Muktamar Muhammadiyah ke-47 mengambil tema Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan. Tema ini memiliki dua makna. Pertama, peneguhan dan komitmen ke-Indonesia-an Muhammadiyah. Melalui para tokohnya, Muhammadiyah berpartisipasi mendirikan dan membangun Indonesia. Album pahlawan nasional merekam KH Ahmad Dahlan, KH Mas Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Ir Soekarno, Ir Juanda, dsb. Selain mereka, banyak tokoh bangsa dari kalangan kader Muhammadiyah seperti Mr Kasman Singodimedjo dan Prof Abdul Kahar Mudzakir; anggota BPUPKI, perumus Dasar Negara Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Kedua, tanggung jawab kebangsaan. Sebagai bagian dari bangsa, Muhammadiyah harus tampil dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia mencapai cita-cita Proklamasi.
Kehadiran dan kiprah Muhammadiyah sangat diperlukan di tengah kehidupan bangsa yang jauh dari akhlak mulia. Terlihat jelas gejala stagnasi, distorsi, deviasi, inkonsistensi dan kontradiksi arah perjalanan bangsa dan penyelenggaraan negara dari Konstitusi 1945. Daya juang dan daya saing bangsa melemah, jauh tertinggal dengan negara-negara tetangga. Kesadaran kebangsaan memanggil Muhammadiyah menyelamatkan Indonesia dari perpecahan dan kehancuran. Muhammadiyah berjuang agar Indonesia menjadi negara yang maju, berdaulat, adil, makmur, dan bermartabat.
Untuk itu, Muhammadiyah terus berjuang melakukan substansialisasi dan transformasi ajaran serta nilai-nilai Islam yang berkemajuan dalam penyelenggaraan negara, pemerintahan, dan perundang-undangan. Selama ini Muhammadiyah menitikberatkan dakwah keumatan: pembinaan akidah, tuntunan ibadah dan pembentukan akhlak al-karimah. Dakwah keumatan ini sangat mulia dan utama. Akan tetapi, di tengah dinamika kehidupan bangsa dan dunia global, Muhammadiyah seringkali mengalami kesulitan dan tantangan yang tidak ringan. Dakwah kultural dalam bentuk kajian agama, tabligh, dan pendidikan terasa tidak cukup. Perubahan sistem pemerintahan, tata kelola kenegaraan, demokrasi, dan perundang-undangan memaksa Muhammadiyah bersikap reaktif, defensif, dan protektif.
Selain strategi kultural, Muhammadiyah perlu mengembangkan strategi dakwah struktural (Kuntowijoyo 2001). Jika dakwah kultural ditempuh dari “dalam”; mengubah masyarakat-bangsa melalui perubahan mindset individu, dakwah struktural ditempuh dengan perangkat “keras”; peraturan dan pelaku. Muktamar mengamanatkan Muhammadiyah melanjutkan JihadKonstitusi tidak sebatas judicial review undang-undang, tetapi juga partisipasi dalam inisiasi legal drafting dan advokasi pelaksanaan undang-undang. Muhammadiyah perlu berjuang menyandingkan dan menginternalisasikan ayat-ayat Al-Qur’an ke dalam ayat-ayat undang-undang dan peraturan yang mengikat warga negara dan penyelenggara negara.
Muhammadiyah juga perlu memiliki lebih banyak pelaku; eksekutif pemerintahan dan pengambil kebijakan strategis. Pemimpin eksekutif mulai dari presiden sampai ketua RT memiliki peran dakwah yang penting. Demikian halnya dengan anggota legislatif dan ketua partai politik. Langsung atau tidak mereka adalah aktor penentu, pengambil kebijakan dan penyelenggaraan negara.
Sudah waktunya Muhammadiyah lebih bersungguh-sungguh mengembangkan dakwah kebangsaan. Jika tidak, Sang Surya akan tenggelam di bumi Nusantara.• (ed. ns)