Muhammadiyah dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar memutuskan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa Asysyahadah. Lalu penerapannya di lapangan seperti apa?
Untuk membicarakan hal ini, Lutfi Effendi dari Suara Muhammadiyah menemui Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr H Abdul Mu’ti. Penjelasan mengenai hal ini, sebagai berikut:
Dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar memutuskan Negara Pancasila sebagai Dar al-Ahdi wa al-Syahadah. Apa yang melatarbelakangi keputusan ini?
Pertama, adanya kelompok-kelompok atau beberpa elemen masyarakat, terutama masyarakat muslim yang masih mempersoalkan relasi antara Islam dengan negara, dan mempersoalkan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Hal ini bisa dilihat, misalnya, dari gerakan gerakan yang secara terbuka melakukan kampanye untuk melemahkan Pancasila atau bahkan melemahkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Yang kedua, adanya realita bahwa sebagai bangsa ini secara idiologis memang belum merumuskan dengan sangat eksplisit dan membuat satu penjelasan akademik mengenai negara Pancasila itu. Sehingga tafsir-tafsir yang berkait dengan negara Pancasila ini kan masih berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Menurut saya harus ada pemahaman yang sama mengenai konsep negara Pancasila ini.
Dan yang ketiga, ada sebuah realitas dimana kita ini sering kali masih melihat sebuah permasalahan dimana masyarakat Islam ini dianggap sebagai ancaman terhadap negara Pancasila itu. Dan kadang-kadang hal itu dikait-kaitkan dengan adanya fenomena di beberapa daerah yang berusaha untuk melakukan formalisasi syariat dalam perundang-undangan, terutma, misalnya, Perda-perda yang diberi label syariat. Sehingga masih muncul suatu pemahaman bahwa umat Islam itu belum bisa menerima Indonesia sebagai negara yang berdasar atas Pancasila dan masih munculnya upaya-upaya untuk memformalkan syariat Islam itu sebagai dasar negara.
Nah terkait dengan tiga realitas inilah kemudian Muhammadiyah perlu membuat suatu pernyataan bahwa secara organisasi Muhammadiyah menerima Pancasila sebagai bentuk ideal, baik yang bersifat filosofi maupun idiologis. Bahkan juga secara konstitusional dalam hal berbangsa dan bernegara.
Apa yang dimaksud dengan Darul Ahdi?
Darul Ahdi adalah Negara Kesepakatan. Dalam hal ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa adanya negara Pancasila itu merupakan satu produk dari kesepakatan atau satu kompromi dari para tokoh pendiri bangsa. Sehingga adanya Indonesia ini merupakan satu hasil dari gentlemen agreemant dari para pendiri bangsa, terutama mereka yang secara langsung terlibat dalam proses-proses penyusunan dasar negara dan undang undang dasar, baik dalam lembaga BPUPKI maupun lembaga PPKI. Dan kesepakatan itulah yang melahirkan Indonesia seperti sekarang ini.
Oleh karena itu, Muhammadiyah dan warganya sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki komitmen untuk tetap menjaga agreement itu. Tetap patuh terhadap kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh para pendiri bangsa dalam hubungannya dengan bentuk negara kita yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Langkah apa untuk menjaga komitmen tersebut?
Untuk menjaga komitmen dari Muhammadiyah itu, maka Muhammadiyah harus terlibat di dalam proses-proses yang berkaitan dengan bagaimana membangun Indonesia ini, bagaimana memajukan bangsa ini. Langkah tersebut bisa dalam bentuk peran serta yang bersifat parisipatif melalui kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah, baik melalui amal-amal usaha yang dimiliki maupun dalam bentuk keterlibatan para kader maupun tokoh Muhammadiyah dalam pengambilan keputusan keputusan kenegaraan maupun dalam hal-hal yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Apa pula yang dimaksud Dar al-Syahadah?
Pertama, tentu Muhammadiyah dengan karakteristiknya yang ada saat ini berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai uswah atau sebagai model yang bisa menjadi referensi bagi masyarakat. Karena itu, misalnya, kalau sekelompok masyarakat ingin mencari model pendidikan yang berkualitas, mereka kemudian merujuknya ke Muhammadiyah. Kalau mereka ingin mencari model bagaimana pengelolaan rumah sakit atau panti asauhan atau pemberdayaan masyarakat dan bentuk-bentuk pelayan sosial lainnya, mereka juga kita harapkan merujuknya kepada model-model yang dimiliki Muhammadiyah.
Sehingga dengan penegasan Indonesia sebagai Darusy Syahaadh atau negara yang disaksikan kita ingin menunjukkan bahwa dengan ajaran Islam yang berkemajuan kita bisa menggiringnya ke dalam negara Indonesia yang berkemajuan. Disini Islam merupakan faktor determinant yang menentukan karakter ke-Indonesiaan. Dikatakan sebagai faktor determinant karena mayoritas bangsa Indonesia ini adalah umat Islam.
Kemudian yang kedua, bagaimana karakter umat Islam dan bagaimana aktivitas dari ormas-ormas Islam itu ditentukan oleh bagaimana mereka memahami ajaran Islam itu sendiri. Sehingga oleh karena itu maka langkah awal untuk menjadikan Indonesia itu sebagai Darusy Syahadah sebagai negara pembuktian mulai dari upaya kita membangun mindset berpikir yang berkemajuan.
Mindset itu akan sangat berpengarauh pada karakter kepribadian yang berkemajuan. Yang secara kultural kemudian karakter dan pola pikir yang berkemajuan itu akan memiliki implikasi sosiaologis yang luas terhadap terbentuknya komunitas di tengah masyarakat yang berkemajuan.
Tetapi selain yang sifatnya kultural tadi, Muhammadiyah juga ingin terlibat dalam proses-proses yang bekaitan dengan penyusunan undang-undang atau pelaksanaan dari undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang berhubungan dengan tata kelola penyelenggaraan negara mapun yang berhubungan dengan pembangunan moral atau karakter bangsa. Ini yang kita maksud dengan Darusy Syahadah itu.
Apakah ada niatan Muhammadiyah mempersoalkan Pancasila atau Dasar Negara?
Bagi Muhammaiyah tidak ada agenda lagi untuk mempersoalkan Pancasila sebagai Dasar Negara dan tidak ada agenda untuk menentang NKRI sebagai suatu bentuk negara yang Muhammadiyah ada di dalamnya. Tugas dan agenda Muhammadiyah dalam masa depan adalah bagaimana merawat ke-Indonesian ini dan bagaimana memajukan Indonesia dengan berdasarkan prinsip-prinsip dari paham Islam yang Berkemajuan sebagai karakter dari Persyarikatan dan Gerakan Muhammadiyah.
Apakah keputusan Muktamar tentang Pancasila tersebut bias disebut tafsir Muhammadiyah tentang Pancasila?
Ya ya, karena kita kan melihat sejak awal, para tokoh pendiri bangsa menyusun dasar negara dan undang-undang dasar 45 diskusinya kan sudah sangat luar biasa, sehingga susunan dan rumusan-rumusan Pancasila itu kita lihat dalam sejarah juga berbeda-beda antara satu tokoh dengan tokoh yang lain. Dan bahkan diskusinya, terutama mengenai Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa itu kan sangat-sangat panjang.
Dan sejarah mencatat, tokoh kunci yang menjadi penentu dan penyelesai perdebatan dua aliran dalam tim penyusun dasar negara itu kan Ki Bagus Hadikusuma. Beliau yang menjadi penentu rumusan sila pertama yang berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya menjadi hanya seperti yang kita punyai sekarang ini yaitu Ketuhan Yang Maha Esa. Dengan pemahaman bahwa Ketuhana Yang Maha Esa itu adalah Tauhid.
Itu kan sebuah capaian penting. Oleh karena itu, maka ketika pemerintahan Orde Baru dulu, misalnya, berusaha untuk melakukan penyeragaman idologis dengan menjadkan Pancasila sebagai asas tunggal, Muhammadiyah sendiri tidak mempersoalkan dari segi substansinya, tetapi mempersoalkan diri dari segi implementasinya.
Sehingga Allahyarham KH AR Fachruddin. saat itu menegaskan Pancasila ini dalam hubungannya dengan Muhammadiyah diibaratkan mengendarai sepeda motor yang kalau memasuki jalur helm ya kita harus pakai helm. Sehingga disinilah persoalan itu sudah menjadi bagian dari keputusan Muhammadiyah. Bahkan sebelum Muktamar inipun sudah ada penegasan juga dalam Tanwir Bandung mengenai negara Pancasila itu.
Dalam Muktamar itu, Muhammadiyah ingin menegaskan kembali bahwa sebagai organisasi, Muhammadiyah adalah bagian integral dari bangsa Indonesia. Dan tentu Muhammadiyah akan berusaha untuk senantiasa berusaha dengan segala kekuatan yang dimiliki untuk membangun Indonesia ini sebagai komitmen ke_Indonesian dan sebagai wujud pengamalan agama Islam menurut paham agama Muhammadiyah.
Lalu sosialisasinya bagaimana?
Satu, secara theologis, menurut saya, Muhammadiyah perlu membuat rumusan mengenai bagaimana pandangan Muhammadiyah terhadap negara. Bagaimana Muhammadiyah memandang negara secara theologiis, itu kan belum secara khusus dirumuskan.
Nah kalau itu sudah dirumuskan, maka rumusan yang kedua adalah bagaimana relasi antara Muhammadiyah dengan negara. Inikan masih menjadi diskursus di kita. Misalnya terhadap posisi negara apakah bisa kita sebut para pemimpin negara itu ulil amri atau tidak. Nah rumusan-rumusan theologis ini kan sangat penting.
Ini penting, karena Muhammadiyah gerakan Islam. Karena Muhammadiyah ini gerakan Islam, maka setiap langkah harus memiliki referensinya dari sumber-sumber ajaran Islam, terutama dari Al Qur’an dan As Sunnah. Ada tidak referensi yang menjadi dasar theologis mengapa Muhammadiyah ini menyatakan Indonesia sebagai Darul Ahdi dan Darusy Syahadah dan kemudian pola relasinya itu.
Nah baru kemudian setelah ada perumusan secara theologis, kemudian membuat perumusan mengenai bentuk negara ideal menurut Muhammadiyah itu seperti apa? Muhammadiyah kan sudah membuat roadmap mengenai negara Indonesia yang Berkemajuan.Tetapi bentuk idealnya itu akan seperti apa? Ini menurut saya menjadi penting untuk menjadi sebuah framework. Pada batas mana Muhammadiyah ini bisa melakukan kegiatan-kegiatan dan pada batas mana Muhammadiyah memang membatasi diri.
Sebagai contoh, Muhammadiyah kan mendukung sistem demokrasi yang ada di Indonesia. Muhammadiyah mendukung sistem hukum yang ada di Indonesia. Tapi pertanyaannya, bagaimana kita ini terlibat di dalam proses demokratisasi itu. Inikan masih muncul pemahaman di masyarakat bahwa demokrasi itu kan hanya sekedar alat untuk merebut kekuasaan.Demokratis itu sangat diidentikkan dengan kekuasaan yang sangat pragmatis dan jangka pendek.
Nah pada sisi ini tentu harus dibangun suatu konstruk theologis, bagaimana demokratis itu menurut pandangan Muhammadiyah dan bagaimana kita secara kelembagaan terlibat dalam proses-proses demokrasi itu. Nah ini kan harus dibuat roadmap agar diskusi diskusi di kalangan kita ini tidak terus berulang.
Nah langkah yang ketiga bagaimana Muhammadiyah membangun sebuah sistem jaringan. Dimana kedalanya adalah agar tetap berusaha mempertahankan identitas Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah amar makruf nahi munkar tentu dengan pemahaman pemahaman yang terus diperkaya. Tetapi pada sisi yang lain, Muhammadiyah juga perlu mengambil peran-peran yang berhubungan dengan bagaimana mewujudkan Indonesia berkemajuan itu. (eff)