Meneropong Jejak Majalah Suara Muhammadiyah Abad Ke-2

Meneropong Jejak Majalah Suara Muhammadiyah Abad Ke-2

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka mempertegas peran dakwah dan media di era modern, Majelis Pustaka Informasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Majalah Suara Muhammadiyah menggelar Diskusi Hari Pers Muhammadiyah dengan tema “Muhammadiyah dan Media; Kiprah Dakwah Pencerahan di Abad Ke-2”. Acara ini berlangsung di Rooftop SM Tower and Convention (23/8), dengan dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si (Ketua Umum PP Muhammadiyah), Prof. Dr. H. Dadang Kahmad, M.Si (Ketua PP Muhammadiyah), Deni Asy’ari, MA Dt. Marajo (Direktur Utama Suara Muhammadiyah), dan Dr. Muchlas, MT (Ketua MPI PP Muhammadiyah).

Acara ini dihadiri oleh narasumber yang kompeten dibidangnya, yaitu Isngadi Marwah Atmadja, MH yang menjabat sebagai Direktur Media dan Publikasi Suara Muhamamdiyah, Roni Tabroni, M.Si (Wakil Ketua MPI PP Muhammadiyah), Widyastuti, S.Sos., M.Hum (Wakil Ketua MPI PP Muhammadiyah), serta Dr. Ninik Rahayu, S.H., M.S yang merupakan Ketua Dewan Pers periode 2020 – 2025 dan diwakili oleh Asmono Wikan, Anggota Dewan Pers dan Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi.

Dalam diskusi tersebut, Asmono Wikan memberikan pemahaman mendalam kepada peserta mengenai kondisi pers saat ini. Ia menyoroti posisi Suara Muhammadiyah dalam peta keberadaan pers di Indonesia dan menggambarkan tantangan-tantangan yang dihadapi. “Ketika kita membicarakan keadaan pers saat ini, saya ingin mengutip kata-kata Presiden bahwa pers sedang menghadapi tantangan ekonomi. Secara ideologis, pers Indonesia tengah melewati proses yang memerlukan perhatian bersama,” tuturnya.

Mengenai komunikasi yang berkemajuan di kalangan Muhammadiyah, dipaparkan bahwa banyak komunitas dalam organisasi ini yang telah mengadaptasi teknologi dan algoritma sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di Indonesia, ribuan penerbit telah memiliki platform media online mereka sendiri.

“Namun, tantangan nyata muncul dalam kolaborasi antara penerbit-penerbit di Indonesia, yang pada akhirnya sangat bergantung pada algoritma platform. Pertanyaan mendasar muncul: “Apakah penerbitan di Indonesia akan terpukul jika Google meninggalkan Republik Indonesia?” Tantangan ini memunculkan kekhawatiran terhadap kelangsungan hidup industri penerbitan”, papar Asmono Wikan.

Majalah Suara Muhammadiyah, dalam perannya sebagai media dakwah, haruslah memainkan peran yang lebih kuat dalam memberikan informasi yang akurat, mendidik, dan mengedukasi. Mempertahankan kualitas jurnalisme adalah tantangan yang perlu dihadapi dengan serius, mengingat perkembangan teknologi dan perubahan paradigma konsumsi informasi.

“Tekuni saja, yang penting adalah menjadikan dakwah Suara Muhammadiyah relevan. Saya kira in syaa allah kalau itu terus dirawat, Suara Muhammadiyah akan terus mengalami kemajuan,” imbuh Asmono Wikan

Dalam upaya merespon tantangan ini, Suara Muhammadiyah perlu mempertimbangkan strategi yang lebih kuat dalam menghadirkan konten-konten yang memiliki nilai substansial dan dapat mengatasi fluktuasi dalam algoritma platform. Kualitas harus tetap menjadi fokus utama, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas dan akurasi informasi, serta mengedepankan nilai-nilai pencerahan yang menjadi landasan Muhammadiyah.

Dalam era abad ke-2 Muhammadiyah, tantangan dan peluang di bidang media dan dakwah sangatlah kompleks. Namun, dengan komitmen dan kerja sama yang kuat, Muhammadiyah memiliki potensi untuk menjadi pelaku yang berdampak dalam membentuk arah dan kualitas informasi di tengah masyarakat Indonesia yang semakin digital dan dinamis. (Sya)

Exit mobile version