Oleh: Suko Wahyudi (PRM Timuran Yogyakarta)
Nabi Muhammad SaW adalah manusia pilihan yang Allah SwT utus untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh umat manusia. Beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir dari seluruh rangkaian nabi dan rasul. Tidak ada lagi nabi dan rasul setelahnya. Diutusnya beliau merupakan penanda sempurna dan paripurnanya risalah Allah SwT di muka bumi.
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَلٰكِنْ رَّسُوْلَ اللّٰهِ وَخَاتَمَ النَّبِيّٖنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا(٤٠)
Muhammad itu sekali-kali bukan bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup Nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab [33]: 40)
Sebagai Nabi dan Rasul terakhir, Nabi Muhammad SaW memiliki berbagai keistimewaan dan keutamaan dalam berbagai hal. Di hadapan Allah SwT beliau memiliki kedudukan yang agung melebihi semua makhluk yang lain. Allah SwT telah memberi banyak keistimewaan kepada Nabi SaW dengan memberi berbagai macam pujian kepadanya dan menyebutnya dalam Al-Qur’an dengan segala sifatnya yang mulia. Allah SwT menyebut Nabi SaW sebagai pembawa cahaya dan pemberi petunjuk kepada perkara yang benar.
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّآ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًاۙ (٤٥) وَّدَاعِيًا اِلَى اللّٰهِ بِاِذْنِهٖ وَسِرَاجًا مُّنِيْرًا (٤٦)
Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk menjadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi cahaya yang menerangi. (Al-Ahzab [33]: 45-46)
يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ قَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلُنَا يُبَيِّنُ لَكُمْ كَثِيْرًا مِّمَّا كُنْتُمْ تُخْفُوْنَ مِنَ الْكِتٰبِ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍەۗ قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌۙ (١٥)
Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al-Kitab yang kamu sembunyikan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. (Al-Maidah [5]: 15)
Sebagai Nabi dan Rasul terakhir, Nabi Muhammad SaW adalah manusia sempurna dan membawa agama yang sempurna. Setiap muslim wajib untuk mengikuti dan meneladani beliau SaW dalam seluruh aspek kehidupan. Allah SwT telah menjadikan masa kenabian beliau sebagai masa terbaik sepanjang zaman.
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi setelahnya, kemudian generasi setelahnya lagi, (HR. Muslim)
Seluruh sabda-sabdanya adalah hidayah dan petunjuk kepada jalan kebenaran. Seluruh tingkah lakunya adalah cerminan dari Al-Qur’an. Allah SwT berfirman,
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوٰى (٣) اِنْ هُوَ اِلَّا وَحْيٌ يُّوْحٰىۙ (٤)
Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang disampaikan (kepadabya). (An-Najm [53]: 3-4)
Nabi SaW bersabda, “Ingatlah bahwasannya aku diberi Al-Qur’an dan yang semisalnya bersama Al-Qur’an.” (HR. Ahmad dan Thabrani). Dalam hadits lain beliau juga bersabda, “Ingatlah, apakah Isa adalah orang yang menyampaikan kabar tentangku, sementara ia duduk bersandar di atas singgasananya?” Beliau melanjutkan sabdanya, “Antara aku dan kalian ada kitab Allah SwT. Apabila kita menemukan hal halal di dalamnya, maka kita dihalalkan terhadapnya. Namun, apabila kita menemukan hal haram di dalamnya, maka kita diharamkan terhadapnya. Sesungguhnya apa yang diharamkan Rasulullah SaW adalah sama dengan apa yang diharamkan oleh Allah SwT…” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa’i)
Nabi Muhammad SaW dan generasi terbaiknya adalah teladan abadi sepanjang zaman. Nabi Muhammad SaW tidak hanya menjadi teladan bagi generasi yang hidup di masanya saja, tetapi juga bagi kaum muslimin di masa sesudahnya. Dengan kata lain, sang teladan itu adalah Muhammad SaW dan yang meneladaninya adalah seluruh kaum muslimin di sepanjang zaman. Ketika itu Nabi Muhammad SaW merupakan seorang teladan yang actual bagi para sahabatnya, bagi kaum muslimin berikutnya beliau menjadi imaginary educator. Betapa pun, kaum muslimin di seluruh dunia mempelajari satu ajaran yang sama dari Al-Qur’an dan sunnah. Dua perkara tersebut telah terbukti pula menjadi pegangan dalam kehidupan kaum muslimin.
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku tinggalkan pada kalian semua dua perkara, yang kamu tidak akan tersesat selamanya bila kalian berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitab Allah dan Sunnahku. (HR. Hakim)
Karena itu meneladani beliau adalah salah satu prinsip agama Islam dan salah satu ketentuan syariat yang harus diterima lahir batin serta menjadi perkara yang wajib untuk diketahui oleh setiap muslim.
وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ رَّسُوْلٍ اِلَّا لِيُطَاعَ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ اِذْ ظَّلَمُوْٓا اَنْفُسَهُمْ جَاۤءُوْكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللّٰهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُوْلُ لَوَجَدُوا اللّٰهَ تَوَّابًا رَّحِيْمًا (٦٤)
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah. Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (An-Nisa’ [4]: 64)
وَمَآ اٰتٰىكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهٰىكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْاۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِۘ (٧)
Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr [59]: 7)
Berkaitan dengan ayat di atas, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa maksudnya ketika Nabi memerintahkan kalian maka kerjakanlah dan apa yang beliau larang bagi kalian maka tinggalkanlah. Karena yang beliau perintahkan hanyalah kebaikan dan yang dilarangnya sudah pasti merupakan keburukan. (Tafsir Ibnu Katsir, 8/67)
Ibnu Taimiyah mengatakan, “Bahwa pilar kebahagiaan dan hidayah adalah dengan meneladani Rasulullah SaW. Sebaliknya pangkal kesesatan dan kesengsaraan adalah karena menyelisihinya. Sesungguhnya setiap kebaikan diseluruh penjuru alam semesta ini, baik yang sifatnya umum maupun khusus, sumbernya dari diutusnya rasul. Begitupula dengan semua keburukan yang menimpa umat manusia di alam semesta adalah karena penyimpangan terhadap petunjuk rasul dan tidak mengetahui ajarannya. Maka kebahagiaan dunia dan akhirat adalah dikarenakan mengikuti tuntunannya.”
Meneladani Nabi Muhammad SaW, dalam khazanah bahasa Arab disebut dengan ittiba’. Yaitu suatu upaya maksimal untuk mengikuti dan meneladani pihak tetentu dengan penuh keakuratan, totalitas, dan loyalitas. Menurut Ibnu Abdil Barr, ittiba’ atau meneladani adalah menhikuti hujjah atau dalil yang kuat, yaitu mengikuti pendapat yang otoritatif yang diwajibkan kepada kita untuk mengikutinya. Dalam hal ini, Rasulullah Muhammad SaW adalah pihak yang paling otoritatif yang memiliki legalitas untuk diikuti perintahnya.
Sebagai pilar utama agama Islam meneladani Nabi Muhammad SaW merupakan pilar yang mencakup seluruh dimensi kehidupan. bukan hanya menyentuh dimensi keakhiratan, tetapi juga menyentuh dimensi duniawi yang memiliki keterkaitan sangat erat dengan interaksi sosial sehari-hari. Meneladani nabi SaW, sebagaimana dikatakan oleh para ulama adalah mencontoh dan meneladani beliau ranah keyakinan, ucapan, amal perbuatan, dan tindakan meninggalkan. Yaitu dengan mengerjakan seluruh aspek dalam ranah tersebut sesuai dengan yang telah dicontohkan baginda Nabi SaW, baik yang status hukumnya wajib, sunnah, mubah, makruh, ataupun yang haram, disertai dengan niat meneladani Nabi SaW.
Meneladani Nabi SaW dalam hal keyakinan adalah dengan meyakini apa yang beliau yakini dengan disertai keyakinan bahwa akidah tersebut adalah akidah Nabi SaW dan keyakinan beliau.
Meneladani Nabi dalam ucapan adalah dengan melaksanakan isi sabdanya, bukan hanya menghafal redaksional atau mengulang-ulang lafalnya saja. Sebagai contoh, ketika Nabi bersabda:
صلو ا كما را يتموني أصلي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat. (HR. Bukhari)
Maka meneladani beliau SaW dalam sabdanya tersebut adalah dengan mengaktualisasikan ibadah shalat sebagaimana yang telah beliau contohkan.
Contoh lainnya ketika Nabi bersabda:
Janganlah kalian saling dengki dan dan menggembosi harga barang yang akan dibeli orang lain. (HR. Muslim)
Maka meneladani beliau dalam sabdanya tersebut adalah dengan menjauhi sifat dengki dan meninggalkan perilaku menggembosi atau merusak harga pasar.
Juga dengan mengimplementasikan sabda beliau:
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang diketahuinya kemudian ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang dengan tali dari neraka. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Yaitu dengan mengajarkan ilmu yang benar dan bermanfaat, serta tidak menyembunyikannya.
Meneladani beliau dalam amal perbuatan berarti mengerjakan perbuatan tersebut seperti contoh yang telah dikerjakannya, disertai keyakinan bahwa amal perbuatan tersebut adalah perbuatan yang telah dikerjakannya.
Sedangkan meneladani dalam tindakan meninggalkan adalah meninggalkan berbagai hal yang ditinggalkan oleh Rasulullah SaW. Contohnya, Rasulullah meninggalkan shalat di saat terbitnya matahari, maka kita pun harus meninggalkan shalat di saat terbit matahari sesuai dengan petunjuknya, disertai dengan keyakinan bahwa ini adalah benar-benar perbuatan yang ditinggalkan Rasulullah SaW.
Meneladani Nabi Muhammad SaW adalah sesuatu yang bersifat mutlak. Semua yang ada pada diri Rasulullah SaW adalah keteladanan yang diridhai Allah SwT. Mengikuti dan meneladani beliau berarti mengikuti petunjuk yang lurus (Ali-Imran [3]: 31). Sedangkan berpaling dari ketaatan dan keteladanan terhadap Rasulullah SaW merupakan sebuah kedurhakaan dan bagi pelakunya kesudahan yang buruk dan mendapatkan kemurkaan dari Allah SwT.
وَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَيَتَعَدَّ حُدُوْدَهٗ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيْهَاۖ وَلَهٗ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ (١٤)
Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan. (An-Nisa’ [4]: 14). Wallahu A’lam.