Gerakan Menabung Pasca Pandemi
Oleh: Dr.Ir. Armen Mara, M.Si
Dampak Pandemi Covid19 terhadap UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) terasa pahit bagi pengusahanya. Pasca Pandemi kondisi usaha terpuruk, tak punya uang tunai, sebagian konsumen berpindah ke perusahaan lain, karyawan tercerai berai, dan tagihan bank pun datang.
Menteri Koperasi dan UKM tetap memberi semangat, ayoo bangkit kembali, mulai lah berusaha dan bekerja. Persoalan yang sulit diabaikan adalah tagihan kredit bank yang harus dipenuhi sesuai perjanjian sewaktu akad kredit. Kebenaran pula yang mengalami masalah pasca Pandemi tersebut adalah UMKM yang mengandalkan dana pinjaman Bank. Dimana, uang yang diharapkan untuk membayar tagihan adalah uang hasil usaha yang selama masa Pandemi tidak bisa menghasilkan. Bagaimana pun ajakan Menteri perlu kita perlu kita sokong. Namun, perlu diingat “keledai tak boleh terjatuh dua kali ke lubang yang sama”, mari menabung dan kurangi ketergantungan.
Kemajuan ekonomi mengabaikan tabungan?
Muhammad Hatta (1967) dalam bukunya “Pengantar ke jalan ekonomi sosiologi” menjelaskan bahwa perekonomian suatu bangsa dapat dibagi ke dalam tiga tingkatan kemajuan yaitu (1) berekonomi cara natura (2) berekonomi dengan perantaraan uang dan (3) berekonomi dengan perantaraan kredit. Kemajuan ekonomi ditandai oleh beralihnya masyarakat dari penggunaan natura ke penggunaan uang dan kemudian beralih lagi ke cara-cara kredit. Walaupun “waktu berubah dan zaman berganti” resiko atau kejadian yang membuat usaha mengalami kegagalan tetap selalu ada dan pebisnis harus siap dengan antisipasinya.
Setiap usaha selalu ada resiko, baik pada zaman natura, atau pun zaman uang, apalagi pada zaman kredit. Secara tradisional pengusaha mengamankan resiko dengan cara tabungan yang bentuk nya berbeda-beda dari zaman ke zaman. Pada zaman ekonomi cara natura (perdagangan barang dengan barang) orang menabung dalam bentuk benda, misalnya menyimpan nya di lumbung. Hasil panen tidak dijual semua nya melainkan disimpan sebagian sebagai cadangan.
Pada zaman uang orang masih meneruskan tradisi menabung dan pekerjaan nya menjadi lebih mudah, yaitu menyimpan uang dalam celengan atau rekening bank. Konon kebiasaan menabung dalam bentuk celengan (tempat menyimpan uang terbuat dari tanah liat) sudah ada sejak zaman Mojopahit. Sebagai bukti yaitu ditemukan celengan kuno berisi uang kuno (Supratikno Raharjo dkk,2019 dalam buku Menabung membangun bangsa).
Pada zaman kredit, mungkin karena teknologi sudah demikian canggih, orang merasa tidak perlu lagi menabung. Teknologi membuat semuanya menjadi mudah, tak perlu repot-repot bawa uang, cukup bawa kartu kredit atau kartu debit saja. Menyimpan uang di rekening dianggap rugi karena uang mengendap, apalagi kalau tempat penyimpanannya celengan, tentu dianggap kuno sekali dan nilainya akan terus menurun. Maka saldo uang dalam rekening kartu debit tak perlu banyak-banyak dan orang lebih suka menggunakan kartu kredit. Uang bisa diambil (dipinjam) berapa saja yang kita butuhkan saat berbelanja.
Pada zaman kredit ini, memang semua serba dimudahkan. Orang yang tidak punya apa-apa kepingin jadi pengusaha angkutan “ojek” bisa mendapatkan sepeda motor hanya dengan modal KTP (Kartu Tanda Penduduk) saja. Orang kepengin menjadi pengusaha taksi hanya dengan sedikit uang pangkal bisa memiliki mobil. Bahkan sekarang sedang semarak pula pinjaman online dengan persyaratan sederhana dan mudah bisa mendapatkan kredit. Namun,pengalaman selama Pandemi harus dijadikan pelajaran yang berharga, bahwa uang tunai itu penting.
Gerakan kembali menabung
Secara hipotetis prilaku manabung dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu rencana kegiatan ke depan dan besarnya pendapatan. Seseorang yang memiliki rencana ke depan, misalnya rencana membuat rumah, membeli mobil, menyekolahkan anak, atau membuka usaha baru tentu akan berpikir tentang perlunya uang di masa mendatang, Semangat untuk mengimlementasikan rencana tersebut akan memaksanya untuk menyisihkan sebagian uang untuk disimpan dalam tabungan.
Faktor pendapatan secara rasional akan mempengaruhi besarnya uang yang akan ditabung. Namun, pendapatan yang besar sekali pun mungkin tidak akan mendorong nya untuk menabung jika rencana melakukan kegiatan penting di masa depan tidak ada. Sebaliknya, walaupun pendapatan seseorang itu tidak begitu besar, asal dia memiliki rencana besar di masa datang akan membuatnya rela dan ikhlas menyisihkan sebagian uang yang diterima untuk ditabung.
Pada bulan Mei 2023 yang lalu, kita mendapat berita tentang seorang laki-laki (72 tahun) tukang potong rumput keliling dari Medan berhasil ikut naik haji pada tahun 2023. Disamping itu, dari Lamongan diberitakan pula seorang wanita umur 75 tahun dengan profesi pemulung juga ikut naik haji pada tahun ini. Kedua nya merupakan orang-orang yang memiliki rencana penting di masa depan, mereka membuktikan bahwa pendapatan yang kecil itu tak menghalangi nya untuk menabung demi mencapai cita-cita tersebut.
Namun, untuk menabung tentu banyak sekali gangguan dan godaan nya. Sering sebelum terima gaji orang ada niat untuk menabung tapi setelah uang diterima pikiran spontan berubah. Kita tergoda untuk memikirkan makan yang enak, beli pakaian baru, atau kepengin berwisata ke luar negeri bahkan kepingin keliling dunia. Hal ini memang membuktikan bahwa menabung itu memerlukan perjuangan.
Menabung itu biasanya dilaksanakan secara terjadwal, rutin, dan disiplin. Pelaksanaannya bisa harian, mingguan, bulanan, habis gajian, setelah menjual hasil panen, dan sebagainya yang akhirnya kalau dilaksanakan dengan baik akan menjadi tradisi bahkan budaya atau kebanggaan bagi suatu masyarakat. Untuk itu, diperlukan gerakan yang diprakarsai oleh pimpinan formal pemerintahan dan organisasi masyarakat melalui kebiajakan, dan pemimpin non formal melalui dakwah dan himbauan.
Persyarikatan Muhammadiyah yang organisasinya sudah mencapai wilayah seluruh provinsi di Indonesia, bahkan sudah sampai ke tingkat kecamatan dan desa bisa mengambil peran ini. Gerakan menabung perlu dilakukan secara terus menerus, dimulai dari sekolah-sekolah, kantor, masjid, musholah, perkumpulan ibu-ibu RT, majlis taklim, perkumpulan negeri asal, perkumpulan keluarga dekat, dan organisasi lainnya. Bentuk gerakan menabung itu bermacam-macam polanya, ada tabungan biasa, tabungan berjangka, tabungan julo-julo, tabungan investasi, dan sebagainya.
Walaupun himbauan menabung ini sudah dimulai sejak lama dan berulang oleh organisasi-organisasi yang disebutkan diatas, namun gerakan menabung itu biasanya tidak tuntas sekali jadi, perlu dilaksanakan secara terus menerus. Tulisan ini bermaksud “menghangatkan yang telah dingin, mengingatkan yang sudah lupa, dan menyambungkan yang terputus”. Semoga terwujud.
Dr.Ir. Armen Mara, M.Si, Ketua Majlis Ekonomi dan Bisnis PDM Kota Jambi