KH Abdurrazzaq Fachruddin lahir di Yogyakarta tanggal 14 Februari 1916. KH Fachruddin ialah nama ayahnya, seorang penghulu di Pakualaman. Ia memberi nama anaknya ini Abdurrazzaq (AR). Selanjutnya, nama ayahnya, sebagai penghormatan, disebut di belakang namanya. Sehingga namanya lengkap menjadi Abdurrazzaq Fachruddin. Namun, nama ayahnya itu, bukanlah KH Fachruddin, nama seorang pahlawan nasional yang pernah menjadi Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah. Jadi, hanya kesamaan pada nama.
KH AR Fachruddin, yang akrab disapa Pak AR, ketika masa kecil sekolah di SD Muhammadiyah Bausasran kemudian pindah ke SD Muhammadiyah Prenggan Kotagede. Setelah itu, melanjutkan ke Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah hanya beberapa tahun. Karena orangtuanya kembali ke Bleberan, Kelurahan Banaran, Kecamatan Galur, Kulon Progo. Ia lalu dididik mengaji langsung di kampung oleh ayahnya yang semasa mudanya nyantri di Pondok Tremas, Pacitan. Selain itu, ia dapat melanjutkan sekolah lagi di Madrasah Darul Ulum, Galur sampai tamat. Kemudian ia mengikuti Tabligh School Muhammadiyah.
Sebagai anak panah, Pak AR siap dilepaskan dari busurnya. PP Muhammadiyah mengirimnya ke Talangbalai, Tanjungraja, Sumsel, menjadi guru SD Muhammadiyah. Ia dapat mendirikan Madrasah Wustha Mu’allimin Muhammadiyah. Beberapa kali ia pindah tempat untuk perluasan penyebaran Muhammadiyah. Pindah ke Ulak Pace Sekayu Musi Ilir (Musi Banyuasin), tahun 1938. Pindah lagi (1941) ke Sungai Batang, Sungai Gerong, Palembang, juga menjadi guru. Setelah Jepang masuk, ia pindah ke Muara Mranjat, Tanjungraja sampai tahun 1943. Ia kembali ke Bleberan tahun 1944 dari Sumsel. Terus berkiprah menjadi Pimpinan Muhammadiyah di Galur. Setelah masuk Kota Yogyakarta tahun 1950, ia menjadi Ketua PDM. Kemudian meningkat tanggungjawabnya menjadi Ketua PWM DIY, dan berikutnya menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah. Akhirnya, menjadi Ketua PP Muhammadiyah.
Pada tanggal 21 – 26 September 1968 berlangsung Muktamar ke-37 di Yogyakarta. Muktamar memilih dan menetapkan KH Faqih Usman menjadi Ketua PP Muhammadiyah (1968 – 1971) dan Pak AR salah seorang Wakil Ketua. Tiba-tiba baru satu minggu setelah Muktamar datang berita duka, “Bapak Faqih Usman, Kamis 3 Oktober 1968 jam 13.30, wafat”. Sore hari itu, para anggota PP Muhammadiyah terpilih sedang melanjutkan rapat pleno di Jakarta. Atas saran Prof Dr Hamka, rapat pleno sepakat bulat menyetujui Pak AR menjadi Pejabat Ketua hingga ditetapkan menjadi Ketua PP Muhammadiyah oleh Tanwir Muhammadiyah di Ponorogo (1969) untuk menggantikan Pak Faqih Usman. Setelah itu, ia selalu terpilih dan ditetapkan menjadi Ketua PP Muhammadiyah dalam empat kali Muktamar Muhammadiyah berikutnya, yaitu : Muktamar ke-38 di Ujung Pandang tahun 1971, Muktamar ke-39 di Padang (1975), Muktamar ke-40 di Surabaya (1978), dan Muktamar ke-41 di Surakarta (1985). Ia memegang rekor menjadi Ketua PP Muhammadiyah paling lama, selama 22 tahun (1968 – 1990).
Kehadiran Pak AR tepat waktu untuk memimpin Muhammadiyah. Ia banyak memberikan keteladanan. Niatnya yang baik dan tulus hanya untuk mencari keridhaan Allah. Hidup dan kehidupannya bersahaja dan sederhana. Amanah, jujur, dapat dipercaya, bijaksana, rendah hati, sabar, dan istiqamah. Tidak minder, tetapi juga tidak merasa super. Ia meyakini kebenaran perjuangan dan bisa membuktikan kesetiaannya kepada Muhammadiyah. Bertanggungjawab memelihara dan menjaga kemurnian Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam dan Dakwah. Ia mengamalkan ajaran Islam dengan satunya kata dan perbuatan. Selalu gembira dan optimis dalam menghadapi tugas dan kewajiban betapa pun berat dan sukar.
Pak AR bukan pemimpin yang pemarah dan bersikap kasar. Ia ramah dan sangat terbuka sehingga mudah bergaul dan bekerjasama. Selain itu, memandang semua sama dan mudah ditemui siapa pun. Ceramah, pidato, dan pengajiannya menggunakan kata-kata dan kalimat yang mudah diterima. Penyampaiannya menyegarkan, menyejukkan, menenteramkan hati. Ia salah satu pemimpin yang disegani dan dihormati. Presiden Suharto dan para pejabat berpangkat menghormatinya. Apalagi masyarakat bawah mengenalnya dan menyintainya. Prestasi sosial yang tinggi semacam itu membuktikan bahwa ia pemimpin yang berwibawa.
Itulah sekilas tentang Pak AR, Sang Penyejuk. Kepemimpinannya pada zamannya memang benar-benar membawa kesejukan, baik keluar maupun ke dalam.• (M Muchlas Abror)
Artikel ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 15 Tahun 2015