Assalamu’alaikum wr. wb.
Bu Emmy yth, saya (24 tahun) bungsu dari 3 bersaudara. Kini saya sudah mempunyai seorang anak laki-laki (1 tahun). Anak saya tidak punya ayah karena saya hamil dan melahirkan di luar nikah.
Sejak awal ditinggal hingga kini saya masih sering memikirkan R, laki-laki yang telah menghamili saya. Di mana tanggung jawabnya sebagai laki-laki? Apa yang ada di benaknya, kok dia tega menghancurkan hidup saya? Sewaktu tahu saya hamil, saya beri tahu dia, tapi dia malah minta menggugurkannya. Tentu saja saya menolak, saya tidak mau, karena takut melakukan dosa dua kali. Meski saya tahu risiko bila tetap mempertahankan kehamilan tanpa suami.
Selama saya hamil, saya hadapi segala rintangan seperti kemarahan orangtua dan keluarga besar saya, juga gunjingan masyarakat. Biaya hidup pun saya usahakan sendiri. Masalah yang membuat saya tidak tenang adalah sulitnya mengikhlaskan dia dengan wanita lain, meski belum menikah. Dia sering menghina saya dengan kata-kata yang kasar. Kini, dia tidak pernah menghubungi saya. Jujur, saya masih mencintainya, sulit melupakannya, tapi, kami tak mungkin bersatu. Karena dia sudah punya gandengan baru. Dia senang-senang dengan pacar barunya tanpa mempedulikan anaknya. Bahkan tidak mengakuinya. Saya berharap dia mau minta maaf dan mengakui anaknya, bu. Supaya status anak saya jelas.
Yang ingin saya tanyakan, apa yang harus saya lakukan? Bagaimana status anak saya? Yang pasti keluarga saya berharap saya nikah resmi dan hidup normal. Mana mungkin ada laki-laki yang mau dengan saya. Mohon saran dari ibu. Atas jawaban Bu Emmy, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Ida, somewhere.
Wa’alaikumsalam wr. wb.
Ida, saya coba mengartikan keinginan keluarga Ida, mereka berharap Ida segera menikah, dengan siapa? Dan maaf, ini berarti lebih untuk kepentingan nama baik mereka, bukan untuk kesejahteraan Ida. Kalau mereka memikirkan Ida, yang semestinya dilakukan membantu mengasuh dan membesarkan Anak sementara Ida bekerja atau kalau ada biaya, melanjutkan sekolah. Kalau kenyataannya tidak seperti ini, ya fokuslah memikirkan bagaimana mencari nafkah untuk diri dan anak. Tinggal di rumah orangtua, bisa membuat Ida menghemat banyak hal. Menabunglah sekuat kemampuan agar Ida bisa mewujudkan tujuan hidup.
Tentang status anak, kalau Ida mau membuat akta kelahiran tetap bisa. Kalau belum segeralah, ini penting untuk masa depannya. Tentu dengan nama binti ibunya, karena secara hukum dia tidak punya ayah. Selanjutnya, dengan berubahnya status bahwa Ida bukanlah gadis lagi, tapi, sudah menjadi ibu (di luar nikah) dari anak. Ubahlah cara melihat kehidupan ini, bahwa Ida sudah tidak berada pada masa bercinta-cintaan tanpa target, apalagi dengan mengabaikan akidah agama dan tuntutan moral yang baik. Agar Ida bisa menjadi contoh yang baik bagi anak, Ida harus menampilkan serangkaian perilaku perempuan yang terhormat.
Berpikirlah untuk selalu mempunyai niat yang lurus dan membesarkan anak dengan rezeki halal. Jangan bertindak genit, apalagi mengundang syahwat lelaki dengan kesan Ida mudah “dibawa”. Hindarilah berduaan dengan lelaki yang bukan muhrim dalam situasi apa pun. Tidak susah kok, karena sebenarnya fitrah perempuan itu disiapkan Allah untuk membesarkan anaknya dengan penuh kasih sayang dan ketulusan. Kalau Anda sibuk membesarkan anak, maka keinginan untuk cepat punya pendamping akan bergeser dengan keinginan untuk menjadikan diri sebagai “single parent” yang bertanggung jawab.
Berhentilah meratapi R, yang menurut saya sejak awal tidak mencintai Ida. Kalau cinta, lelaki tidak akan menodai kekasihnya, apalagi meninggalkannya saat hamil. Yakinkan dalam diri bahwa R adalah bagian dari masa lalu dan tak usah ada di masa depan Ida. Dengan demikian, Ida akan kukuh berdiri untuk bisa melangkah meraih cita-cita demi masa depan yang lebih baik.
Saya berharap, Ida tidak punya pikiran bahwa dengan adanya lelaki yang lain akan menyelesaikan masalah. Beri waktu untuk menjadikan diri lebih tenang menjalani hidup dengan tidak mudah tergoda pada lelaki pengobral cinta. Bersikaplah dewasa dalam arti selalu memikirkan dampak jangka panjang dari perilaku kita sekarang ini. Hal ini akan membuat Ida berhati-hati membuat keputusan dalam hidup. Jangan lupa bertobatlah pada Allah dengan memperbanyak istighfar dan amalan sunnah. Agar hidup Ida dimudahkan oleh Allah. Semoga Allah selalu melindungi dan membimbing Ibu dan anak. Amiin.•
***) Emmy Wahyuni, Spsi., seorang pakar psikologi.