Oleh: H. Haikal, UNY
Judul : Pembaruan Pendidikan Islam Sayyid Ahmad Khan dan KH Ahmad Dahlan
Penulis : Suwarno
Cetakan : I, Januari 2016
Tebal : 90 halaman + xii; 14x20cm
Penerbit : Suara Muhammadiyahl dan UMP Press
ISBN : 978-602-9417-67-8
Saat tampil sebagai mujadid atau pembaru, dalam dunia pendidikan Islam dan nasional di Indonesia, KH Ahmad Dahlan dikenal sebagai pedagang yang sukses dan berkecukupan. Aneka langkah tokoh ini relatif sejalan dengan aneka pembaruan Sayyid Ahmad Khan Hanya saja KH Ahmad Dahlan “menapak dari bawah” dengan mengajak jamaah serta warga sekeliling rumahnya agar mengamalkan secara bijak Al Quran Surat 97, al Maun. Surat ini selalu diulang-ulang dibaca dalam berbagai sesorah atau dakwahnya. Selanjutnya mujadid ini membetulkan aneka kekeliruan yang diamalkan umumnya masyarakat Kauman, kampung halamannya di Yogyakarta. Salah satu contoh mudahnya membetulkan arah kiblat di masjid dan langgar di Kauman. Akibatnya lahir aneka reaksi keras dan menantang dari warga yang masih belum memahami langkah-langkah bermaknanya. Alhamdulillah secara bijak berhasil dikenalkan dan mereka setuju dengan koreksinya.
Untuk mewujudkan cita-citanya. KH Ahmad Dahlan dibantu para santri dan para sahabat, yang sebagian dikenal sebagai penggiat BO, Budi Oetomo, yang biasa disebut sebagai kaum abangan, serta penggiat al Irsyad yang umumnya beranggota muwalad, atau keturunan Arab berdarah Indonesia. Seirama dengan kenyataan ini didirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 1912. Untuk mewujudkan cita-citanya, KH Ahmad Dahlan biasa berinfak sejalan dengan QS. al Baqarah (2) ayat 261. Bahkan bila mendesak KH Ahmad Dahlan mau berhutang pada bank, agar aneka bangunan sekolahnya segera terwujud. Mudah dipahami sekitar 10 tahun kemudian, saat mujadid ini wafat sudah tidak punya barang berarti kecuali amal usaha Muhammadiyah yang berkembang pesat di berbagai tempat hampir di seluruh Indonesia. .Kenyataan ini sejalan dengan pesan bersayap dan bermaknanya: “Hidup-hidupkan Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah.“ Yang lebih utama lagi, KH Ahmad Dahlan menjembatani kiprah atau dinamika kaum santri dan abangan serta pribumi dengan vreemde oosterlingen atau timur asing seperti Tionghoa muslim, warga keturunan Arab yang terpilah dalam kelompok para wulaiti, berdarah Arab asli, dan para muwalad. Memang pada zaman penjajahan Belanda, penduduk Indonesia dipilahkan dalam tiga kategori, inlanders, atau pribumi, timur asing. dan europanen, orang-orang Eropa termasuk penjajah Belanda.
Sajian Suwarno, penggiat Muhammadiyah yang selalu meraih aneka prestasi membuat karya ini benar-benar berarti. Walau dia salah seorang anak didik Buya Syafii saat kuliah strata satu, S1. Buya Syafii kemudian dipercaya sebagai ketua PP Muhammadiyah. Tetapi Suwarno tetap mandiri. Terbukti dia enggan dan segan minta pengantar para tokoh Muhammadiyah, termasuk Buya Syafii, yang juga menjadi “teman akrab bahkan sahabat” yang sering dibantu dan mem-bantu. Tak ada jarak antarkeduanya apalagi kuat kecenderungan keduanya mengamalkan aneka langkah bermakna KH Ahmad Dahlan. Sebagai penggiat Suwarno sibuk berdakwah dan khutbah tetapi tetap melanjutkan kuliah. Saat ini dia sedang asyik menekuni S3, serta Insya Allah tahun ini dia raih Dr. dari UGM, Universitas Gadjah Mada, alhamdulillah.
Sajian buku ini dipilahkan dalam dua bagian yang bermakna dan masing-masing dapat dikaji secara terpisah hingga memudahkan bagi para pembacanya. Karya Sayyid Ahmad Khan, Aligargh University menjadi salah satu rujukan PMDG, Pondok Modern Darussalam Gontor saat mulai berbakti seperti dilakukan Trimurti KH Ahmad Sahal, KH Fainal Fananie, maupun K.H Zarkasyi. Aneka lembaga pendidikan Islam setempat atau lokal, banyak diilhami amal bermakna K.H. Ahmad Dahlan, seperti Kiai Amir dengan Ma’had Islamy Kotagede, Yogya dan Ma’had Islam Pekalongan (MIP). Terbukti Ustadh Abdullah Hinduan, seorang muwalad, sebagai tokoh utama MIP, baru mau menerima gaji setelah para guru dan karyawan MIP telah digaji dahulu.
Karya bermutu ini akan lebih bermakna dan lebih mudah dinikmati para pembaca, bila dilengkapi dengan sejenis peta daerah yang dikaji, diberi indeks, dan dilengkapi glossary. Lebih baik lagi bila dihiasi dengan aneka foto karya yang telah diwujudkan pada zaman dua mujadid, atau pembaru ini, serta amal usaha generasi penerusnya. Perlukah disajikan aneka kata mutiara Sayyid Ahmad Khan dan KH Ahmad Dahlan bukan hanya Muhammad Iqbal? Semua ini mu-dah diwujudkan pada cetakan kedua buku ini, InsyaAllah. Atau pembaca punya pandangan lain? Tolong sajikan dan terima kasih.