Oleh: Sudarnoto Abdul Hakim
Tanggal 11-13 Maret ini, Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian, dan Pengembangan PP Muhammadiyah menyelenggarakan sebuah acara penting Rapat Kerja Nasional Perguruan Tinggi Mihammadiyah dan Aisyiah.
Makna penting acara ini antara lain terletak pada upaya peneguhan dan komitmen kolektif persyarikatan memasuki era baru Muhammadiyah abad ke-2 gerakannya, atau abad XXI.
Ini berarti bahwa pendidikan dalam pandangan Muhammadiyah bukan pekerjaan yang biasa biasa saja dan dikelola dengan cara cara yang biasa (business as usual). Paradigma tradisional pendidikan yang secara umum masih berpengaruh di Indonesia semakin tidak memiliki kekuatan untuk mencerahkan anak-anak bangsa.
Pendidikan semakin dirasakan sebagai tempat untuk bertransaksi sebagaimana layaknya sebuah industri kapitalistik yang semakin mengabaikan ruh, jjwa dan watak. Pendidikan semacam ini tak akan banyak bisa diharapkan “mencerahkan” masyarakat.
Pendidikan ke depan haruslah bervisi kuat dan ditempatkan dalam kerangka masa depan kebangsaan yang panjang.
Karena itu, Muhammadiyah sebagaj kekuatan amar ma’ruf nahy munkar, sebagai kekuatan civil society Islam, melalui pendidikan melahirkan orang-orang yang memiliki komitmen (1) mengembangkan ilmu pengetahuan dan telnologi yang berperspektif integrasi. Melalui cara ini Muhammadiyah akan memiliki ilmuan, saintis, intelektual yang distink (2) memperkokoh kekuatan rasional dan kritis. Ini sangat penting antara lain untuk menkritisi berbagai penyimpangan yang muncul di tengah tebgah masyarakat dan di kalangan penyelenggara negara yang makin nampak koruptif. Kebijakan kebijakan pemerintah terkait dengan pendidikan yang tidak transparan, tidak rasional, diskriminatif dan tidak memikirkan kepentingan umum haruslah dihentikan. (3) memperkokoh komitmen ideologis Keislaman dan Keindonesiaan.
Muhammadiyah telah membuktikan komitmen ini dan bagi Muhammadiyah Indonesia adalah Darul Ahdi was Syahadah; negara Pancasila adalah sebuah konsensus nasional yang diperjuangkan bersama dan hatus dirawat bersama. muhammadiyah, melalui pendidikan, melahirkan syuhada para saksi sejarah dan sekaligus perawat, garda terddpan bangsa dari berbagai ancaman ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Jadi tugas pendidikan tinggi Muhammadiyah tidaklah konvensional karena harus ditempatkan dalam kerangka yang lebih besar. Dan inilah arah atau paradigma yang harus dibangun.
—————
Sudarnoto Abdul Hakim, Ketua Dewan Pakar FOKAL IMM dan Wakil Ketua Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah