dalam rangka menanamkan iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan hasil kerja sekaligus upaya untuk mempersembahkan pendidikan, pelatihan, dan pembelajaran yang dilaksanakan di Dunia usaha dan dunia industri yang masih relevan dengan kompetensi peserta didik. Tujuan distingtifnya adalah sebagai upaya untuk menambah kompetensi peserta didik sesuai dengan bidang keahliannya serta menambah wawasan dan cakrawala bagi peserta didik tentang industri dan proses produksi di industri yang sesungguhnya.

Dalam implementasi PI, saya mengalami hiruk-pikuk. Di mana saya sempat tertahan di sekolah akibat permasalahan kawan saya. Maklum, manusia itu beragam dan unik. Saya dalam implementasi PI di sekolah hanya seminggu, setelah itu dilepaskan di luar. Kendati demikian, saya merasa betapa ibanya kepada kawan saya yang tertahan di sekolah. Namun demikian, itu menjadi keputusan bijak dari pihak sekolah, saya tidak bisa berbuat apa-apa.

Tiga bulan menjalankan masa PI, menorehkan sekelumit kesan-kesan yang bermakna. Saya merasa ada perubahan yang luar biasa dalam diri saya setelah melaksanakan PI ini. Sungguh menjadi luar biasa kegiatan PI ini, yang bisa merubah sikap menjadi berjiwa mandiri dan disiplin tingkat agung.

Setelah PI berakhir masanya dan saya melaksanakan kegiatan lagi, ujian khusus pasca PI. Ini sebagai bahan tes setelah melaksanakan PI, apakah mampu menguasainya atau tidak. Ujian ini sangat singkat, hanya 5-7 menit saja. Akhirnya, setelah menunggu sekian lama pengumumannya, seluruh peserta PI dinyatakan lulus.

OlympicAD

Bagi saya, kegiatan ini sebagai arah kemajuan di mulai. Pihak sekolah menunjuk saya untuk mengikuti cabang lomba essay dengan mengambil judul “Haedar Nashir dalam Potret Muhammadiyah”. Saya susun dan konstruksi essay itu secara hati-hati dan mendalam. Sebab kesempatan ini menjadi kesempatan pertama dan terakhir kalinya sebelum meninggalkan SMK. Saya senantiasa berkonsultasi dengan guru pembimbing (Rahmawati Yoga P, M.Pd dan Drs. H. Wajid Heryono) yang setiap saat selalu memberikan kritik atas tulisan yang saya sajikan.

Banyak yang dicoret-coret dari tulisan itu. Bayangkan, betapa penatnya menulis dan berpikir seorang diri, tulisan yang kita sajikan ternyata tidak berkorelasi atau kurang mendalam secara pendekatannya dan perspektifnya. Bagi saya, ini menjadi hal yang luar biasa di samping untuk meningkatkan kepiawaian dalam menulis selanjutnya.

Kompetisi ini berlangsung hanya sehari di tingkat provinsi. Saya mempresentasikan hasil tulisan essay ini di hadapan dewan juri dan peserta yang lain. Pertama dalam hidup saya berbicara di depan banyak orang. Dewan juri yang tak main-main sebab merupakan seorang dosen yang berprofesional (Dr. H. Robby Habiba Abror, S.Ag., M.Hum dan Dolina Inang Pambudi, M.Pd), dan tentunya khazanah pengetahuannya lebih komprehensif daripada saya yang kredibilitasnya hanyalah seorang peserta lomba.

Perasaan patah lidah mengguyur seluruh tubuh saya. Tangan dingin dan jantung dag-dig-dug sangat kencang, secepat mungkin harus bisa saya kendalikan. Teringat petuah guru pendidikan agama Islam yang mengatakan kalau kita dalam keadaan gugup, maka kita bisa membaca:

قَالَ رَبِّ ٱشۡرَحۡ لِي صَدۡرِي ، وَيَسِّرۡ لِيٓ أَمۡرِي ، وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّن لِّسَانِي ، يَفۡقَهُواْ قَوۡلِي

Artinya: [25] Berkata Musa: “Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku [26] Dan mudahkanlah untukku urusanku [27] Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku [28] Supaya mereka mengerti perkataanku”. (QS. Ta-Ha [20]: 25-28).

Doa itu sangat mustajab. Terbukti saya yang tak pernah berbicara di hadapan orang banyak, bisa dengan lancarnya mempresentasikan tulisan essay sebagai bahan dalam kompetisi OlympicAD ini.

Saya hanya bisa berdoa dan pasrah kepada Tuhan Allah SWT. Semuanya serahkan kepadaNya. Apapun hasilnya, saya akan terima dengan lapang dada. Kalau pun gagal, ya disyukuri dan jikalau berhasil, tetap disyukuri dan tidak boleh berhenti dalam menulis. Sebab menulis itu memberikan nutrisi kepada otak sehingga otak tidak hampa akan pengetahuan.

Hari Pengumuman

Tubuh berkeringat, jantung semakin berdebar-debar, menandakan kegelisahan. Akan tetapi saya telah optimis apa yang disuguhkan dalam lomba itu sudah sesuai dengan kemampuan yang saya miliki.

Akhirnya dengan membawa sikap optimisme itu, ditambah ibadah sebagai spiritualitas dan membaca doa itu, saya berhasil menyebet gelar juara dengan mendapatkan medali. Hal ini juga pertama kalinya saya dikalungkan oleh satu diantara anggota Muhammadiyah dengan sebuah lencana sebagai manifestasi atas perjuangan nan berdarah-darah dalam menghadapi para kompetitor.

Berangkat dari keberhasilan di OlympicAD tingkat propinsi ini, kemajuan dalam diri sendiri semakin berkobar. Maju dalam berpikir rasional dan berani mengambil tantangan. Sehingga, bagi saya OlympicAD sebagai arah kemajuan bagi kehidupan saya.

Setelah OlympicAD ini berlangsung, terdapat transformasi yang luar biasa dalam diri saya. (01) Berani berpikir rasional dan kritis (02) Membentuk hidup yang bertanggung jawab (03) Menjadikan diri lebih senang dalam menganalisa akan hal-hal kebaruan (04) Menjadi gemar menulis (5) Mudah dalam memecahkan permasalahan akibat senang menulis (06) Banyak diksi kata yang baru (07) Wawasan pengetahuan yang bertambah komprehensif.

Inilah awal kemajuan saya bisa menulis hingga detik ini. Kemudian saya merawat tradisi menulis sampai sekarang. Karena itu sebagai titipan Tuhan untuk saya, yang kemudian lewat tulisan itu, dapat menyemai benih-benih ilmu kepada diri sendiri dan juga warga masyarakat di penjuru tanah air.

Mengenal SM

Saya sejak sekolah di SMK Muhiyo mengenal Suara Muhammadiyah (SM). Sebelumnya saya tidak tahu kalau di Muhammadiyah memiliki majalah. Majalah SM merupakan majalah resmi milik Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang terbit sejak tahun 1915 di Yogyakarta. Majalah ini dirintis oleh KH Ahmad Dahlan beserta Haji Fachrodin. Majalah ini pada awalnya ada yang mengatakan terbit pada tahun 1917.

Namun, setelah Prof Dr Kuntowijoyo, MA salah seorang budayawan, sastrawan, dan sejarawan Indonesia sekaligus Guru Besar Fakultas Budaya Universitas Gajah Mada bertandang ke Perpustakaan Leiden, Belanda. Dirinya menemukan dokumen SM nomor 2 tahun 1915 yang masih menggunakan bahasa dan huruf Jawa. Dengan demikian, Majalah SM menjadi satu-satunya majalah tertua di Indonesia yang masih terbit hingga saat ini.

Ketika SMK Muhiyo, saya diperkenalkan oleh Bapak Drs. H. Wajid Heryono. Guru Pendidikan Agama Islam yang kini sudah memasuki purna tugasnya. Beliau menyuruh saya untuk menulis rubrik Khutbah Jumat di majalah tertua itu. Rubrik Khutbah Jumat menjadi primadona para penulis dari latarbelakang mubaligh, dosen, guru, dan sebagainya. Akhirnya, saya mencobanya menulis di rubrik tersebut. Awalnya tidak tahu mana kantor SM. Lalu, saya berkunjung di toko SM 1 (depan RS PKU Jogja), ternyata disebelahnya. Akhirnya masuklah ke kantor SM.

Saya bertanya dengan karyawan disitu tentang tata cara pengiriman naskah. Dijelaskan secara detail oleh karyawan nan baik dan ramah itu. Lalu saya mulai aktif menulis khutbah jumat, walaupun sering ditolak. Wajar, majalah nasional miliki Muhammadiyah. Butuh pergumulan besar untuk bisa menembusnya, bak menembus Opini Koran Kompas. Tulisan pertama saya terbit di rubrik khutbah jumat girangnya luar biasa (sekitar tahun 2017), karena bisa pertama kali menembus di majalah nasional.

Kegirangan itu selain bisa menembus media, pada saat yang sama juga mendapat honorium. Lumayan kala itu belum bisa bekerja, sudah bisa menghasilkan uang dengan tetesan peluh dari usaha menggoreskan ide melalui koridor kepenulisan. Dan hingga detik sekarang, saya menikmati menulis di rubrik ini.

Kelas XII

Masa yang sangat berwarna bagi saya. Kenapa? Sebab di kelas ini hanya butuh waktu kurang lebih lima sampai enam bulan saja. Setelah itu digempur oleh ujian yang begitu luar biasanya menggunung. Ujian menjadi perjalanan akhir bagi penulis di sekolah SMK ini sebelum keluar dari sana. Beranekaragam jenis-jenis ujian, membuat otak benar-benar tergerakkan tanpa henti untuk berpikir, menganalisa, dan memecahkan persoalan secara rasional.

Ujian di kelas akhir ini, penulis lalui dengan santai, tapi betul-betul. Artinya, dikala santai, tetapi di satu sisi serius. Semua materi pelajaran hanya tersampaikan di semester satu saja, sebab semester dua perang melawan ujian sudah dimulai. Penulis menyambutnya dengan biasa-biasa saja, tidak ada rasa takut yang berlebihan. Hadapi dengan pikiran dan hati bersih, niscaya masa suram ini bisa terlewati dengan mudah.

Ujian di lalui begitu rupa. Kendati saat itu digempur oleh wabah Pandemi Covid-19 episode pertama, saya tetap melaksanakan ujian dengan mengedepankan protokol kesehatan. memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Tapi, Alhamdulillah ujian dapat ditunaikan dengan baik, khususnya Ujian Nasional (UN) yang hasilnya sampai sekarang masih misterius.

Selaku lulusan Covid-19 episode pertama, saya berkesimpulan dari sekolah ini saya makin terbuka lebar ruang talenta saya. Saya tumbuhkembangkan pasca-kelulusan. Tentunya talenta menulis, yang sampai akhirnya saya bisa menulis di berbagai media seperti Kedaulatan Rakyat (KR), Tribun Jogja, Risalah Jumat Majelis Tabligh PWM DIY, dan beberapa media lainnya.

Berkat sekolah ini, saya bisa bekerja di SM sebagai reporter. Memang tidak pernah menyangka, asumsi saya setelah lulus SMK, hanya menjadi seorang pengangguran. Tapi, takdir Ilahi berkehendak lain. Saya menjadi reporter SM yang makin mentransformasikan hidup saya. Saya bisa berkenalan dengan tokoh-tokoh besar, tetapi ilmu dan pengalamannya pun tak ketingggalan—saya terus merawatnya.

Semua itu tidak lain karena dedikasi SMK Muhiyo. Kalau boleh saya ilustrasikan, SMK Muhiyo laksana kereta yang memiliki gerbong besar dan telah mengantarkan kesuksesan bagi peserta didiknya secara melalang buana. Dan salah satunya adalah saya yang kini menjadi alumnusnya. Saya kira tema tersebut berkelindan dengan apa yang kini saya raih. Bangga menjadi alumnus SMK Muhiyo.

Akhirnya, terima kasih SMK Muhiyo. Berkatmu, saya bisa mencapai cita-cita yang diinginkan. Cita-citanya tidak jauh panggang dari api. Tapi nyata teraktualisasikan. Semoga di masa depan menjadi sekolah yang unggul, berkemajuan, dan mencerahkan jagat kehidupan semesta.

Cristoffer Veron P, Alumnus SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta Tahun Pelajaran 2019/2020

Exit mobile version