Oleh; Muhbib Abdul Wahab
Para remaja saat ini hidup di era globalisasi. Mereka merupakan generasi digital (al-jîl ar-raqmî). Sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan “menggenggam” dan “memainkan” ponsel pintar (smart phone) mereka. Ponsel dengan segenap fitur dan fasilitas yang tersedia membuat mereka berada dalam “dunia baru”, yaitu dunia digital.
Mereka dimanjakan oleh aneka hiburan, permainan (games), pertemanan melalui media sosial seperti facebook, twitter, WhatsApp, BBM, dan sebagainya melalui ponsel pintar. Di antara dampak negatif yang dikuatirkan dialami mereka adalah kecanduan tampilan aplikasi tertentu dan akses internet dengan konten pornografi, kekerasan, dan kemaksiatan lainnya.
Kecanduan dan keasyikan “berselancar” di dunia maya bisa juga berakibat fatal, jika tidak dibentengi akidah tauhid yang benar dan kuat. Keasyikan menikmati akses internet juga bisa melupakan remaja melakukan shalat, mengingat Allah, mempelajari mata pelajaran di sekolah, dan sebagainya. Akibatnya, remaja menjadi “gagap beragama”.
Gagap beragama pada gilirannya berimplikasi pada munculnya problem serius yang sangat berbahaya bagi masa depan Islam. Setidak-tidaknya ada tujuh titik lemah umat Islam, termasuk remaja, yaitu: lemah akidah, lemah ibadah, lemah akhlak, lemah ilmu, lemah amal, lemah harta, dan lemah fisik.
Lemah akidah ditandai dengan rapuh dan goyahnya keyakinan terhadap keesaan Allah dan kebenaran Islam. Lemah akidah berdampak pada mudahnya seorang terjangkiti aneka penyakit syirik, takhayul, dan khurafat, termasuk syirik politik dan syirik jabatan sosial. Lemah ibadah membuat remaja tidak terlatih melakukan riyadlah ruhiyyah (olah hati). Akibat lemah ibadah, hati remaja tidak terkoneksi dengan masjid, malas berzikir dan berdoa.
Fenomena paling mengkhawatirkan adalah lemah akhlak atau dekadensi moral di kalangan remaja. Pergaulan bebas, konsumsi miras, rokok, narkoba, tawuran, dan sebagainya merupakan ancaman serius bagi masa depan mereka.
Umat Islam tentu mendambakan generasi muda, termasuk para remaja, menjadi generasi emas, beriman, berilmu, berketerampilan, dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, al-Qur’an mengingatkan kita semua (orang tua, pendidik, pemimpin, warga bangsa) untuk merasa khawatir jika meninggalkan keturunan, termasuk remaja, yang lemah multidimensi.
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar,” (Qs An-Nisa’ [4]: 9)
Menurut Ibn ‘Asyur dalam Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, ayat tersebut mengandung pesan pentingnya memperhatikan masa depan anak dan remaja agar mereka tidak mengalami disorientasi, kehilangan harapan, dan kehampaan cita-cita. Mereka perlu mendapat pemeliharaan, pendidikan, pembinaan, pelatihan, pemberdayaan, dan pengawasan agar menjadi generasi yang tidak kehilangan masa depannya karena lemah multidimensi, terutama lemah akidah dan akhlak.
Dalam konteks ini, Said Nursi dalam bukunya, al-Iman wa Takamul al-Insan, menjelaskan bahwa iman merupakan cahaya penerang kehidupan sekaligus kekuatan yang dapat mengantarkan kepada kebermaknaan dan kebahagiaan hidup.
Iman melahirkan tauhid. Tauhid mengantarkan kepada sikap pasrah dan tunduk kepada Allah SwT. Sikap pasrah merealisasikan tawakkal. Lalu tawakkal memudahkan jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Tawakkal tidak berarti menolak sebab dan ikhtiar secara keseluruhan. Akan tetapi, tawakkal adalah menyadari bahwa sebab dan ikhtiar merupakan hijab yang berada dalam kekuasaan qudrat Ilahi yang harus diperhatikan.
Remaja adalah bibit sumber daya manusia yang penting dipersiapkan sebagai investasi masa depan. Selain harus diberikan peneguhan akidah melalui edukasi iman, ilmu, dan akhlak mulia, remaja Islam perlu dimotivasi untuk berpikir maju dan berprestasi.•
Muhbib Abdul Wahab, Sekretaris Lembaga Pengembangan Pondok Pesantren Muhammadiyah dan Ketua PP IMLA (Ikatan Pengajar Bahasa Arab se-Indonesia).