Yogya Darurat Sampah

Yogya Darurat Sampah

Oleh: Alfian Dj

Permasalahan sampah bukan persoalan Indonesia, setiap negara mempunyai persalan terkait sampah, ScinceMag menyebutkan produksi sampah plastik global sejak tahun 1950 hingga 2015 terus menunjukkan peningkatan, data menunjukkan pada tahun 1950 produksi sampah dunia hanya 2 juta ton pertahun  65 tahun kemudian di tahun 2015 meningkat tajam menjadi 381 juta ton pertahun.

Pertumbuhan penduduk dan perubahan pola konsumsi sangat mempengaruhi jumlah produksi sampah disuatu wilayah, faktor lain adalah prilaku masyarakat dalam mengelola sampah dimulai dari individu, Rumah tangga dan juga pelaku usaha belum tertata dan berjalan dengan baik. Indonesia pada tahun 2020 merupakan negara ke 5 di dunia sebagai negara penghasil sampah.

Indonesia telah memiliki peraturan perundang undangan tentang pengelolaan sampah, aturan tersebut tertuang dalam Undang undang No 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, Yogyakarta juga memiliki aturan yang tertuang dalam peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta No 3 tahun 2013 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah tangga.

Ditutupnya TPA Piyungan Bantul selama 1,5 Bulan terhitung sejak 23 Juli hingga 5 September 2023 menyisakan banyak persoalan, pasca penutupan tumpukan sampah dapat ditemui dengan mudah di setiap sudut Kota Yogyakarta. belum lagi berbicara bagaimana kondisi sampah di Bantul, Sleman, Gunung Kidul serta Kulon Progo.

Penutupan TPA Piyungan bukanlah kali pertama akan tetapi telah beberapa kali ditutup, penutupan tersebut dilakukan karena TPA yang mulai beroperasi sejak tahun 1996  telah over capacity, seharusnya tugas TPA Piyungan berakhir sejak 2014 akan tetapi karena belum memiliki alternatif penanganan diperpanjang sampai 2025.

Alternatif pengelolaan

ASN dilingkungan Pemerintah Kota Yogyakarata diwajibkan berperan aktif mengatasi persoalan sampah, diantaranya dengan program Mengelola Limbah dan Sampah dengan Bipori Ala Jogja di singkat ( Mbah Dirjo), Program ini juga  melibatkan semua lapisan masyarat agar terbiasa mengelola sampah organik melalui biopori, baik ditingkat rumah tangga maupun dalam skala yang lebih besar.

Program Mbah Dirjo diakui  mampu mengurangi produksi sampah harian kota Yogyakarta hingga 30 % dari total 260 ton sampah setiap harinya.  Pemerintah DIY juga sudah mengkaji perlunya pengadaan tekhnologi pengelolaan sampah agar dapat menanggulangi permasalahan sampah DIY, direncanakan program ini akan dimulai tahun 2024 dengan melibatkan investor.

Peran semua pihak

Permasalahan sampah tidak akan pernah dapat diselesaikan secara paripurna apabila tidak ada kerjasama antar pihak, kewajiban menyelesaikan persoalan sampah tidak semata mata diserahkan pada pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah akan tetapi agar berjalan maksimal tentu membutuhkan peran serta masyarakat luas.

Pengelolaan sampah harus dimulai dari individu, lingkup rumah tangga  serta pelaku usaha, setiap komponen harus memiliki kesadaran untuk mengelola sampah secara mandiri, pelaku usaha, produsen harus terus mengkampanyekan penggunaan kemasan atau wadah belanja yang mudah diurai lingkungan.

Saat ini di Yogyakarta  telah berdiri banyak bank sampah yang dikelola secara mandiri oleh kelompok masyarakat dengan latar basis komunitas, Ananto Isworo Founder Gerakan Shodaqah Sampah dan gerakan Eco Masjid  telah membuktikan sampah yang dikelola dengan baik berbasis masjid juga mampu menjadi kekuatan ekonomi yang telah digunakan untuk santunan pendidikan, santunan sembako, santunan kesehatan bagi masyarakat tidak mampu serta bantuan bagi yatim piatu.

Kini semua berpulang pada masyarakat Yogyakarta, apakah ingin lepas dari jerat darurat sampah dengan cara mengelola sampah secara mandiri dan meminimalisir penggunakan bahan bahan yang berpotensi menjadi timbunan sampah, Atau acuh tak acuh  dengan keadaan,.

Mengambil langkah praktis dengan membakar sampah hanya akan menimbulkan persoalan baru. Polusi yang timbul dari pembakaran malah dapat membahayakan kesehatan, apalagi rata rata palstik yang ada disekitar kita adalah plastik yang tidak ramah lingkungan, bila dibakar malah  menimbulkan gas dioksida yang berbahaya bagi kesehatan.

Alfian DJ, Staf Pengajar Muallimin Muh Yogya      

Exit mobile version