Pondasi Islam Berkemajuan

Menangkap Makna Lambang Muhammadiyah

Warga Muhammadiyah Foto Istimewa/SM

Istilah ‘Islam Berkemajuan’ telah identik dengan Muhammadiyah. Seperti halnya kawan seperjuangan Nahdlatul Ulama, yang menggagas ‘Islam Nusantara’. “Akan tetapi pada hakekatnya, Islam adalah agama yang satu,” hal ini ditegaskan oleh Prof. Dr. Yunahar Ilyas, dalam ceramahnya di acara Kajian Malam Sabtu (Kamastu). Di Muhammadiyah, ada istilah berkemajuan, berarti mensyaratkan pemahaman agama yang senantiasa aktual. Mengingat perkembangan zaman yang terus berjalan. “Oleh karena itu, menghadirkan Islam sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi, adalah misi utama yang dimiliki Muhammadiyah,” katanya.

Menurut pria yang juga sering disebut buya ini, ada beberapa pondasi yang dimiliki Muhammadiyah, dalam merumuskan Islam Berkemajuan. Diantaranya adalah tauhid, memegang teguh al-Qur’an dan Hadits, tajdid, serta sikap moderat. Untuk urusan tauhid, tentu menjadi faktor utama dalam gerakan Muhammadiyah. Sedangkan terkait aspek memegang teguh al-Qur’an dan Hadits, beliau menyatakan bahwa Muhammadiyah bersifat independen. Artinya tidak terikat pada salah satu imam madzhab dalam fiqih. Meski juga bukan berarti anti madzhab. “Seperti yang kita alami, orang-orang Muhammadiyah itu lebih sering menanyakan dalil dalam qur’an ataupun sunnah ketika menyikapi suatu masalah, bukan pendapat imam” terangnya.

Sementara penjelasan tentang tajdid, banyak peserta kajian yang sudah memahami “dua sayap tajdid Muhammadiyah” yaitu purifikasi dan dinamisasi. Untuk purifikasi, berlaku pada ranah ibadah, sedangkan dinamisasi merambah aspek muamalah. Soal pembahasan sikap moderat, menjadi materi kajian yang menarik bagi hadirin. Hal ini disebabkan pertanyaan tentang makna moderat yang kadangkala menimbulkan pemahaman berbeda-beda. Menjawab pertanyaan ini, Ketua PP Muhammadiyah tersebut menjelaskan “kalau moderat itu nggak ekstrim ‘kanan’ ataupun ‘kiri’, tetapi berimbang.” Yang dimaksud ‘kanan’ adalah pemahaman agama secara tekstual, sedangkan ‘kiri’ berarti kontekstual. “Bukan berarti moderat itu nggak punya jatidiri, tetapi bisa menempatkan diri, kapan harus menggunakan pemahaman yang kontekstual maupun tekstual,” tambahnya. Maka dari itu, menjadi moderat merupakan pilihan sikap Muhammadiyah. “Karena lawan dari kata moderat sendiri yaitu radikal,” katanya. (GR)     

Exit mobile version