Tanda bangunan cagar budaya dari Pemkot Surabaya berupa plakat berwarna kuning keemasan dipasang di dinding bagian depan rumah. Plakat cagar budaya tersebut juga bertuliskan “Kediaman Pahlawan Nasional Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto sebagai pimpinan Sarekat Islam (SI). Di tempat ini para kader pejuang bangsa digembleng, antara lain Bung Karno yang pernah kos di tempat ini, Jalan Peneleh VII/29-31 Surabaya”. Bung Karno (Soekarno) sendiri lahir 6 Juni 1901 di Surabaya.
Di tempat ini pula, pertama kali Soekarno mendapat pencerahan tentang agama dari Sang Pencerah KH Ahmad Dahlan. “Dalam suasana yang remang-remang itu datanglah Kiai Ahmad Dahlan di Surabaya dan memberi tabligh mengenai Islam. Bagi saya (pidato) itu berisi regeneration dan rejuvenation daripada Islam. Sebab, maklum, ibu meskipun beragama Islam (tapi) berasal dari agama lain, (beliau) orang Bali. Bapak meskipun agama Islam, beliau adalah beragama teosofi. Jadi (orangtua) tidak memberi pengajaran kepada saya tentang agama Islam.” Kata Soekarno di depan Muktamirin Muktamar Setengah Abad 1962 di Jakarta.
Lebih lanjut Soekarno menyatakan, “Nah, suasana yang demikian itulah, saudara-saudara, meliputi jiwa saya tatkala saya buat pertama kali bertemu dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Datang Kiai Haji Ahmad Dahlan yang sebagai tadi saya katakan memberi pengertian yang lain tentang agama Islam. Malahan ia mengatakan, sebagai tadi dikatakan oleh salah seorang pembicara: ”Benar, umat Islam di Indonesia tertutup sama sekali oleh jumud, tertutup sama sekali oleh khurafat, tertutup sekali oleh bid’ah, tertutup sekali oleh takhayul-takhayul. Dikatakan oleh Kiai Dahlan, sebagai tadi dikatakan pula, padahal agama Islam itu agama yang sederhana, yang gampang, yang bersih, yang dapat dilakukan oleh semua manusia, agama yang tidak pentalitan, tanpa pentalit-pentalit, satu agama yang mudah sama sekali.”
Karena ketertarikannya dengan ajaran KHA Dahlan, tidak dilewatkannya kesempatan untuk mendengarkan tabligh dari Sang Pencerah. “Nah, dengan demikianlah makin kuatlah, saudara-saudara, keyakinan saya bahwa ada hubungannya erat antara pembangunan agama dan pembangunan tanah air, bangsa, negara, dan masyarakat. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, kok makin lama makin saya cinta kepada Muhammadiyah. Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kiyai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil kepadanya.”
Namun ia menjadi anggota dan sekaligus pengurus Muhammadiyah baru 22 tahun kemudian setelah pertemuannya pertama dengan KHA Dahlan. Saat itu, ia sedang dibuang oleh Belanda ke Bengkulu. Soekarno resmi masuk menjadi anggota Muhammadiyah pada tahun 1938. Bersama Hasan Din, di Bengkulen Soekarno berpartisipasi aktif dalam kegiatan dakwah Muhammadiyah. Yang kemudian menjadi mertua beliau karena ayah dari Fatmawati, seorang perempuan yang dinikahi Soekarno.
Tahun 1946 meminta jangan dipecat dari Muhammadiyah. Ini karena perbedaan paham politik, orang Muhammadiyah umumnya berafiliasi kepada Masyumi sedangkan Soekarno adalah pendiri PNI (Partai Nasional Indonesia). Baginya sekali Muhammadiyah (dalam paham agama), tetap Muhammadiyah.
Kata-katanya mengenai kecintaannya pada Muhammadiyah patut kita simak: “Nah, dengan demikianlah makin kuatlah, saudara-saudara, keyakinan saya bahwa ada hubungannya erat antara pembangunan agama dan pembangunan tanah air, bangsa, negara dan masyarakat. Maka oleh karena itu, saudara-saudara, kok makin lama makin saya cinta kepada Muhammadiyah. Tatkala umur 15 tahun, saya simpati kepada Kiai Ahmad Dahlan, sehingga mengintil kepadanya, tahun ’38 saya resmi menjadi anggota Muhammadiyah, tahun ’46 saya minta jangan dicoret nama saya dari Muhammadiyah: tahun ’62 ini saya berkata, ”moga-moga saya diberi umur panjang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan jikalau saya meninggal, supaya saya dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan saja.”• (eff)