Ibnu Majah adalah nama yang populer di kalangan umat Islam, setidaknya melalui kitab Haditsnya: Sunan Ibn Majah. Meskipun demikian, kondisi sosial masyarakat Islam pada saat kelahiran kitab tersebut relatif berbeda dengan kitab-kitab Hadits lainnya. Kitab-kitab Hadits sebelumnya lahir pada masa di mana ilmu Hadits belum begitu semarak. Selain itu, umat Islam masih dalam tahap “menuju” puncaknya. Kelahiran Sunan Ibn Majah berbeda kondisi sosialnya. Kelahiran Sunan Ibn Majah “diuntungkan” dari segi sejarah. Kitab ini lahir di saat ilmu Hadits sedang banyak digandrungi umat Islam. Di samping itu, waktu itu adalah saat sedang jaya-jayanya Islam, yakni pada masa Dinasti Abbasiyah. Masa pemerintahan Khalifah al-Makmun hingga akhir Khalifah al-Muqtadir. Masa-masa keemasan dalam sejarah Islam.
Ibnu Majah bukanlah nama asli. Nama ini adalah sebutan yang berkaitan erat dengan gelar ayahnya. Ia juga sering disandingkan dengan sebutan al-Qazwini, tempat di mana ia tumbuh dan berkembang. Sayangnya, tidak ada sumber yang pasti tentang tempat kelahirannya. Hanya diketahui tahun lahirnya, yakni 209 H/824 M, dengan nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Yazid ibnu Majah al-Rubay’iy al-Qazwini al-Hafiz. Abu Abdullah dikenal sebagai hafiz al-Qur’an dan pengetahuan dan wawasannya sangat luas.
Sejak usia 15 tahun, Abu Abdullah sangat semangat mempelajari Hadits. Ia sempat berguru kepada Ali bin Muhammad al-Tanafasy. Sebagaimana ulama lain, selain ke gurunya tersebut, Abu Abdullah juga berbagai daerah dalam rangka belajar dan mendengarkan langsung Hadits-Hadits. Ia pergi ke Naisabur, al-Ray, Baghdad, Kufah, Basrah, Wasit, Makkah, Madinah, Damaskus, Hims, dan Mesir. Dalam perjalanan mencari ilmu tersebut, Abu Abdullah bukan hanya belajar Hadits. Ia juga belajar ilmu sejarah dan tafsir. Pantaslah jika kemudian dia dikenal alim di bidang Hadits, sejarah, dan tafsir. Proses itu dijalani Abu Abdullah hingga dia menulis Sunan Ibnu Majah.
Kemunculan kitab Hadits tersebut sebenarnya relatif tidak mengejutkan umat Islam. Ini karena saat itu adalah masa kemajuan pesat Hadits. Ini adalah masa keemasan, di mana terjadi pembukuan Hadits secara besar-besaran. Namun demikian, pada masa Ibnu Majah ini, bersamaan dengan itu, marak juga munculnya Hadits palsu. Kaum zindiq ikut meramaikan pembukuan Hadits dengan memunculkan banyak Hadits palsu. Oleh karena inilah, ulama Hadits saat itu memikirkan parameter tertentu dalam menyeleksi Hadits. Saat itulah kemudian dikenal istilah ulum al-Hadits.
Oleh sebab itulah, semula kitab Sunan Ibnu Majah ini sama sekali belum dilirik oleh ulama Hadits saat itu. Kitab ini pun belum “masuk” dalam deretan kutub al-sittah. Meskipun sosok Ibnu Majah yang terkenal, tidak kemudian hasil karyanya memperoleh pengakuan. Baru setelah al-Hafiz Ibn Tahir al-Maqdisi membaca dan mencermati kitab Sunan-nya, kemudian kitab ini disejajarkan dengan deretan kitab-kitab Hadits sebelumnya. Sunan Ibnu Majah pun kemudian menyusul dalam deretan tersebut. Akhirnya, bukan lagi dikenal dengan kutub al-khamsah, melainkan kutub al-sittah.
Selain menulis kitab Hadits, Ibnu Majah juga menulis kuranglebih 32 karya. Karya-karya Ibnu Majah yang sangat menonjol antara lain Tafsir al-Qur’an al-Karim, al-Tarikh, dan al-Fiqh. Kitab Tafsir-nya sulit ditemukan sekarang karena masih berbentuk manuskrip. Kitab Tarikh-nya agaknya sudah berganti nama menjadi al-Tarikh al-Khulafa, sementara kitab Fiqih-nya dimasukkan dalam kitab Sunan-nya. Hal terakhir inilah yang kemudian memengaruhi sistematika penyusunan kitab Haditsnya. Ibnu Majah menggunakan sistematika fiqih, meskipun ia juga membahas tentang zuhud, tafsir, dan lain-lain.
Dibanding kitab-kitab Hadits lain, Sunan Ibnu Majah memiliki kelebihan. Kelebihannya adalah pada pengemasannya yang memudahkan pembacanya dalam mencari Hadits. Kelebihan lainnya adalah banyaknya memuat Hadits yang tidak ditemukan dalam kutub al-khamsah. Selain itu, berbeda dengan kitab Hadits lain yang banyak sekali ditemukan pengulangan, Sunan IbnuMajah relatif sedikit ada pengulangan.• [ba; dari berbagai sumber]