Terorisme yang selama ini dikaitkan dengan kaum radikal (islam) terus mereproduksi diri mereka. Saat ini bahkan sudah memasuki generasi ketiga. Pemerintah seakan tidak mampu menghadang laju mereka. Deradikalisme yang telah dijalankan malah banyak melahirkan radikalisme baru.
Oleh karena itu, program deradikalisasi yang telah dijalanakan pemerintah RI untuk membendung terorisme bisa dikatakan gagal. Setidaknya harus segera dievaluasi secara total.
Di berbagai kesempatan, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir selalu menyatakan agar pemerintah tidak terjebak dalam program deradikalisme. Apalagi menjalankan program itu secara nasional. Kalau program deradikalisme diterapkan secara nasional malah akan menciptakan suasana yang menegangkan di seluruh negeri. Daerah yang aman menjadi ikut tidak nyaman. Orang yang tidak tahu malah tertarik untuk ikut menjadi radikal.
Selain itu, Muhammadiyah juga selalu mengingatkan pemerintah agar menciptakan kebijakan yang adil yang dapat mensejahterakan rakyat serta menciptakan rasa aman.
Muhammadiyah juga mengusung moderasi Islam sebagai ganti dari program deradikalisme yang telah gagal tersebut, Dengan menyebar luaskan pemahaman Islam moderat, paham radikal itu akan akan tergerus dengan sendirinya.
Menyambut ajakan Pimpinan Pusat Muhamadiyah tersebut, Suara Muahamdiyah pada Senin, 29 Pebruari 2016 menggelar Seminar Nasional dengan tema Moderasi: Anti Tesis Radikalisme dan Deradikalisme.
Sosiolog UGM Prof Sunyoto Usman, peneliti ideologi radikal Prof Ahmad Jainuri, mantan Kabais Laksamana Madya Soleman B Ponto, Wakil Ketua Umum MUI Prof Yunahar Ilyas, ahli etika Prof Franz Magnis Suseno, serta peneliti Gerkan Islam radikal Dr Ahmda Norma Permata akan menjadi pembicara dalam seminar tersebut. Sedangkan ketua Umum PP Muhammadiyah akan menjadi pembicara kunci. [k’ies]