Cara Berdiri Setelah Raka’at Pertama dan Cara Duduk Bagi Makmum Masbuq
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Shalat merupakan ibadah yang utama dalam Islam dan harus dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah saw. Berkaitan dengan itu ada dua pertanyaan yang saya mohon penjelasannya dari Majlis Tarjih dan Tajdid.
- Dalam pelaksanaan shalat ada sebagian orang yang melakukan duduk iftirasy setelah sujud kedua pada rakaat pertama kemudian berdiri dan ada pula yang tanpa duduk terlebih dahulu (terus berdiri), dan biasanya dengan memanjangkan bacaan jalalah hingga beberapa alif dari takbir intiqal. Mana yang lebih afdhal berdasarkan dalil?
- Apa yang harus dilakukan oleh makmum masbuq ketika imam sedang duduk tawarruk, padahal ia belum melakukan duduk iftirasy. Apa dalilnya?
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Drs. H. Chamid Hilal, Muntilan Magelang Jawa Tengah (disidangkan pada Jum’at, 16 Muharram 1429 H / 25 Januari 2008 M)
Jawaban:
- Pertanyaan yang saudara tanyakan senada dengan apa yang pernah ditanyakan oleh penanya dari Padang dan Irian Jaya yag terdapat pada buku Tanya Jawab Agama jilid II hal 64-65 dan Tanya Jawab Agama jilid IV hal 78. Untuk lebih jelasnya kami sampaikan bahwa cara duduk dalam pelaksanaan shalat ada dua macam, yaitu duduk tawarruk dan duduk iftirasy. Duduk tawarruk dilakukan ketika seorang melakukan tasyahud akhir (tasyahud yang diakhiri dengan salam), sedang duduk iftirasy dilakukan ketika duduk antara dua sujud, duduk sejenak ketika akan memasuki raka’at kedua atau keempat setelah sujud yang kedua, dan ketika duduk tasyahud awal.
Adapun cara berdiri yang dilakukan ketika seseorang telah melakukan sujud kedua dari raka’at ganjil adalah duduk sejenak dengan cara duduk iftirasy terlebih dahulu sebelum memasuki pada raka’at berikutnya. Cara duduk semacam ini didasarkan pada hadits-hadits berikut;
- Hadits riwayat Malik ibn al-Huwairits al-Laitsy
أَنَّهُ رَأَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فَإِذَا كَانَ فِي وِتْرٍ مِنْ صَلاَتِهِ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا. [رواه البخارى والترمذى والنسائى وأبو داود]
Artinya: “Bahwa ia (Malik ibn al-Huwairits) melihat Nabi saw shalat, maka apabila beliau berada pada raka’at ganjil (raka’at 1 dan raka’at 3) dari shalatnya beliau sebelum berdiri duduk dulu sehingga lurus duduknya.” [HR. al-Bukhari, at-Turmudzi, an-Nasai dan Abu Dawud]
- Hadits riwayat Malik ibn al-Huwairits yang lain
…. وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ عَنْ السَّجْدَةِ الثَّانِيَةِ جَلَسَ وَاعْتَمَدَ عَلَى اْلأَرْضِ ثُمَّ قَامَ. [رواه البخارى: الأذان: كيف يعتمد على الأرض اذا قام من الركعة]
Artinya: “… apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud yang kedua, beliau duduk dan menekankan (tangan) kepada tanah (tempat shalat) lalu berdiri.” [HR. al-Bukhari]
Hadits pertama menjelaskan bahwa Malik ibn al-Huwairits melihat (mengetahui) tata cara shalat yang diajarkan oleh Nabi, apabila beliau berdiri setelah sujud kedua pada raka’at ganjil, yaitu rakaat pertama atau ketiga beliau duduk istirahat (iftirasy) terlebih dahulu, setelah itu berdiri. Sedangkan hadits kedua menjelaskan selain adanya duduk iftirasy sebelum berdiri juga tentang cara berdiri untuk raka’at berikutnya dengan cara menekankan (tangan) pada tempat shalat.
Dalam hadits-hadits yang berkaitan dengan cara duduk dan berdiri dari raka’at ganjil, tidak didapati keterangan yang menjelaskan tentang memanjangkan lam jalalah yang berlebihan.
Dari hadits-hadits di atas dan beberapa syarahnya dapat disimpulkan bahwa cara berdiri dari raka’at ganjil (raka’at pertama atau ketiga) menuju raka’at genap (raka’at kedua atau keempat) dengan melakukan duduk iftirasy (istirahat) terlebih dahulu kemudian berdiri dengan cara menekankan kedua tangan pada tempat shalat. Dan bacaan takbir dan gerakan bangkit dari sujud dilakukan seperti takbir lainnya dengan tidak memanjangkan lam jalalahnya.
- Adapun pertanyaan kedua, apa yang harus dilakukan oleh makmum masbuq ketika imam sedang duduk tawarruk. Untuk menjawab pertanyaan saudara perlu kami sampaikan bahwa dalam pelaksanaan shalat jama’ah ada beberapa ketentuan, diantaranya.
- Imam dalam shalat jama’ah dijadikan untuk diikuti makmum. Hal ini berdasarkan hadits:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: اِنَّمَا جُعِلَ اْلاِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَاِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا وَلاَ تُكَبِّرُوا حَتىَّ يُكَبِّرَ. وَاِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوْا وَلاَ تَرْكَعُوْا حَتىَّ يَرْكَعَ. وَاِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوْا وَلاَ تَسْجُدُوا حَتىَّ يَسْجُدَ. [رواه ابو داود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda: Sungguh bahwa imam itu diangkat untuk diikuti. Oleh karenanya apabila ia bertakbir, maka takbirlah kamu dan janganlah kamu bertakbir sehingga ia bertakbir. Dan apabila ia telah ruku’, maka ruku’lah kamu, dan jangan kamu ruku’ sehingga ia ruku’. Dan apabila ia telah bersujud maka bersujudlah kamu, dan jangan kamu bersujud sehingga ia bersujud.” [HR. Abu Dawud]
- Makmum tidak dibolehkan mendahului imam dalam melakukan gerakan dan bacaan imam.
- Imam dan makmum membaca ta’min (Aamiin) secara bersama-sama.
- Khusus bagi makmum masbuq (jama’ah yang ketinggalan/terlambat), apabila mendatangi shalat jama’ah dan mendapati imam sudah melakukan shalat, maka ia segera melakukan takbir lalu mengerjakan gerakan atau bacaan yang dikerjakan imam, apabila ia dapat melakukan ruku’ bersama imam maka dihitung satu raka’at dan setelah imam selesai salam maka ia menyempurnakan shalatnya. Ketentuan khusus bagi makmum ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh Ali ibn Abi Thalib:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلاَةَ وَاْلإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ اْلإِمَامُ. [رواه الترمذى]
Artinya: “Nabi saw bersabda: Apabila salah seorang dari kamu mendatangi shalat (jama’ah) sedang imam berada dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia kerjakan sebagaimana apa yang dikerjakan oleh Imam. [HR. at-Turmudzi]
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi: Syarh Sunan at-Turmudzi, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan kalimat “‘ala haalin” yaitu dalam keadaan berdiri, ruku’ sujud atau duduk. Dan yang dimaksud dengan kalimat “Falyashna’ kamaa yashna’ul imam” adalah hendaklah ia (makmum masbuq) menyesuaikan dengan apa yang dilakukan oleh imam baik ketika keadaan imam sedang berdiri, ruku, sujud atau lainnya, dan janganlah ia menunggu imam berdiri sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang awam.
Dari hadits dan syarah di atas dapat disimpulkan bahwa makmum masbuq hendaklah mengikuti apa saja yang dilakukan oleh imam, dan diawali dengan takbiratul ihram karena sebagai pembuka shalat.
Inti jawaban dari pertanyaan kedua saudara adalah makmum masbuq ketika imam sedang duduk tawarruk, hendaklah melakukan duduk tawarruk sebagaimana yang dilakukan oleh imam tersebut.
Wallahu a’lam bishshawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Sumber: Majalah SM No 6 Tahun 2008