Oleh: Suko Wahyudi, PRM Timuran Yogyakarta
Shalat merupakan ibadah yang agung dalam ajaran Islam. Ia adalah pokok kedua yang disebutkan Al-Qur’an setelah beriman kepada yang ghaib. Dan di akhirat nanti shalat merupakan amal yang pertama kali akan ditanyakan oleh Allah SwT kepada hamba-Nya.
إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ الْعَبْدُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنْ الْفَرِيضَةِ ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ
Sesungguhnya amal hamba yang paling pertama sekali diperhitungkan pada hari kiamat adalah shalatnya. Jika didapati shalatnya sempurna, maka dicatat sebagai shalat yang sempurna. Tetapi jika kurang daripadanya sesuatu. (Allah) bertitah, , “Lihatlah apakah kalian mendapatkan baginya suatu amalan sunah untuk melengkapi apa-apa yang kurang dari fardhu itu dari amalan sunnahnya itu. Kemudian semua perbuatan diperlakukannya seperti itu.” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah)
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, “Bagian seseorang di dalam Islam adalah sesuai dengan kadar bagian dari shalatnya. Kecintaannya kepada Islam sesuai dengan kadar kecintaanya kepada shalat. Oleh sebab itu kenalilah dirimu wahai hamba Allah! Dan takutlah ketika engkau akan menjumpai Allah ternyata kondisimu tidak memiliki kadar Islam. Sebab kadar Islam di dalam hatimu layaknya seoperti kadar shalat yang ada di dalam hatimu.” (Thabaqat Al-Hanabilah, 1/354)
Dalam Al-Qur’an kata shalat disebutkan tidak kurang dari Sembilan puluh ayat dengan berbagai maknanya. Ada yang berarti do’a sebagaimana difirmankan dalam surat At-Taubah [9] ayat 103,
خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan, dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Shalat juga juga berarti memberi berkah, sebagaimana firman Allah,
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا (٥٦)
Sesungguhnya Allah dan para malakikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya. (Al-Ahzab [33]: 56)
Di dalam ayat tersebut terdapat kata salawat yang merupakan bentuk jamak dari kata salat yang berarti rahmat, doa, dan berkah, sebab ayat tersebut menyatakan bahwa Allah memberi rahmat dan berkah kepada Nabi dan juga para Malaikat mendoakan Nabi, serta kepada kaum muslimin diperintahkan untuk memohonkan rahmat bagi Nabi SaW.
Secara syar’i shalat adalah menghadapkan jiwa kepada Allah SwT, yang bisa melahirkan rasa takut kepada Allah dan bisa membangkitkan kesadaran yang dalam pada setiap jiwa terhadap kebesaran dan kekuasaan Allah SwT. Menurut Prof.Hasby Ash-Siddieqy, sholat ialah menggambarkan ruhus shalat atau jiwa shalat; yakni berharap kepada Allah dengan sepenuh hati dan jiwa raga, dengan segala kekhusyu’an di hadapan Allah dan ikhlas disertai dengan hati yang selalu berdzikir, berdoa, dan memuji-Nya.
Shalat adalah salah satu rukun atau pilar Islam yang lima. Ia merupakan bagian dari ibadah khusus dalam rangka menyembah Allah SwT dan mendekatkan diri kepada-Nya. Shalat juga merupakan ibadah yang petama kali di wajibkan. Ibadah shalat mulai diwajibkan ketika Rasulullah SaW masih berada di Makkah, tepatnya satu tahun sebelum beliau dan para sahabatnya hijrah ke Madinah. Rasulullah SaW menerima kewajiban shalat tersebut melalui peristiwa Isra’ Mi’raj.
قُلْ لِّعِبَادِيَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُنْفِقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً مِّنْ قَبْلِ اَنْ يَّأْتِيَ يَوْمٌ لَّا بَيْعٌ فِيْهِ وَلَا خِلٰلٌ (٣١)
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun secara terang-terangan sebelum datang hari kiamat, yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” (Ibrahim [14]: 31)
Shalat adalah salah satu sendi ajaran Islam yang harus ditegakkan. Ia merupakan ibadahnya para rasul (Al-Anbiya’ [21]: 73). Pelaksanaan shalat yang merupakan ibadah para rasul itu mungkin berbeda-beda sesuai dengan keadaan dan masa umat yang dituju dengan diutusnya para rasul tersebut. Misalnya pada masa Nabi Musa AS, shalat diwajibkan sebanyak lima puluh kali dalam sehari semalam, dan untuk umat Nabi Muhammad SaW cukup diwajibkan lima kali sehari semalam. Sebagai perintah Allah, shalat yang menjadi kewajiban umat Muhammad SaW harus dilaksanakan sesuai dengan tuntunan yang telah Nabi ajarakan.
صلو ا كما را يتموني أصلي
Shalatlah kamu sebagaimana kalian melihat aku mengerjakan shalat. (HR. Bukhari)
Seluruh rangkaian ibadah di dalam agama Islam sangatlah ketat. Sehingga ibadah-ibadah dalam bentuk maupun tata caranya tidak akan berubah sejak awal mula ibadah itu diperintahkan sampai selesainya umur dunia. Demikian juga dengan ibadah shalat. Ia wajib dilaksanakan menurut contoh dari Nabi Muhammad SaW dalam seluruh rangkaiannya.
Rasulullah SaW mengajarkan shalat adalah tindakan dalam bentuk ibadah yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Permulaan shalat, shalat didirikan dengan membaca kalimat kebesaran Allah SwT. Allah Maha Besar dengan segala sifat-sifat kemuliaan-Nya. Pada saat orang shalat bertakbir, serempak jiwanya bergerak menghadap kehadirat Allah SwT demi memohon ampun dan pertolongan Allah SwT. Selesai memuji, memohon ampun, dan pertolongan-Nya melalui rakaat dalam shalat dengan berdiri, rukuk, dan sujud kemudian mengucapkan salam keselamatan dan kesejahteraan untuk menyelesaikan shalat.
Itulah ibadah shalat dalam Islam yang dengan ibadah itu setiap muslim diwajibkan untuk melaksanakannya. Mulai dari yang paling awal di waktu pagi buta (Shubuh), lalu manusia terlibat dalam aneka urusan dunia dalam beberapa saat, kemudian kembali menemui Allah SwT di siang hari (Zhuhur), untuk memperkaya diri dengan rahmat-Nya, guna menyegarkan dan menegaskan kembali peran kita dalam kehidupan ini, lalu kembali kepada pekerjaan kita. Setelah beberapa jam, kembali lagi pada sore hari (Asar) untuk memperbarui kesetiaan kepada Allah SwT. Kemudian pada ujung hari, ketika matahari tenggelam (Maghrib), seorang muslim kembali shalat. Shalat adalah pengingat tetap bagi orang beriman akan perannya dalam kehidupan. Ketika seluruh aktivitas hari itu usai, seorang muslim kembali shalat untuk pertemuan terakhir sebelum beranjak tidur (Isya). Demikianlah seorang muslim melalui hari-harinya dengan menyembah Allah SwT.
Shalat adalah tatacara untuk menyembah kepada Allah SwT Tuhan Yang Maha Suci dan disembah dengan kesucian lahir dan batin. Hasil yang diperoleh pun adalah kesucian jiwa, yaitu segala kemungkinan yang baik. Jadi, shalat mengandung hikmah dan falsafah hubungan manusia dengan Allah SwT. Abdul Hadi Hasan Wahbi menyebutkan bahwa shalat adalah benang merah dan sarana penghubung antara hamba dan Tuhannya. Benang merah ini dapat mendatangkan kekuatan baru bagi yang melaksanakannya. Dengan shalat jiwa akan merasakan mendapatkan bekal yang sangat bernilai dibandingkan dengan segala kesenangan duniawi. Shalat adalah penolong yang tak pernah mengeluh, bekal yang tidak akan habis, penolong yang selalu memiliki kekuatan baru, bekal bagi hati, dan kunci yang selalu memberi kecukupan dn memenuhi kebutuhan. (Nikmatnya Shalat, hlm. 13)
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa, “Apabila Rasulullah SaW dirundung suatu urusan, maka beliau akan segera bangkit untuk mengerjakan shalat.” (HR. Abu Dawud). Berkaitan dengan hal ini Allah SwT telah menyebutkan di dalam firman-Nya, Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’. (Yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. (Al-Baqarah [2]: 45-46)
Allah SwT memerintahkan setiap muslim untuk mendirikan shalat dan mengerjakannya dengan sempurna, baik ketika berdiri, rukuk, maupun sujud, dan menyempurnakan bacaannya. Menegakkan shalat berarti meninggalkan semua larangan dan mengerjakan semua perintah yang terkandung di dalamnya. Di dalam shalat terdapat syarat, rukun, sunnah, adab, hal-hal yang makruh dan yang membatalkannya. Jika seseorang memenuhi syarat, rukun, kewajiban, sunnah dan adabnya serta meninggalkan yang membatalkannya maka ia telah menegakkan shalat. Allah SwT telah menyisipkan janji keberuntungan bagi orang yang khusyu’ di dalam shalatnya. Dan orang yang kehilangan kekhusyu’an dalam shalatnya, maka ia tidak termasuk dalam golongan orang yang beruntung.
قَدْ اَفْلَحَ الْمُؤْمِنُوْنَ ۙ (١) الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلٰو تِهِمْ خَاشِعُوْنَ (٢)
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya” (Al-Mukminun : 1-2)
Khusyu’ dalam shalat ibarat ruh dalam jasad. Jasad yang ditinggal oleh ruhnya, maka jasadnya menjadi mati, sehingga tiada berguna lagi. Khusyu berarti memusatkan kosentrasi dalam hati untuk menghayati setiap apa yang digerakkan dan diucapkan dalam shalat disertai perendahan diri dan pengagungan kepada Allah SwT. Khusyu merupakan karakter orang beriman yang mesti dimiliki oleh setiap muslim karena khusyu’ sangat mempengaruhi besar kecilnya balasan bagi orang yang shalat. Para ulama salaf berkata:
“Shalat itu ibarat engkau menghadiahkan seorang wanita hamba sahaya kepada sang Raja. Bagaimana tanggapan sang Raja, bila yang engkau hadiahkan itu ternyata tangannya lumpuh, atau sebelah matanya buta, atau telinganya tuli, atau tangan dan kakinya buntung, atau (badannya) sakit atau perangainya jelek ataupun (rupanya) jelek, dan bahkan sudah jadi mayat? Maka bagaimana lagi tentang ibadah shalat, yang dijadikan hadiah dan taqarrub (mendekatkan diri) dari seorang hamba kepada Rabb-Nya? Padahal Allah itu baik, yang tidak menerima kecuali yang baik. Termasuk dari amalan yang tidak baik adalah shalat yang tidak ada ruhnya. Sebagaimana tidak teranggap pembebasan budak yang baik, jika ternyata budak itu sudah tidak ada ruhnya.” (Madarijus Salikin, 1/526)
Motif utama dari khusyu’ dalam shalat adalah hadirnya hati orang yang shalat di hadapan Allah SwT yang disertai dengan rasa cinta, pengagungan kepada-Nya, takut akan siksa-Nya, hasrat ingin mendapatkan pahala dan untuk merasa dekat dengan-Nya. Sehingga karenanya hati orang yang melaksanakan shalat akan merasa damai, jiwanya menjadi tenteram dan gerak geriknya menjadi tenang. Khusyu’ dalam shalat juga merupakan aplikasi akan sikap kesopanan di hadapan Allah SwT. Wallahu A’lam.