Suatu kita seorang sahabat bernama Al-Arqa bin Harits menjumpai baginda Nabi tengah mencium cucu tercintanya Al-Hasan putra Sayidina Ali dan Siti Fatimah dengan penuh kasih sayang. Al-Arqa lantas berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Nabi kemudian bersabda, “Aku tidak akan mengangkatmu sebagai seorang pemimpin jika Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barangsiapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan disayangi.”
Nabi akhir zaman memang dikenal lembut dan welas asih. Pada suatu kali Nabi dijumpai bersujud lama sekali sewaktu shalat, sampai para sahabat mengira terjadi sesuatu pada diri beliau. Ternyata, salah satu cucunya, Hasan atau Husein, berada di pundak beliau. Nabi usai shalat menceritakan kalau beliau tidak apa-apa. Nabi lama bersujud karena tidak ingin mengganggu rasa senang cucu yang disayanginya itu.
Rasulullah juga mengasihi anak-anak yang lain. Tatkala Ja’far bin Abu Thalib ra, terbunuh dalam perang Mu’tah, Nabi sangat sedih. Nabi kemudian menjumpai istri Ja’far untuk membesarkan hatinya, bahkan memandikan anak-anaknya dan memakaikan baju mereka, sebagai tanda empati.
Dalam khazanah kesejarahan dikisahkan tentang sosok Lukmanul Hakim sang pendidik utama. Nabi mengisahkan Lukman sebagai insan yang diberi hikmah, kebajikan yang banyak. Lukman dikenal sebagai orangtua yang bijak dalam mendidik anak. Dalam Al-Qur’an dikisahkan sebagai berikut: “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (Qs Luqman: 12).
Lukman al-Hakim, selain mengajarkan tauhid dan anti syirk, juga mengajarkan anak berbakti kepada kedua orangtuanya, bersyukur atas segala nikmat dari Allah, beramal shalih, bersabar, mendirikan shalat, berbuat kebaikan, mencegah kemunkaran, tidak congkak, dan memahami rahasia kehidupan. (Qs Luqman: 13-20).
Allah melalui figur Lukman memberi pesan utama agar setiap orangtua mendidik anaknya dengan nilai-nilah hikmah. Hikmah adalah segala keputusan dan kebajikan yang melampaui, yang nilai kemaslahatannya meluas. Hikmah adalah kearifan dan kecerdasan hidup insan beriman. Hikmah adalah kebaikan yang banyak, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: “Allah memberikan hikmah (kepahaman yang dalam tentang Al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Qs Al-Baqarah: 269).
Insan beriman dan keluarga Muslim niscaya mengambil uswah hasanah Nabi dan hikmah Lukman Al-Hakim dalam mendidik anak. Hindari mendidik anak dengan memanjakan, yang berbuah pribadi lembek. Sebaliknya jauhi cara mendidik yang otoriter, sehingga anak berubah menjadi robot. Anak-anak itu titipan Allah yang harus dirawat dengan disiplin dan kasih sayang yang tulus, sehingga tumbuh menjadi permata hati yang menyenangkan secara lahir dan batin, serta menjadi imam di kemudian hari (Qs Furqan: 74).
Anak itu permata hati untuk diasah ruhani, pikiran, sikap, dan tindakannya dengan akhlak mulia. Didiklah mereka untuk menjadi hamba-hamba Allah yang taat (Qs Adz-Dzariyat: 56), sekaligus menjadi khalifah di muka bumi untuk memakmurkan kehidupan (Qs Al-Baqarah: 30, Hud: 61). Jangan biarkan anak-anak itu menjadi generasi yang lemah (Qs An-Nisa: 9), jadikan mereka sebagai generasi ulul albab (Qs Ali Imran: 190-191) dan umat terbaik (Qs Ali Imran: 110). Maka, didiklah anak-anak itu dengan kasih sayang dan hikmah seluas samudra.• A. Nuha