Oleh: Amrozi Mufida
Salah satu penyebab generasi muda Islam hari ini tidak mengenal sosok pahlawannya adalah karena penulisan dan pengajaran sejarah bertolak dari dasar pemikiran deIslamisasi. Peran ulama dan santri dalam membela bangsa dan negara dipinggirkan dan ditiadakan.
Padahal peran ulama, santri, dan tokoh-tokoh Islam dalam perjuangan menegakkan kedaulatan bangsa dan negara sangat besar. Bahkan, mereka rela mengorbankan harta, tenaga, dan jiwa raganya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan.
Ketika seseorang tidak mengenal sejarah para generasi dan leluhurnya, maka dia tidak akan tergugah oleh duka nestapa, tragedi-tragedi, perjuangan, pengorbanan, kegemilangan, dan kemenangan mereka. Dia juga tidak akan mendapatkan inspirasi, harapan, dan cita-cita mereka. Ketidakpahaman seseorang terhadap sejarah, maka dia tidak akan mampu merajuk masa depan.
Sejarah sangat jelas memiliki peran penting dalam kehidupan seseorang. Pandangan seseorang akan jauh menatap kedepan apabila dia mengenal sejarahnya. Jika dia mengetahui cita-cita para pejuang Islam dalam kemerdekaan, maka dia akan memiliki semangat dalam berdakwah dan kerinduan dalam berjihad.
Ulama menjadi salah satu bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam usaha perjuangan bangsa Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari para penjajah. Sehingga di antara mereka ada yang gugur sebagai syuhada, seperti Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, dan yang lainnya. Mereka mengobarkan semangat jihad dalam mengusir dan membuat hengkang para penjajah dari bumi pertiwi ini.
Mereka membentuk laskar-laskar rakyat untuk mendapatkan pelatihan militer dan memanggul senjata, seperti Hizbullah, Sabilillah, Mujahidin, dan lain-lain. Hampir semua pertempuran melawan penjajah dipengaruhi oleh fatwa jihad, termasuk pertempuran 10 November 1945 di Surabaya, yang dikenang sebagai Hari Pahlawan. Keberhasilan pertempuran ini tidak lepas dari Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 di Surabaya.
Para ulama, seperti KH. Wahid Hasyim (NU), Ki Bagus Hadikusumo (Muhammadiyah), Kasman Singodimedjo (Muhammadiyah), dan Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah) juga memiliki peran yang sangat besar dalam merumuskan Ideologi Pancasila dan UUD 1945. Kemudian diserahkan untuk disahkan kepada Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta pada Sabtu Pahing, 18 Agustus 1945 M/10 Ramadhan 1364 H.
Bahkan, Ki Bagus Hadikusumo termasuk Perumus Redaksi Sila Pertama Pancasila dari draft sebelumnya, yaitu Piagam Djakarta: Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluk-pemeluknya
Kiprah ulama dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia begitu panjang. Nama mereka telah tercatat dengan tinta emas sebagai Syuhada (Pahlawan).
Kemerdekaan Indonesia tahun ini yang telah sampai di usia 78 tahun adalah warisan para ulama yang mesti harus dijaga dengan baik. Namun sayangnya banyak peran ulama yang tidak terekspos keluar, sehingga tidak banyak orang yang mengetahui perjuangan para ulama dalam menyongsong kemerdekaan Indonesia.
Penulis adalah anggota LPHU PDM Lamongan