Hari Pers Muhammadiyah: Kesadaran Kolektif tentang Pentingnya Literasi

Hari Pers Muhammadiyah: Kesadaran Kolektif tentang Pentingnya Literasi

Hari Pers Muhammadiyah: Kesadaran Kolektif tentang Pentingnya Literasi

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Suaranya sedikit parau namun tetap bertenaga. Sebagaimana kalimat motivasi, kata-katanya penuh semangat. Mendorong siapa saja untuk tak berhenti bergerak. Melakukan terobosan dalam menghadapi tantangan zaman yang tak pernah berhenti. Ia adalah salah satu dari 13 Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi Majelis Pustaka dan Informasi. Di atas podium Dadang Kahmad mengapresiasi Suara Muhammadiyah yang mampu bertahan lebih dari 100 tahun. Sampai detik ini Majalah Suara Muhammadiyah masih menyapa pembaca dengan suguhan literasi yang meneguhkan, mencerahkan dan menggembirakan.

Sebagai media arus utama di Muhammadiyah, SM terus berbenah. Di bawah kepemimpinan Deni Asy’ari, Suara Muhammadiyah mengembangkan berbagai sayap bisnis guna menopang keberlanjutan nafas majalah yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan pada 1915 silam. Yang terbaru Suara Muhammadiyah mendirikan SM Tower and Convention di jantung Kota Yogyakarta, salah satu usaha bisnis yang bergerak di bidang perhotelan.

Melihat berbagai capaian yang telah ditorehkan oleh SM, Dadang pun menyambut gembira usulan Hari Pers Muhammadiyah yang dinisbahkan dengan terbitan pertama Majalah Suara Muhammadiyah yang diperkirakan jatuh pada tanggal 13 Agustus 1915. Tentu, sejarah berdirinya SM tak lepas dari kekhawatiran para pelopor Muhammadiyah terkait angka buta huruf masyarakat pribumi yang sangat tinggi. Fakta tersebut membuat KH Ahmad Dahlan tergerak untuk menghadirkan semangat dakwah literasi kepada umat Islam yang saat itu sangat terbelakang. Mendorong mereka menjadi masyarakat utama, masyarakat yang melek literasi.

Dengan bernafaskan gerakan, Muhammadiyah generasi awal gencar mendirikan sekolah, panti-panti pustaka, dan yang tak kalah penting adalah mendirikan media Suara Muhammadiyah. Meski berbagai capaian telah ditorehkannya hingga hari ini, bukan berarti dakwah dan jihad literasi yang digawangi oleh SM lantas mandek (berhenti). Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) angka buta huruf di Indonesia per tahun 2022 masih terbilang cukup tinggi di atas 3 persen. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab bersama bagaimana SM tetap hadir merespon tantangan tersebut. Angka ini pun diperparah dengan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia yang rendah.

“Oleh karena itu bapak dan ibu sekalian, saya teringat, mungkin inilah yang menjadi inspirasi bagi para pendiri Muhammadiyah bagaimana supaya masyarakat pribumi menjadi orang yang terpelajar. Dan senang untuk meningkatkan pengetahuan,” ujarnya kepada Suara Muhammadiyah di rooftop SM Tower and Convention (23/8).

Munurutnya Muhammadiyah abad pertama begitu sukses dengan perannya sebagai pionir di berbagai bidang kehidupan. Sehingga Muhammadiyah abad pertama mendapat pujian dari berbagai pengamat gerakan sosial, baik di level nasional maupun internasional.

Namun saat ini Muhammadiyah telah berada di awal milenium kedua. Tantangan yang dihadapi pun sangat berbeda dengan Muhammadiyah di milenium pertama. Mitsuo Nakamura, seorang pengamat dari Jepang pernah bertanya, bisakah Muhammadiyah abad kedua menjadi pionir di tengah tantangan yang luar biasa? Tampaknya pertanyaan ini sudah ada jawabannya. Sebagai salah satu amal usaha unggulan di bawah naungan Persyarikatan, Suara Muhammadiyah menjadi lebih eksis karena dipemimpin oleh orang yang memiliki kreatifitas dan semangat yang tinggi.

“Saya sangat setuju kita mengusulkan kepada PP Muhammadiyah untuk menjadikan tanggal 13 Agustus sebagai Hari Pers Muhammadiyah. Ini bukan apa-apa, kita ingin menyadarkan warga Muhammadiyah bahwa pers itu sangat penting. Gerakan-gerakan membaca dan menulis sangat penting,” tegasnya. (diko)

Exit mobile version