Yogyakarta – Beberapa hari lalu, rombongan DPP (Dewan Pengurus Pusat) Hidayatullah berkunjung ke kantor Pimpinan Pusat Muhamadiyah di Cikditiro Yogyakarta. Kunjungan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Umum DPP Hidayatullah Nashirul Haq dengan rombongan yang berjumlah 10 orang.
Rombongan dari Pengurus Pusat Hidayatullah tersebut disambut dan ditemui langsung oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir di ruang kerjanya. Turut mendampingi Haedar pada pertemuan siang itu, Drs Marpuji Ali, Bendahara Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pada kesempatan itu, Nashirul Haq menyampaikan, selain sebagai ajang silahturahim, kunjungan beliau bersama rombongan itu juga dijadikan sebagai ajang berdialog dengan Muhammadiyah khususnya kepada Haedar Nashir terkait problem keumatan kekinian. Salah satunya adalah persoalan untuk mempersatukan umat Islam, agar Ormas Islam bisa bersama-sama meningkatkan daya saing umat di berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang politik.
Pada ranah politik, khususnya dalam upaya menjadikan tokoh Islam sebagai pemegang kekuasaan pada kepemimpinan di pemerintahan, kata Nashirul Haq, umat Islam sering terpecah-pecah ke dalam banyak kelompok. Bahkan parahnya lagi, tidak sedikit dari umat Islam yang justru tidak memilih tokoh Islam sebagai pimpinan tertentu di kepemerintahan. Sebaliknya umat ini justru memilih tokoh non Islam dengan alasan yang sangat pragmatis dan sesaat. Lebih mengusik lagi, ada isu bahwa partai politik Islam yang ada sekarang ini, demi memperoleh kekuasaan, mereka siap mendukung siapapun yang di pandang memiliki peluang untuk jadi pemimpin tanpa melihat agamanya. “Islam maupun bukan Islam, asal memiliki peluang besar untuk menguasai pemerintahan pada tingkat tertentu, kekuatan parpol Islam siap untuk mendukungnya”, ucap Nashirul.
Menanggapi pernyataan Ketua Umum Hidayatullah tersebut, Haedar menyampaikan, memang kondisi umat Islam di Indonesia, dewasa ini, sangat memprihatinkan. Umat Islam adalah penduduk mayoritas negeri ini, namun pada faktanya umat Islam tidak mampu menjadi penentu di negerinya sendiri. Utamanya pada bidang pilitik dan ekonomi. Kondisi umat yang seperti ini adalah dampak dari tidak satunya visi umat, ormas, dan parpol Islam, sehingga masing-masing kelompok susah untuk saling berbagi.
Masing-masing kelompok Islam, lanjut Haedar, lebih mementingkan kepentingan kelompoknya, lebih suka menonjolkan kelompoknya, dan tidak mau untuk berbagi peran. Seharusnya, dengan berdasarkan pada ranah gerakannya, masing-masing kelompok Islam bisa berperan sesuai dengan potensinya dan mempersilahkan kelompok Islam lain untuk berperan di jalur yang berbeda. Tidak sebaliknya justru saling menabrak satu sama lain. “Asalkan visi umat Islam ini bersatu, saya kira berbagi peran antar kelompok Islam akan lebih bisa mendongkrak daya saing umat, toh umat ini juga dilahirkan dari budaya yang beragam?”, jelas Haedar.
Untuk itu, Haedar menambahkan, silaturahim antar ormas Islam seperti ini, harus sering dilakukan dan terus ditingkatkan. Sayangnya, sampai hari ini, silaturahim antar ormas belum maksimal. Jangankan memanfaatkan silaturahim informal atau non formal, silaturahim pada acara-acara strategis seperti forum yang dibuat oleh MUI saja ormas Islam sangat kurang untuk memanfaatkanya sebagai ajang untuk berdialog, bekerjasama, dan bersinergi. “Untuk itu, kedepan ormas Islam harus memanfaatkan betul forum-forum silaturahim yang ada, dan meningkatkan hubungan yang baik antar ormas”, pesan Haedar. (gsh)