YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- Para mahasiswa semester ke-7 FKIP Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI) Lampung mengikuti Program Asistensi Guru di BPMP DIY. Kegiatan yang berlangsung 7 hingga 9 Agustus 2023 ini bertajuk “Meningkatkan Kualitas Kompetensi Pendidik yang Merdeka dalam Semesta Belajar yang Tak Terbatas”.
Penanggungjawab kegiatan Astoni Nurdin, M.Pd menjelaskan bahwa kegiatan ini diikuti oleh 283 peserta yang terdiri 263 mahasiswa, 16 dosen dan 4 tenaga kependidikan. Astoni menambahkan bahwa rombongan dipimpin oleh Dekan FKIP UMPRI Rahma Faelasofi, M.Sc dan Wakil Dekan Nurfaizal, M.Pd.
Sementara itu dalam sambutan di acara pembukaan, Dekan FKIP UMPRI Faelasofi melihat perlunya mahasiswa menyerap knowledge dari para pakar praktisi dari luar kampus yang menguasai kompetensi kurikulum merdeka. Menurut Faelasofi, melalui kegiatan ini UMPRI merasa terbantu dalam memberikan pemahaman para mahasiswa atas filosofi Kurikulum Merdeka, Program Sekolah Penggerak dan Merdeka Belajar.
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala BPMP DIY Eko Sumardi. Dalam sambutannya Eko Sumardi menyambut baik silaturahmi UMPRI ke BPMP DIY. Menurut Eko tujuan kunjungan ke Yogyakarta sungguh tepat, karena Yogyakarta kota Pendidikan, budaya dan sejarah.
Kurikulum Merdeka harus dipahami oleh para calon guru, selain itu Eko Sumardi mengajak para mahasiswa FKIP untuk meluruskan niat menjadi guru. Profesi guru sangat mulia dan amaliahnya sangat luar biasa, maka Eko mengingatkan agar jangan merasa terpaksa menjadi guru, apalagi menganggapnya salah pilih profesi.
Eko menambahkan, hakikatnya guru berperan membantu anak didik nya untuk berkembang sesuai kemampuannya. Anak didik masing-masing memiliki potensi berbeda, maka sebagai guru harus membawa mereka agar dapat berkembang potensinya secara optimal.
Saat ini kemampuan literasi dan numerasi anak Indonesia diukur dengan PISA tidak pernah beranjak dari peringkat 10 terbawah. Melalui kurikulum Merdeka ini, seorang murid diberikan materi esensial untuk memperbaiki literasi dan numerasi. Harapannya, anak Indonesia terbekali dengan kemampuan untuk belajar, yang dapat menjadi modal untuk menguasai banyak kompetensi serta mengembangkan potensinya.
Mengakhiri sambutannya Eko menegaskan bahwa dalam Kurikulum Merdeka ada 2 perkara pokok. Pertama adalah assesmen diagnostic, di sini seorang guru dituntut mampu melihat potensi setiap peserta didiknya. Hal berikutnya adalah pembelajaran berdeferensiasi sesuai hasil asesmen diagnostik.
Selain itu dalam kurikulum Merdeka juga dilaksanakan P5, aktivitas pembelajaran berbasis projek yang merangsang anak Indonesia agar mampu melakukan problem solving. Harapannya, anak Indonesia nantinya mampu menghadapi masalah yang dihadapinya karena telah dididik untuk menemukan langkah pemecahannya.
Kunjungan ke sekolah penggerak
Sementara itu, Kapokja 1 BPMP DIY Sugianta menjelaskan kegiatannya dikemas dalam pola 34 jam. Narasumber terdiri dari unsur BPMP yang kompeten dalam Kurikulum Merdeka. Mata diklat meliputi Kebijakan Kemdikbud Tentang Kurikulum Merdeka, Struktur Kurikulum Merdeka, Kurikulum Merdeka Pendidikan Dasar dan Menengah, Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila, Digitalisasi sekolah, Literasi dan Numerasi, Praktik Menyusun Modul Ajar, Observasi ke Sekolah Pengerak SD dan SMP di DIY, serta Tugas Mandiri.
Sugianta menjelaskan, untuk sekolah penggerak yang diobservasi adalah jenjang SD dan SMP. Untuk jenjang sekolah dasar meliputi SD Unggulan Aisyiyah Bantul, SD Muhammadiyah Kleco, dan SD Negeri 1 Bantul. Sedangkan untuk jenjang SMP mengunjungi SMP Muhammadiyah 7 Yogyakarta dan SMP Negeri 1 Banguntapan Bantul.
Muhammadiyah Gerakan Literasi
Kegiatan UMPRI Lampung diakhiri dengan kunjungan ke Museum Muhammadiyah di Kompleks Kampus Universitas Ahmad Dahlan. Menurut Wakil Dekan UMPRI Nurfaizal, ada banyak informasi yang akan digali di Museum Muhammadiyah. Salah satu yang terpenting dan terkait dengan kurikulum Merdeka, di Museum Muhammadiyah kita dapat mengetahui bahwa literasi adalah pilar utama dan pertama saat Kyai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Nurfaizal menambahkan, pada saat Muhammadiyah pertama kali didirikan di tahun 1912, jawatan yang paling awal dibentuk adalah Taman Pustaka yang mengurusi literasi. Selain itu, melalui kunjungan ke Museum Muhammadiyah juga dapat diketahui bahwa Kyai Ahmad Dahlan adalah pelopor berdirinya sekolah modern di Indonesia. Pada tahun 1890- an, jauh sebelum Muhammadiyah berdiri Kyai Dahlan telah mendirikan sekolah modern di kompleks Langgar Kidoel Kauman Yogyakarta. (Yudha/BPMP)