Muhammadiyah mencanangkan bidang ekonomi sebagai pilar ketiga gerakan dakwahnya pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar. Pencanangan ini bermakna bahwa pengembangan ekonomi persyarikatan dan warga persyarikatan menjadi bidang dakwah utama yang dianggap strategis sebagaimana bidang pendidikan dan kesehatan yang sudah menjadi pilar dakwah Muhammadiyah.
Pencanangan bidang ekonomi sebagai pilar ketiga sekaligus menandai ciri Islam berkemajuan yang menjadi spirit gerakan dakwah Muhammadiyah. Dengan pencanangan ini, diharapkan akan tumbuh amal usaha ekonomi Muhammadiyah di masa mendatang. Dengan demikian, ketika berbicara tentang Muhammadiyah, tidak hanya berbicara tentang sekolah dan perguruan tinggi di bidang pendidikan atau berbicara rumah sakit di bidang kesehatan, tetapi juga berbicara pabrik-pabrik dan perkebunan yang dimiliki Muhammadiyah.
Pencanangan bidang ekonomi sebagai pilar ketiga Muhammadiyah ini juga untuk mendukung kemandirian Muhammadiyah. Program kemandirian Muhammadiyah ini sudah dicanangkan sejak Muktamar Muhammadiyah ke-46 tahun 2010 yang berlangsung di Yogyakarta dan diperkuat kembali di Muktamar Muhammadiyah ke-47 Makassar tahun 2015.
Kemandirian Muhammadiyah berarti Muhammadiyah dalam gerakannya tidak bergantung kepada yang lain. Muhammadiyah dalam melakukan gerakan dan membuat amal usaha tidak perlu membuat proposal untuk meminta-minta pada pihak lain. Seluruh kebutuhan persyarikatan cukup dipenuhi oleh persyarikatan dan warganya.
Oleh karena itu, ekonomi persyarikatan dan warganya harus kuat. Untuk itu, langkah nyata ke arah penguatan itu harus segera dilakukan. Penguatan ekonomi persyarikatan, penguatan ekonomi pengurus, penguatan ekonomi anggota Muhammadiyah, penguatan ekonomi umat dan juga penguatan ekonomi rakyat dan bangsa harus dilakukan secara sungguh-sungguh.
Kesungguhan ini perlu. Imam Syafii mengatakan Manjadda Wajadda, siapa yang sungguh-sungguh akan berhasil. Kesungguhan Muhammadiyah dimulai dengan pembentukan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) pada periode sekarang ini yang banyak melibatkan praktisi bisnis. Dengan maksud, mereka mampu menyebarkan semangat kewirausahawan yang mereka miliki ke persyarikatan dan warganya.
Kesungguhan selanjutnya, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan mengumpulkan Saudagar Muhammadiyah di Surabaya Desember lalu. Temu Saudagar Muhammadiyah ini untuk membuat Jaringan Saudagar Muhammadiyah, jejaring saudagar yang akan saling bersinergi membangun ekonomi Muhammadiyah dan warganya.
Tetapi untuk membangun ekonomi persyarikatan, langkah-langkah ini belumlah cukup. Persyarikatan harus segera memikirkan langkah-langkah selanjutnya untuk membangun amal usaha-amal usaha di bidang ekonomi. Amal usaha ini bisa berujud perseroan terbatas (PT), CV ataupun koperasi.
Untuk mendirikan perusahaan terbatas (PT) dikenal dengan penanaman saham. Dalam hal saham perusahaan ini, Muhammadiyah mempunyai beberapa alternatif untuk melakukannya. Dapat dengan saham seratus persen, dapat dengan saham mayoritas, dapat dengan saham minoritas ataupun tidak dengan saham sama sekali tetapi mendapat prosentase deviden karena kerelaan pemilik saham perusahaan tersebut.
Semua langkah tersebut mempunyai konsekuensi masing-masing. Untuk saham yang dimiliki seratus persen jelas akan mendapatkan deviden seratus persen jika perusahaan mempunyai keuntungan, tetapi juga harus menanggung risiko seratus persen jika perusahaan mengalami kerugian atau kebangkrutan. Demikian juga untuk selanjutnya, semakin kecil saham semakin kecil risikonya tetapi juga semakin kecil keuntungannya. Yang paling menguntungkan tentu yang tidak keluar saham tetapi mendapat keuntungan atau deviden. Tetapi tentu hal ini peluang untuk mendapatkannya sangat sedikit. Namun yang penting semua perusahaan tersebut nantinya harus dikelola secara profesional sehingga betul-betul menjadi pilar ketiga Muhammadiyah.• (e)
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 1 Tahun 2016